Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemerintah Provinsi Kaltim harus menggandeng pemerintah pusat untuk urusan anggaran dalam pembangunan bandara, khususnya Bandara Samarinda Baru (BSB). Sebab kelak pengoperasian BSB akan sepenuhnya diambil alih pusat. Hampir tak ada kewenangan strategis yang diberikan kepada daerah.

Demikian benang merah dari pertemuan anggota Komisi III DPRD Kaltim dengan jajaran Dinas Perhubungan Jawa Barat (Dishub Jabar), di Bandung, beberapa waktu lalu.

Rombongan DPRD Kaltim dipimpin Ketua DPRD M Syahrun didampingi Masykur Sarmian, Irwan Faisyal, Sapto Setyo Pramono, Baharuddin Demmu, dan Samsun. Ada juga Gamalis, Saefuddin Zuhri, Herwan Susanto, Wibowo Handoko dan Syafaruddin.

Rombongan diterima Kepala Bidang Udara Dishub Lianto Pasaribu dan Kasi Bidang Transportasi Laut dan ASDP Idit Gunawan.

Dalam pertemuan sekitar 1 jam tersebut, Pasaribu menjelaskan rencana dan progres pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Majalengka yang dibiayai APBD Jawa Barat. Juga pengelolaan Bandara Husein Sastranegara, dan beberapa bandara kecil lainnya di provinsi ini.

Soal Bandara Husein Sastranegara, Pasaribu menjelaskan, Provinsi Jabar tak mendapatkan hak apapun dari bandara ini. Pusat sepenuhnya mengelola.

Karena bandara ini tak layak lagi untuk kemajuan daerah, dibangunlah BIJB. Ini mirip dengan Kaltim, khususnya di Samarinda, dimana Temindung tak layak lagi.

"Tapi kami sekarang bingung. Sebab di tengah jalan pusat berniat mengambil-alih pembangunan. Padahal kontrak dengan pihak ketiga sudah jalan. Kami juga membentuk perusda untuk pembangunan BIJB. Sekarang timbul pertanyaan, kelak kami akan dapat apa dari bandara ini?," kata Pasaribu.

Ia membeber, pertanyaan ini layak dikemukakan. Sebab Provinsi Jabar telah mengeluarkan anggaran tak sedikit. Mulai pembebasan lahan sekitar Rp 1 triliun, dan pembangunan sisi darat sekitar Rp 300 miliar. Tahun ini dianggarkan kembali Rp 500 miliar.

Provinsi Jawa Barat bahkan telah merancang kelak kawasan sekitar BIJB akan dikembangkan menjadi kawasan aerocity. Tapi rencana ini tampaknya bakal ditinjau kembali dengan adanya niat pusat mengambil-alih pembangunan.

Penjelasan Pasaribu disambut Sapto Setyo. Menurutnya, pembangunan BSB harus belajar dari persoalan ini. Apalagi hal serupa terjadi pada Bandara Kalimarau di Berau. Pemkab Berau menggelontorkan biaya ratusan miliar, tapi ujung-ujungnya Pemkab Berau hanya diberi kewenangan mengelola parkir. Ini tak jelas tak setara.

Semua anggota DPRD yang hadir dalam pertemuan sepakat, BSB dibangun untuk memudahkan mobilitas dan aksesbilitas dari dan ke Samarinda. Namun Pemprov Kaltim tampaknya harus melibatkan pusat dari awal terutama soal anggaran pembangunannya. Apalagi jika kelak hak pengelolaan dan kewenangan strategis di bandara takkan dimiliki provinsi.

BSB dibangun di Sungai Siring utara Samarinda. Sisi darat telah tuntas pada 2014 dan menelan anggaran sekitar  Rp 700-an miliar. Kini runway atau landasan pacu sisi udara sedang dalam penggarapan dengan menggunakan anggaran sebesar Rp 699 miliar dan ditargetkan tuntas tahun ini.

Mulai 2015 pembangunan BSB dianggarkan secara multiyears contract (kontrak tahun jamak). Dana dari kontrak tahun jamak ini kemudian akan dibayarkan kepada pemenang lelang setelah Pemprov Kaltim menerima landasan pacu yang selesai dibangun.

Pola pembangunan landasan pacu ini menganut sistem modified turnkey project, yakni biaya awal pembangunan dikeluarkan oleh pemenang lelang. Setelah rampung, Pemprov Kaltim akan melunasinya secara mencicil dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kaltim mulai 2015.

Pemerintah pusat melalui APBN hanya membantu mendanai pembangunan apron (tempat parkir pesawat) dan taxiway (jalur hubung apron-runway). (Humas DPRD kaltim/adv)




Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016