Jakarta (ANTARA Kaltim) -  Kementerian Dalam Negeri, dalam hal ini Ditjen Pemerintahan Umum berjanji akan turun ke lapangan meninjau langsung tapal batas yang dipersengketakan oleh Pemprov Kaltim dan Kalteng. Namun karena keterbatasan anggaran, peninjauan baru bisa dilakukan pada triwulan pertama 2015.

Peninjauan perlu dilakukan sebagai solusi konkret dari sengketa tapal batas yang berpotensi menimbulkan konflik horisontal. Di sisi lain, kejelasan tapal batas juga akan jadi salah satu acuan pemerintah pusat menyetujui Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim yang hingga kini belum juga jadi peraturan daerah.

Demikian yang mengemuka dari rapat konsultasi Komisi 1 DPRD Kaltim dengan Ditjen Pemerintahan Umum Kemendagri di Jakarta, kemarin (17/12).
 
Seperti ramai diberitakan sengketa tapal batas Kecamatan Teweh Timur Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah dengan Kecamatan Damai Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, menyedot perhatian berbagai kalangan.

Tapal batas yang disengketakan itu berada Desa Benangin I dan Benangin II Kecamatan Teweh Timur Kabupaten Barito Utara dengan Desa Besiq Kecamatan Damai Kabupaten Kutai Barat (Kaltim). Diduga daerah di tapal batas yang diperebutkan itu menyimpan potensi tambang batu bara berkalori tinggi.

Dirjen Pemerintahan Umum Kemendagri yang diwakili Sumiati, salah satu kepala seksi Penataan Tapal Batal menerima rombongan Komisi 1 yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Dody Rondonuwu. Ada juga Ketua Komisi I Josef, Wakil Ketua Andi Burhanuddin Solong (ABS), dan Sekretaris Muharram. Beberapa anggota juga tampak, yakni Yefta Bertho, Johny Laing Impang, Siti Qomariah, Masitah Assegaf, Jahidin dan Ingkong Ala.

Hadir juga Kepala Biro Perbatasan, Penataan Wilayah dan Kerjasama Pemprov Kaltim Tri Mukti Rahayu.

ABS yang mendapat kesempatan bicara pertama setelah rapat dibuka menyatakan, karena penyelesaian sengketa tapal batas adalah domain pemerintah pusat, ia meminta pusat serius menyikapi. Ia mengusulkan pusat menekan kedua pemerintah provinsi yang bertikai. “Harus ada komitmen kuat untuk menyelesaikan. Aturan harus ditegakkan, jangan cuma jadi fantasi,” kata ABS.

Di satu sisi ia mengharapkan ada koordinasi antara kementerian, karena sangat boleh jadi, ketaksamaan data antara satu kementerian dengan kementerian lain justru menjadi pangkal kekisruhan tapal batas. Sebab, kata ABS, jika bicara tapal batas, maka bukan bicara satu kementerian saja. Di dalamnya ada banyak kepentingan, baik kehutanan, tambang dan lain-lain.
Johny Laing Impang menimpali, pemerintah pusat harus jadi wasit yang adil, karena persoalan ini berpotensi menimbulkan konflik horisontal.

Yefta berto menambahkan, harus ada solusi konkret pemerintah pusat. Menurutnya orang di daerah itu sebenarnya ikut pusat. Jika pusat misalnya memutuskan A, tak mungkin orang di daerah mengambil langkah B.

Konsistensi dan up date data perbatasan antarwilayah menurutnya juga diperlukan. Karena daerah yang disengketakan sebenarnya telah diputuskan pada zaman Mendagri Rudini 1989. Namun karena saat itu tak didukung koordinat, ada celah pelanggaran tapal batas.

Siti Qomariah menyatakan, pusat harus menjadikan persoalan ini sebagai prioritas khusus. Ia khawatir jika berlama-lama, persoalan makin melebar dan konflik horisontal tak bisa dihindari. “Kalau bisa Desember ini pusat turun ke lapangan, melihat dan menentukan koordinat tapal batas. Kalau tahun depan, kami khawatirnya malah akhir 2015 baru turun. Padahal situasi di lapangan kami dengar sudah mencekam,” kata politikus PAN ini.

Sumiati menyatakan, pada prinsipnya, Ditjen Pemerintahan Umum memahami kegelisahan rombongan Komisi 1. Persoalan ini menurutnya juga telah dibahas intens pemerintah pusat dan diputuskan, awal 2015 Kemendagri akan turun ke wilayah sengketa. “Terus terang kami juga terkendala anggaran. Tapi tahun depan ini menjadi persoalan prioritas kami,” katanya. ( Humas  DPRD Kaltim/adv/oke)

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014