Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gerakan Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) Kalimantan Timur, mengecam rapat dan pawai akbar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang digelar di Islamic Center dan Masjid Baitul Muttaqiem Samarinda, pada Minggu (10/5).
"Kami mengecam rapat dan pawai akbar HTI yang digelar di kawasan Islamic Center yang merupakan fasilitas milik publik yang substansi dari kegiatannya jelas bertentangan dengan pancasila dan demokrasi," ungkap Ketua Gerakan Wilayah GP Ansor Kaltim, Fajri Alfaroby, kepada wartawan di Samarinda, Selasa.
Isu khilafah yang diusung HTI kata Fajri Al Faroby, jelas bertentangan dengan Pancasila, demokrasi dan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga GMNU Kaltim sangat menyayangkan pengelola Islamic Center yang dinilai membiarkan dan mengizinkan rapat akbar dan pawai HTI tersebut.
"Islamic Center dibangun dari APBD Kaltim yang prosesnya melibatkan `trias politika` yang merupakan elemen demokrasi yaitu eksekutif, legislatif dan masyarakat. Jadi, mana mungkin dakwah yang dikembangkan di dalam Islamic Center justru dakwah yang mengingkari Pancasila dan demokrasi itu sendiri," kata Fajri Al Faroby.
GMNU khususnya GP Ansor lanjut Fajri Al Faroby akan berdiri di garda terdepan dalam memperjuangan NKRI dan menegakkan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
"GP Ansor memiliki nilai sejarah pada perjuangan Indonesia sehingga kami tidak akan tinggal diam jika ada kelompok atau organisasi tertentu yang ingin mencederai demokrasi dan menghancurkan negara kesatuan Republik Indonesia," tegas Fajri Al Faroby.
Pada kesempatan itu, GMNU Kaltim tambah Fajri Al Faroby menyampaikan pernyataan sikap yang meminta pengelola menegaskan bahwa keberadaan Islamic Center sebagai media dakwah Islam "Rahmatan Lil Alamin" dan meminta pengelola agar meminta maaf kepada kepada umat Islam dan warga Kaltim secara terbuka di dua media elektronik dan media cetak selama tiga hari berturut-turut.
Tuntutan lainnya tambah dia, pengelola Islamic Center harus membuat SOP peminjaman yang tertib dan memasukkan butir pertimbangan ideologi dakwah ormas Islam agar di kemudian hari tidak terjadi lagi pembajakan Islamic Center untuk kepentingan makar maupun teror.
"Kami juga menyayangkan sikap aparat keamanan yang terkesan membiarkan dengan membiarkan rapat dan akbar pawai HTI yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan NKRI serta meminta pemerintah mengkaji ulang keberadaan HTI," katanya.
"Jika desakan tersebut tidak dipenuhi, maka tidak menutupkemungkinan kami (GMNU) juga akan menggelar aksi tandingan untuk mendesak pemerintah membubarkan HTI," ungkap Fajri Al Faroby.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama Kaltim Asman Azis yang menyebut, klaim HTI yang menghadirkan para Kyai dan ulama NU, tidak berdasar.
"Mereka (HTI) mengatasnamakan umat Islam dan pada rapat akbar juga melibatkan para Kyai dan tokoh NU adalah hal yangtidak benar. Dalam Munas alim ulama NU pada 2014 jelas termaktub sikap NU terhadap khilafah yakni, yang menjadi pegangan pokok adalah substasi bukan simbol dan penampakan," katanya.
"Nahdlatull Ulama memandang bahwa Islam sebagai agama mewajibkan umatnya untuk membuat pemerintahan dan mengangkat pemimpin yang adl serta menegakkan hukum agar tidak terjadi `nashbul imamah` atau chaos. Islam tidak menunjuk satu bentuk negara dan pemerintahan tertentu," ungkap Asman Azis.
Ia juga meminta Pemerintah Provinsi Kaltim merekonstruksi pengelola Islamic Center jika terbukti terlibat pada kegiatan HTI tersebut.
"Klaim HTI yang mengaku menghadirkan ribuan umat Islam pada rapat dan pawai akbar itu tidak benar. Kami juga meminta jangan menggunakan fasilitas publik untuk mengkampanyekan khilafah yang mengatasnakaman masyarakat," ujar Asman Azis.
Sementara, Sekretaris Ansor Kaltim Herman A Hasan menilai, HTI merupakan gerakan politik sehingga pelaksanaan rapat dan pawai akbar yang digelar di Islamic Center dan Masjid Baitul Muttaqiem Samarinda bertentangan dengan fungsinya sebagai tempat ibadah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
"Kami mengecam rapat dan pawai akbar HTI yang digelar di kawasan Islamic Center yang merupakan fasilitas milik publik yang substansi dari kegiatannya jelas bertentangan dengan pancasila dan demokrasi," ungkap Ketua Gerakan Wilayah GP Ansor Kaltim, Fajri Alfaroby, kepada wartawan di Samarinda, Selasa.
Isu khilafah yang diusung HTI kata Fajri Al Faroby, jelas bertentangan dengan Pancasila, demokrasi dan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga GMNU Kaltim sangat menyayangkan pengelola Islamic Center yang dinilai membiarkan dan mengizinkan rapat akbar dan pawai HTI tersebut.
"Islamic Center dibangun dari APBD Kaltim yang prosesnya melibatkan `trias politika` yang merupakan elemen demokrasi yaitu eksekutif, legislatif dan masyarakat. Jadi, mana mungkin dakwah yang dikembangkan di dalam Islamic Center justru dakwah yang mengingkari Pancasila dan demokrasi itu sendiri," kata Fajri Al Faroby.
GMNU khususnya GP Ansor lanjut Fajri Al Faroby akan berdiri di garda terdepan dalam memperjuangan NKRI dan menegakkan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
"GP Ansor memiliki nilai sejarah pada perjuangan Indonesia sehingga kami tidak akan tinggal diam jika ada kelompok atau organisasi tertentu yang ingin mencederai demokrasi dan menghancurkan negara kesatuan Republik Indonesia," tegas Fajri Al Faroby.
Pada kesempatan itu, GMNU Kaltim tambah Fajri Al Faroby menyampaikan pernyataan sikap yang meminta pengelola menegaskan bahwa keberadaan Islamic Center sebagai media dakwah Islam "Rahmatan Lil Alamin" dan meminta pengelola agar meminta maaf kepada kepada umat Islam dan warga Kaltim secara terbuka di dua media elektronik dan media cetak selama tiga hari berturut-turut.
Tuntutan lainnya tambah dia, pengelola Islamic Center harus membuat SOP peminjaman yang tertib dan memasukkan butir pertimbangan ideologi dakwah ormas Islam agar di kemudian hari tidak terjadi lagi pembajakan Islamic Center untuk kepentingan makar maupun teror.
"Kami juga menyayangkan sikap aparat keamanan yang terkesan membiarkan dengan membiarkan rapat dan akbar pawai HTI yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan NKRI serta meminta pemerintah mengkaji ulang keberadaan HTI," katanya.
"Jika desakan tersebut tidak dipenuhi, maka tidak menutupkemungkinan kami (GMNU) juga akan menggelar aksi tandingan untuk mendesak pemerintah membubarkan HTI," ungkap Fajri Al Faroby.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama Kaltim Asman Azis yang menyebut, klaim HTI yang menghadirkan para Kyai dan ulama NU, tidak berdasar.
"Mereka (HTI) mengatasnamakan umat Islam dan pada rapat akbar juga melibatkan para Kyai dan tokoh NU adalah hal yangtidak benar. Dalam Munas alim ulama NU pada 2014 jelas termaktub sikap NU terhadap khilafah yakni, yang menjadi pegangan pokok adalah substasi bukan simbol dan penampakan," katanya.
"Nahdlatull Ulama memandang bahwa Islam sebagai agama mewajibkan umatnya untuk membuat pemerintahan dan mengangkat pemimpin yang adl serta menegakkan hukum agar tidak terjadi `nashbul imamah` atau chaos. Islam tidak menunjuk satu bentuk negara dan pemerintahan tertentu," ungkap Asman Azis.
Ia juga meminta Pemerintah Provinsi Kaltim merekonstruksi pengelola Islamic Center jika terbukti terlibat pada kegiatan HTI tersebut.
"Klaim HTI yang mengaku menghadirkan ribuan umat Islam pada rapat dan pawai akbar itu tidak benar. Kami juga meminta jangan menggunakan fasilitas publik untuk mengkampanyekan khilafah yang mengatasnakaman masyarakat," ujar Asman Azis.
Sementara, Sekretaris Ansor Kaltim Herman A Hasan menilai, HTI merupakan gerakan politik sehingga pelaksanaan rapat dan pawai akbar yang digelar di Islamic Center dan Masjid Baitul Muttaqiem Samarinda bertentangan dengan fungsinya sebagai tempat ibadah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015