Bontang (ANTARA Kaltim) -  Guru Besar FISIP Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Dr H Obsatar Sinaga, MSi mengatakan, idealnya Provinsi Kalimantan Timur mendapatkan dana bagi hasil minyak dan gas sebesar 50 persen, sehingga mampu menyejahterakan warganya.

"Sekarang Provinsi Kaltim sedang menuntut otonomi khusus (otsus), tetapi dalam perhitungan saya Kaltim tidak perlu otsus, namun yang penting adalah pemerintah pusat menaikkan bagi hasil migas menjadi 50 persen," katanya di Bontang, Senin.

Hal itu dikatakan Obsatar yang ditemui setelah menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bersama kabupaten/kota se-Kaltim, dan Pertemuan BPMPD Regional Kalimantan yang dipercayakan kepada Kota Bontang sebagai tuan rumah.

Kaltim saat ini menuntut otsus karena didorong berbagai alasan, di antaranya karena hanya mendapat dana bagi hasil minyak sebesar 15 persen, sedangkan bagi hasil dari gas bumi hanya 30,5 persen.

Sedangkan daerah yang mendapat kekhususan seperti Aceh dan Papua, mendapatkan dana bagi hasil yang jauh lebih besar dari Kaltim karena mencapai 70 persen.

Mengingat masih minimnya dana bagi hasil tersebut, hal itu kemudian menjadi faktor penyebab belum berhasilnya pembangunan daerah, di antaranya belum mampu menyejahterakan masyarakat.

"Kalau Kaltim menuntut otsus, tidak bisa karena otsus itu dikhususkan bagi daerah-daerah yang memiliki ciri khas khusus seperti Papua dan Aceh, sementara Kaltim tidak punya ciri khusus itu, sehingga yang benar adalah pemerintah harus memberikan perhatian khusus dengan menaikkan dana bagi hasil menjadi 50 persen," katanya.

Sementara saat menjadi pembicara dalam acara tersebut, Obsatar Sinaga menyampaikan materi dengan tema Strategi Pemberdayaan Masyarakat Desa Menghadapi Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

MEA diberlakukan mulai 31 Desember 2015, sehingga mulai saat itu, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, semua masyarakat Indonesia termasuk masyarakat di Provinsi Kaltim harus siap menghadapi pemberlakuan tersebut.

Saat itu, lanjut dia, akan banyak warga asing yang secara bebas menanamkan modal dan bekerja di Indonesia, bahkan sampai ke desa-desa dan kawasan pelosok di Kaltim, jika wilayah tersebut dinilai memiliki prospek bagus oleh orang asing tersebut.

"Dalam mengahadapi ini, keterampilan kita bisa saja akan kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain, sehingga kita harus kreatif dan memanfaatkan sumber daya lokal. Kita juga harus menularkan kebaikan karena bangsa kita dikenal dengan keramahan dan kebaikannya," kata Obsatar.(*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015