Jakarta (ANTARA News) - Permintaan pecandu yang terus meningkat, bisnis narkoba yang makin menggiurkan karena menghasilkan untung banyak dalam sekejap, membuat para produsen dan pengedar barang haram ini melakukan beragam cara untuk memasarkan zat yang mengakibatkan pengisapnya kecanduan.

Belum lama ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) membongkar modus baru peredaran narkoba yang dilakukan sindikat yang beranggotakan lima orang. Kelompok ini mengedarkan ganja yang dicampur dalam adonan cokelat dan brownies.

Jajanan mengandung ganja itu lantas dikemas dalam kotak kecil seukuran kemasan kue. Tiap kotak berisi 20 butir cokelat atau potongan brownies. "Sekotak dijual dengan harga Rp200 ribu," kata Deputi Pemberantasan BNN Deddy Fauzi Elhakim.

Menurut Deddy, sindikat tersebut memasarkan jajanan yang mengandung ganja itu lewat situs Internet, www.tokohemp.com. Pembeli kemudian menghubungi sindikat itu untuk memesan via telepon atau pesan pendek. "Bisnis tersebut sudah dijalankan sejak enam bulan lalu. Mereka mengambil ganja dari Jambi," katanya.

Target konsumen jaringan ini adalah pelajar, mahasiswa, dan pecandu ganja di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Konsumen brownies ganja ialah mereka yang sudah mengetahui kandungan jajanan tersebut.

Terbongkarnya sindikat ini berawal dari kejadian yang menimpa seorang anak, yang tak bangun-bangun dari tidurnya selama dua hari setelah mengonsumsi brownies ganja. Itu akibat efek depresan ganja. Keanehan ini lantas dilaporkan ke polisi dan menjadi petunjuk BNN untuk membongkar sindikat produsen brownies ganja tersebut.

Berbekal informasi tempat pembelian brownies itu, BNN meringkus dua orang berinisial OJ (21) dan AH (21) di Blok M Plaza, Jakarta Selatan. Kemudian, IR (38), YG (23), dan HA (37) ditangkap tidak jauh dari lokasi penggerebekan pertama. "IR berperan sebagai ketua sindikat ini, sedangkan YG juru masak serta HA penjaga toko," kata Deddy.

Badan Narkotika Nasional kemudian menggeledah unit apartemen milik IR di Tangerang. Hasilnya, ditemukan 4 kg ganja, oven, mentega, cetakan kue, blender, setrika, dan tepung kue. Ada juga laptop, buku tabungan, timbangan digital, dan cokelat padat.

Menurut tersangka IR, bisnis itu dimulai sejak dia mengonsumsi ganja untuk meredakan sakit karena dia menderita HIV dan hepatitis C.  Penggunaan ganja yang rutin, membuat dia sempat waswas ditangkap polisi.

Akhirnya, terbersit ide untuk menyulap ganja menjadi produk kuliner, seperti brownies. "Tak disangka, sambutan kawan-kawan saya positif sehingga saya bisniskan," ujarnya.

Menanggapi temuan BNN tentang brownies mengandung ganja ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan mengatakan bahwa pihaknya bakal lebih memperketat pemberian izin bagi produk makanan yang dibuat industri rumahan.

Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain BPOM Sri Utami Ekaningtyas mengimbau masyarakat agar teliti memilih produk makanan. "Harus yang punya nomor registrasi BPOM," katanya.

                                              
Sabu-sabu dalam bungkus makanan

Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur menangkap kembali sindikat peredaran narkoba internasional. Ansur membawa 2 kg sabu-sabu dan Rudy membawa 1,5 kg sabu-sabu. Selain itu, juga petugas menyita sejumlah barang bukti, seperti handphone dan mobil.

Modus yang digunakan tersangka, yakni memanipulasi kotak dan pembungkus makanan asal Malaysia, lalu dikirim ke Balikpapan melalui kargo bandara. "Ini merupakan jaringan internasional, kami terus kembangkan kasus ini," kata Kasi Penyidikan, Penindakan, dan Pengejaran BNN Kaltim M. Daud.

Ia mengatakan bahwa BNN akan bekerja sama dengan Interpol dan kepolisian setempat. "Mereka adalah pemain besar dalam kasus narkoba," ujarnya.

Dalam sepekan, BNN Kaltim mengungkap tiga kasus peredaran narkoba. Barang bukti yang disita berupa sabu-sabu seberat 2 kg dan 150 gram, serta 200 butir ekstasi. Selain itu, pada akhir Februari lalu, BNN juga menangkap pengedar narkoba Effendi Kosasih alias Kucik dan Moses di Perum Sempaja Permai.

Polisi juga membongkar perdagangan narkoba dalam bentuk kue bika ambon di Palembang. Meski aslinya kue yang cukup digemari masyarakat ini berasal dari Medan, tetapi juga banyak terdapat di Palembang dan kota-kota lain di Pulau Sumatra.

Satu hal yang membedakan antara bika ambon yang benar-benar kue dan bika ambon yang mengandung narkoba terletak pada harganya. Satu potong/satu iris bika ambon bernarkoba dihargai sekitar Rp100 ribu, sedangkan bika ambon asli jauh lebih murah. Ini karena permintaan akan narkoba dari para pengguna makin tinggi.

Di Bandung, bahkan seorang ibu menjajakan permen berisi sabu-sabu dan makanan ringan mengandung ganja. Baru-baru ini, Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Kota Besar Bandung menangkap wanita yang mengaku terpaksa melakukan pekerjaan kotor itu karena desakan ekonomi.

Seorang berinisial TS (32) ditangkap di kontrakannya, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Saat diamankan, ditemukan empat paket ganja kering, satu timbangan digital, tiga bungkus plastik yang diduga untuk menyimpan sabu-sabu. Selain itu, enam sedotan plastik, 20 bungkus bekas permen, dan 25 bungkus bekas makanan ringan untuk mengemas sabu-sabu dan ganja.

Wanita itu mengaku sudah melakukan aksinya sejak enam bulan lalu. Ibu satu anak ini mengaku memilih modus itu untuk mengelabui polisi. "Saya harus menghidupi anak. Saya tidak bekerja dan tidak ada suami. Oleh karena itu, saya menjadi pengedar juga kurir narkoba," katanya.

Menurut dia, bungkus bekas permen dan makanan ringan itu sengaja dikumpulkan. Kemasan itu dibuka secara perlahan agar tidak rusak. "Setelah isi permen dan kue dibuang, saya lalu mengisinya dengan sabu-sabu. Kemudian, untuk ganja dimasukkan ke dalam bungkus bekas makanan ringan. Lalu, saya rapatkan lagi dengan lem," katanya.

Dalam satu hari, wanita tersebut dapat membungkus 15 paket sabu-sabu ke dalam bungkus permen dan kue itu. Harga setiap paket sabu-sabu dalam kemasan permen Rp1,2 juta untuk berat 1 gram, sedangkan dalam kemasan bekas bungkus kue seberat 2 gram.

                                                              
Biskuit Malkist

Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya juga meringkus dua pria dari dua tempat terpisah di kawasan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat sebagai hasil pengembangan kasus sebelumnya. Dari tangan keduanya disita lebih dari 500 gram sabu senilai hampir Rp1 miliar. Dalam pemeriksaan sementara, keduanya hanya sebatas pengedar.

Kedua tersangka menggunakan modus menyimpan barang haram itu dalam kemasan makanan ringan. Kini, polisi masih mengembangkan kasus itu untuk mengungkap asal usul dan wilayah peredaran sabu-sabu serta bandar besarnya.

Modus peredaran narkoba terbaru terbongkar setelah dua pengedar, AC (45) warga kompleks Perumahan Yuki, Deli Serdang, Sumatera Utara, dan AH (35) warga Dusun Harapan, Deli Serdang, ditangkap petugas Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polresta Medan, Sumatera Utara. Dari keduanya, polisi menyita 21 biskuit kemasan, tiga di antaranya berisi sabu-sabu.

Kapolresta Medan Kombespol Nico Afinta Karokaro mengatakan bahwa awalnya AC ditangkap saat bertransaksi dengan polisi yang menyamar di Jalan Marelan, Medan. Polisi menyita dua plastik berisi 200 gram sabu-sabu yang disisipkan dalam biskuit kemasan Gery Saluut Malkist.

"Dari keterangan tersangka AC, kami menangkap lagi pengedar lain, AH, dari kawasan Jalan Rantang dengan barang bukti 70 gram sabu-sabu," ujarnya.

Saat menggeledah rumah AH, kata dia, polisi menemukan puluhan bungkus biskuit kemasan yang berisi sabu-sabu sesuai dengan pesanan pembeli.

"Jadi, dalam satu bungkus ada enam potong roti. Dua dikeluarkan, kemudian sabu-sabu yang sudah dibungkus plastik dimasukkan. Setelah itu, kemasan biskuit itu ditutup rapi kembali dengan lem dan double tape," kata Nico.

Menurut dia, satu bungkus biskuit yang berisi 15--20 gram sabu-sabu dijual minimal Rp4 juta. Tersangka sudah dua bulan terakhir mengedarkan sabu-sabu yang dikemas dalam biskuit di wilayah Medan. Tersangka AH bisa menjual biskuit minimal tiga kali seminggu dengan total 100 gram. Beratnya bergantung pada permintaan konsumen.

Nico mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati sebab upaya para pengedar narkoba makin canggih. Jadi, jika menemukan penjual makanan dengan harga di luar kewajaran, harus waspada dan laporkan ke kepolisian.

Secara kasatmata, tidak ada bedanya biskuit bernarkoba dengan makanan kemasan pada umumnya. Bungkus makanan kemasan berisi narkotika itu pun tertutup rapi dan disegel layaknya makanan kemasan yang belum dibeli. Jadi, selalu hati-hati dan waspada karena mafia barang haram itu menjajakan narkoba dengan segala cara. (*)

Pewarta: Illa Kartila

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015