Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Para aktivis lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa melaporkan aktivitas sejumlah perusahaan, lembaga dan perorangan kepada Badan Lingkungan Hidup Balikpapan, karena telah merusak kondisi lingkungan di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.

"Ada empat perusahaan, satu dinas dan satu perorangan. Yang perorangan ini pun kami yakin bagian dari perusahaan juga," kata Direktur LSM Stabil, Jufriansyah, sebagai juru bicara saat menemui Kepala BLH Balikpapan Suryanto di Balikpapan, Senin.

Turut mendampingi Jufriansyah, antara lain Ketua Forum Penyelamat Teluk Balikpapan Husen, Darman dari wakil nelayan dan Herry dari LSM Format.

Perusahaan-perusahaan yang dilaporkan tersebut adalah PT Pelindo, PT Semen Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia (WINA), PT Dermaga Kencana Indonesia (DKI), Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Timur, dan H Sanusi.

"Saya berterima kasih atas laporan kawan-kawan ini," kata Kepala BLH Balikpapan Suryanto, yang berjanji untuk segera menindaklanjuti laporan itu.

Menurut Jufriansyah, PT Pelindo dalam aktivitasnya membangun pelabuhan terminal peti kemas di Kariangau telah merusak sejumlah kawasan mangrove melebihi dari yang diizinkan.

Perusahaan BUMN itu menimbun bagian hulu Sungai Puda dan dua anak sungainya untuk mendapatkan lahan kering di kawasan rawa-rawa mangrove di Kariangau.

Sedangkan PT Semen Indonesia dilaporkan juga merusak sejumlah luasan hutan mangrove di Sungai Puda, namun di bagian muaranya di Teluk Balikpapan.

Perusahaan milik negara itu menimbun hutan mangrove untuk membuat jetty atau dermaga guna bongkar muat semen curah.

Sementara PT WINA dan PT DKI adalah dua perusahaan yang sudah lama bercokol di Teluk Balikpapan. Bahkan, menurut data Stabil, sudah sejak saat kawasan mangrove Teluk Balikpapan sebagian besarnya adalah kawasan lindung di masa Wali Kota Imdaad Hamid.

Kedua perusahaan ini adalah pabrik pengolahan kelapa sawit dan menghasilkan minyak sawit mentah (CPO). Saat pabriknya masih dalam konstruksi, keduanya sudah menguruk hutan mangrove dan mematikan Sungai Berenga.

Akibat aktivitas itu, menurut peneliti Teluk Balikpapan Stanislav Lhota, terjadi sedimentasi yang mematikan padang lamun dan terumbu karang.

Padahal seluruhnya, mulai dari hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang adalah rumah bagi ikan berkembang biak. Ikan-ikan ini yang menjadi tumpuan hidup nelayan di kedua tepi Teluk Balikpapan.

"Kalau Dinas PU, mereka menguruk Sungai Tengah untuk membangun jalan menuju Pulau Balang. Mereka juga menguruk sejumlah luasan mangrove," kata Jufriansyah.

Perorangan atas nama Haji Sanusi mereklamasi mangrove yang berada di antara Sungai Berenga dan Sungai Tempadung untuk membuat galangan kapal.

Menurut Jufri, ketika dikonfirmasi ke BLH, tidak ada izin berupa Amdal, apalagi rencana kerja lingkungan atau Upaya Pengelolaan Lingkungan yang disampaikan ke BLH. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015