Samarinda (ANTARA Kaltim) - Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur gencar menyosialisasikan pembayaran tunai maupun nontunai menggunakan mata uang rupiah, terutama di kawasan utara seperti Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan, Kalimantan Utara.

"Sosialisasi terus kami lakukan di wilayah kerja BI Kaltim, terutama di kawasan utara atau di Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan daerah perbatasan, karena di kawasan itu masih banyak penduduk yang menggunakan mata uang Ringgit," ujar Kepala BI Perwakilan Provinsi Kaltim Mawardi Budiman Habiaran Ritonga di Samarinda, Kamis.

Sosialisasi digencarkan seiring adanya Peraturan Bank Indonesia per 1 Juni 2015 bernomor 17/3/PBI/2015, tentang kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Siapapun yang menggunakan mata uang selain rupiah di wilayah NKRI baik penduduk Indonesia maupun bukan, maka wajib menggunakan mata uang sah yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Apabila dalam transaksi tersebut tidak menggunakan Rupiah, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yakni pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.

Ia menjelaskan larangan juga diberlakukan pada pencantuman label harga menggunakan mata uang asing, seperti yang masih banyak diterapkan pemilik toko atau pasar swalayan di Kabupaten Tarakan dan Nunukan.

"Di dua daerah yang bertetangga dengan Malaysia tersebut, masih banyak label yang mencantumkan mata uang ganda, yakni Rupiah dan Ringgit. Misalnya, harga sepatu sama dengan Rp200.000 atau 61 Ringgit," ujarnya.

Hal ini jelas tidak diperbolehkan karena mencamtumkan harga ganda. Kondisi ini juga memicu pembeli untuk menggunakan mata uang asing, sehingga harga yang dicantumkan harus satu lebel, yakni Rupiah.

Namun demikian, lanjut Mawardi, ada beberapa transaksi pengecualian yang boleh menggunakan mata uang asing, seperti transaksi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang meliputi pembayaran utang luar negeri.

Kemudian pembayaran utang dalam negeri dalam valuta asing, belanja barang dari luar negeri, belanja modal dari luar negeri, dan penerimaan negara yang berasal dari penjualan surat utang negara dalam valuta asing.

"Pengecualian lainnya adalah transaksi perdagangan internasional, seperti ekspor-impor, perdagangan jasa yang melampaui batas negara yang dilakukan dengan cara pasokan lintas batas maupun konsumsi warga Indonesia yang berada di luar negeri," katanya.  (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016