Samarinda (ANTARA Kaltim) - Para bandar narkoba jaringan internasional terus mengincar wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, sebagai tempat potensial penjualan barang terlarang tersebut, khususnya jenis sabu-sabu.

Pada Minggu, 27 Desember 2015 sekitar pukul 03.00 Wita, personel Komando Distrik Militer 0902/Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, menggagalkan transaksi narkoba jenis sabu-sabu, di kilometer 57 jalan poros Berau-Bulungan, Kalimantan Utara.

Tidak tanggung-tanggung, para personel TNI itu menyita satu kilogram sabu-sabu dan meringkus dua orang yang diduga sebagai kurir bersama sejumlah barang bukti yang digunakan dalam bertransaksi barang haram tersebut.

Walaupun belum bisa dipastikan bahwa sabu-sabu seberat satu kilogram tersebut berasal dari Malaysia, namun jika melihat jalur perdagangan narkoba yang selama 2015 berhasil diungkap, tidak menutup kemungkinan, barang haram yang dibawa Mn (35) dan MY (25), keduanya warga Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, berasal dari negeri tetangga tersebut.

"Menurut pengakuan mereka, sabu-sabu itu berasal dari Tajung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, yang akan dijual ke Berau. Jadi, kami belum bisa memastikan apakah barang haram tersebut berasal dari Malaysia atau tidak sebab kasus ini masih dalam pengembangan," kata Komandan Kodim 0902/Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Letkol Inf Ahmad Hadi Al Jufri.

Berdasarkan catatan sepanjang 2015, BNNP Kaltim berhasil membongkar penyelundupan sabu-sabu dari Malaysia seberat dua kilogram pada pertengahan Februari dan menahan empat tersangka yang diduga terlibat jaringan internasional peredaran narkoba.

Kemudian pada awal Maret 2015, petugas BNN Kaltim kembali mengungkap kasus peredaran narkoba dengan barang bukti 200 pil ekstasi dan 50 gram sabu-sabu.

Selanjutnya, di pertengahan April 2015, empat orang tersangka pengedar narkoba jaringan Malaysia dibekuk petugas BNNP dengan barang bukti 122,64 gram sabu-sabu.

Sebelum itu, sekitar akhir Maret, Kepolisian Daerah Kaltim menangkap pasangan suami istri, AB dan Sut, karena kedapatan membawa narkoba jenis sabu-sabu seberat satu kilogram.

Keduanya ditangkap di depan pertokoan Cemara Rindang, Jalan Jenderal Sudirman, Balikpapan.

Kemudian, pada awal Oktober 2015, Satuan Reskoba Polresta Samarinda kembali mengungkap kasus peredaran narkoba yang melibatkan jaringan internasional.

Bahkan, transaksi barang haram tersebut melibatkan residivis kasus narkoba di Malaydia yakni Fajar (31) serta Wahid alias Yusri (30).

Tidak sampai disitu, pada Jumat, 13 November 2015, Polres Bulungan, Kalimantan Utara, menggagalkan penyelundupan sabu-sabu seberat lima kilogram dari Tawau, Malaysia, di Kilometer 12 Jalan Trans Kalimantan Bulungan-Berau.

Selain menyita barang bukti sabu-sabu seberat lima kilogram, polisi juga menangkap seorang kurir bernama Guntur serta Adi Syaputra, warga negara Malaysia.

"Diduga, barang haram dari Tawau, Malaysia itu akan diedarkan di Samarinda. Pada pengungkapan jaringan narkoba internasional tersebut, kami berhasil menangkap dua orang kurir," ujar Kapolres Bulungan Ajun Komisaris Besar Achmad Sulaiman.

Di luar pengungkapkan kasus-kasus besar itu, aparat kepolisian dan BNN juga membongkar kasus peredaran narkoba dalam skala kecil yang terjadi hampir di semua kabupaten/kota di Kaltim.

"Momok" Menakutkan

Peredaran narkoba di wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yang berhasil diungkap baik personel TNI, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kaltim mapun aparat kepolisian, menunjukkan bahwa sasaran narkoba tidak lagi memandang batas usia, profesi dan status sosial.

Oleh karena itu, barang haram tersebut kini sudah menjadi "momok" yang menakutkan bagi masyarakat.

Bahkan, Direktur Narkoba Polda Kaltim Komisaris Besar Akadianto menyatakan, pengguna narkoba di Kaltim mencapai 3,1 persen atau sebanyak 97 ribu jiwa.

"Mereka terdiri dari para pengguna pemula dan pecandu. Bahkan, Kaltim sudah masuk peringkat dua nasional di bawah Jakarta dan sudah menggeser Kepulauan Riau," katanya.

Pasokan utama narkoba di Kaltim, kata Akadianto, berasal dari Sabah, Malaysia.

Para bandar, menurutnya, memanfaatkan jalur tikus dengan menyuap orang Indonesia untuk memasukkan barang terlarang itu.

"Kami (Polda Kaltim) akan terus mengintensifkan operasi penindakan di wilayah tersebut sekaligus meningkatkan pengawasan lapangan, khususnya di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia," ujar Akadianto.

Tentunya, peringkat dua narkoba nasional itu menurutnya, bukanlah prestasi yang membanggakan.

"Hal tersebut menandakan Kaltim menjadi bidikan para bandar narkoba dari dalam maupun luar negeri," kata Akadianto.

Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak saat menghadiri acara Deklarasi Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba di Samarinda, beberapa waktu lalu, mengakui bahwa bencana narkoba kini mengancam "Bumi Etam" seiring dengan tingginya kasus peredaran dan penyelundupan barang haram itu.

Kasus penyalahgunaan narkoba di Kaltim, kata Awang Faroek, sudah sangat mencemaskan karena prevalensi sudah sekitar 3,1 persen dari jumlah penduduk.

Awang Faroek menyadari, bahwa target Pemprov Kaltim untuk mewujudkan "zero Narkoba" pada tahun 2015 tidak mungkin bisa tercapai.

"Zero narkoba tidak mungkin bisa dicapai pada tahun 2015. Akan tetapi, jika kita bisa turunkan dari prevalensi 3,1 persen, itu sudah prestasi," ungkap Awang Faroek.

Kasus penyalahgunaan narkoba di "Bumi Etam" yang dalam kondisi mencemaskan itu tampaknya cukup masuk akal karena narkoba itu sudah menyerang hampir semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak, pelajar, buruh bangunan, pegawai negeri sipil, atlet, petugas lapas, hingga oknum aparat penegak hukum.

Di kalangan anak-anak pelajar SD dan SMP, dalam beberapa tahun terakhir marak kebiasaan "ngelem" atau menghirup bahan kimia dari lem atau inhalan yang bisa menyebabkan halusinasi.

Kebiasaan itu diyakini menjadi cikal bakal bagi generasi penerus tersebut untuk mengonsumsi narkoba.

Dari kalangan atlet, seorang petinju berinisial FP (24) yang meraih medali perak pada Pekan Olahraga Provinsi Kaltim tahun 2014, dibekuk polisi karena diduga menjadi pengedar narkoba.

Sementara di Balikpapan, seorang PNS di Dinas Perhubungan ikut diamankan petugas saat terlibat pesta sabu-sabu.

Begitu pula, PNS di Kabupaten Penajam Paser Utara menjadi tersangka kasus yang sama.

"Saya sangat prihatin karena peredaran narkotika telah melibatkan semua kalangan, termasuk remaja, bahkan anak sekolah. Bahkan, saat ini anak jadi modus dalam peredaran narkoba. Ada yang disuruh mencuri motor dengan imbalan LL (sejenis pil koplo)," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Sangatta, Kutai Timur, Tety Syam saat menghadiri acara pemusnahan barang bukti narkoba, beberapa waktu lalu.

Sementara, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim KH Hamri Haz mengatakan, narkoba merupakan barang terlarang sehingga siapa saja yang mengedarkan harus mendapatkan hukuman setimpal.

Apalagi, kata dia, dampak penyalahgunaan narkoba sangat parah karena bisa melemahkan syaraf dan mengganggu aktivitas, termasuk mengganggu lingkungan masyarakat.

Oleh karena itu menurut Hamri Haz, hukuman mati bagi pengedar narkoba kelas kakap diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.

"Hukuman mati itu tidak menjadi masalah diterapkan asalkan dilaksanakan dalam rangka menegakkan keadilan, bukan merupakan tindakan balas dendam. Hal ini perlu dilakukan sebagai efek jera agar orang lain tidak melakukan kesalahan yang sama," kata Hamri Haz.

Ia menegaskan wajar jika hukuman mati dilakukan kepada para bandar karena besarnya kehancuran akibat penyalahgunaan narkoba tersebut.

Ketua BNNP Kaltim yang saat itu masih dijabat Agus Gatot Purwanto menekankan, masalah narkoba sebenarnya bukan terletak pada pengedarnya, melainkan pada pengguna atau pencandunya yang harus mendapat penanganan intensif melalui program rehabilitasi.

"Selama pecandu masih ada, berapa pun harga narkoba itu tetap dicari. Oleh karena itu, para pecandu narkoba harus diobati dan ditangani dengan intensif," kata Agus Gatot Purwanto. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015