Jakarta (ANTARA Kaltim) –  Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah penghasil minyak dan gas bumi (Migas), khususnya dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang hasilnya masih sangat minim memberikan manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Karenanya, Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas (FKDPM) yang merupakan organisasi daerah-daerah penghasil di Indonesia berdiri sejak 2002 berubah menjadi  Asosiasi Daerah Penghasil Migas Indonesia (ADPMI) utamanya sejak dipimpin  Awang Faroek Ishak yang juga Gubernur Kaltim.

Sebagai Ketua Umum ADPMI periode 2015-2019, Awang Faroek Ishak telah menetapkan beberapa program kerja pada tahun ini terkait optimalisasi kinerja organisasi dalam upaya memperjuangkan kepentingan daerah penghasil guna memenuhi kebutuhan dan ketersediaan energi bagi masyarakat di daerah.

“Organisasi ini keberadaannya harus mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi daerah penghasil, sehingga kebutuhan daerah dan masyarakat akan energi dapat terpenuhi,” kata Awang Faroek Ishak mengawali pertemuan pada rapat pertama di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Sabtu (28/3) sejak Munas FKDPM pada Januari lalu.

Program kerja organisasi menurut Awang, merupakan kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan dalam tahun ini dan sangat mendesak terkait pengelolaan migas di daerah yang saat ini sudah mulai terjadi perubahan dan kebijakan sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

 â€œSebagai agenda utama kita adalah melakukan audiensi dengan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla guna menginformasikan permasalahan dan keberadaan organisasi ini terkait dukungan program Gerakan Nasional Penyelematan SDA yang didalamnya termasuk pengelolaan migas di daerah,” ujar Awang.

Selain itu, informasi yang disampaikan pengurus ADPMI kepada kepala negara juga mengenai kecilnya bagi hasil yang diberikan pemerintah pusat terhadap daerah penghasil serta banyaknya blok migas yang akan habis kontraknya pada 2021 sekitar 29 blok.

Sementara, akan ada sumur-sumur minyak baru yang akan dikelola Pertamina dan perusda (BUMD), sehingga pemerintah pusat perlu melakukan renegosiasi terhadap pengelolaan blok-blok migas tersebut.

Terpenting ujar Awang, keberadaan ataupun pengelolaan SDA khususnya migas di daerah oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut harus mampu meningkatkan kualitas dan kemampuan serta keterampilan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan serta kesejahteraan masyarakat daerah penghasil dari dana CSR maupun kepedulian perusahaan.

“Selain bertemu kepala negara juga perlu dilakukan rapat dengar pendapat antara ADPMI dengan lembaga legislatif pusat (Komisi VII dan Banggar DPR-RI/DPD-RI) serta rapat kerja bersama  pihak kementerian terkait baik Kementerian  ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri serta Kemenkum HAM dan  KPK.

Dalam rapat pertama asosiasi ini telah ditetapkan Profesor Andang Bachtiar sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) ADPMI serta dewan penasehat terdiri Purnomo Yusgiantoro dan Kuncoro Mangku Subroto serta Faisyal Basri bersama para gubernur daerah penghasil didukung para anggota Dewan Pakar Energi Nasional.

Selanjutnya, ADPMI akan melaksanakan rapat kerja kedua pada April di Kota Kupang guna menyusun dan memantapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) setelah organisasi berganti nama dari FKDPM menjadi ADPMI. Rapat pertemuan dihadiri  perwakilan daerah-daerah penghasil khususnya anggota dewan  pengurus ADPMI periode 2015-2019 terdiri dari 14 daerah yang akan ditambah lagi tiga daerah penghasil sehingga menjadi 17 daerah.(Humas Prov Kaltim/yans)

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015