Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota Komisi VII DPR RI asal Daerah Pemilihan Kaltim - Kaltara, H Hadi Mulyadi meminta kepada pemerintah  mengeluarkan keputusan tertulis menyangkut pengelolaan Blok Mahakam  yang berada di Provinsi Kaltim oleh Pertamina pasca kontrak Total E & P Indonesie berakhir 2017 nanti.

"Wacana menyerahkan ke Pertamina harus dikonkritkan, jangan cuma lisan. Begitu pula hak partisipasi Kaltim 10 persen, juga harus menjadi kenyataan," kata Hadi Mulyadi pada  saat rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI  terkait   soal PT Freeport beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan pemerintah Provinsi Kaltim ingin terlibat dalam pengelolaan Blok Mahakam yang merupakan daerah penghasil Minyak dan Gas (Migas) yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Selaian itu Komisi VII DPR RI melarang PT Freeport mengekspor konsentrat, sebelum perusahaan tersebut membereskan  pembangunan pabrik peleburan logam (smelter).

Menurutnya Jika ekspor dilanjutkan, berarti  melanggar Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Komisi VII DPR RI menganggap PT Freeport tidak becus membangun smelter.  Selain itu i penandatanganan nota kesepahaman penyewaan lahan PT Petrokimia oleh Freeport  untuk pembangunan smelter terburu-buru.

“Bahkan belakangan diketahui pihak Freeport belum mengajukan izin ke Pemerintah  Kabupaten Gresik,” katanya.
 Hadi Mulyadi sangat menyayangkan keputusan pemerintah menerbitkan surat persetujuan ekspor (SPE) konsentrat tembaga untuk PT Freeport Indonesia pada Senin, 26 Januari 2015, dengan kuota sebesar 580 ribu ton untuk enam bulan ke depan.

"Padahal jika konsentrat tetap diekspor,  pemerintah tidak akan tahu seberapa besar kandungan mineral di dalamnya. Sebab, setiap  konsentrat memiliki kadar tembaga, emas, ataupun perak yang berbeda, tergantung waktu dan  tempat pengerukan.  Bahkan  bisa juga mengandung  uranium, karena masih bentuk konsentrat, Indonesia tetap  tidak mengetahuinya," katanya.
.  
Hadi Mulyadi menjelaskan surat persetujuan ekspor merupakan tindak lanjut dari Perpanjangan Nota Kesepahaman (MoU) yang diteken Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,  R. Sukhyar  dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, pada tanggal 23 Januari 2015.

Pada MoU poin 2 huruf b disebutkan perusahaan melaksanakan ekspor konsentrat  tembaga sesuai dengan persyaratan perpanjangan rekomendasi ekspor berdasarakn MoU dan Peraturan  Perundang-undangan.

"Intinya DPR RI meminta masalah smelter ini selesaikan  dulu, jika tidak ya jangan ekspor konsentrat," ujar  Hadi Mulyadi.(*)

 

Pewarta: Rachmad

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015