Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengatakan penanganan stunting atau gagal pertumbuhan pada anak sangat berdampak terhadap masa depan bangsa menuju generasi emas tahun Indonesia tahun 2045.
"Bagaimana kita bisa mencapai visi Indonesia Emas 2045 jika modal dasarnya, yaitu anak-anak bangsa, mengalami stunting,” kata Soraya di Samarinda, Kamis,
Soraya membeberkan data Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) di mana prevalensi stunting di Kalimantan Timur pada tahun 2023 berhasil ditekan menjadi 22,9 persen, turun dari 23,9 persen pada 2022.
Meski demikian, angka tersebut masih lebih tinggi dari batas maksimal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pemerintah pusat menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Soraya menekankan bahwa percepatan penurunan stunting membutuhkan strategi dan metode baru yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
“Upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga atau pemerintah pusat saja. Diperlukan keterlibatan pemerintah daerah, akademisi, media, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan,” tambahnya.
Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang telah terbentuk di semua tingkatan pemerintahan diharapkan dapat menjalankan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021dengan aktif.
TPPS bertanggung jawab untuk memastikan upaya percepatan pencegahan dan penanganan stunting dapat berjalan efektif di setiap jenjang pemerintahan, mulai dari provinsi, kabupaten atau kota, hingga desa atau kelurahan.
Soraya juga menyoroti pentingnya peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari kader PKK, bidan, dan kader KB. Mereka terus digerakkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu dan balita serta fasilitasi bantuan sosial bagi keluarga yang berisiko stunting.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
"Bagaimana kita bisa mencapai visi Indonesia Emas 2045 jika modal dasarnya, yaitu anak-anak bangsa, mengalami stunting,” kata Soraya di Samarinda, Kamis,
Soraya membeberkan data Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) di mana prevalensi stunting di Kalimantan Timur pada tahun 2023 berhasil ditekan menjadi 22,9 persen, turun dari 23,9 persen pada 2022.
Meski demikian, angka tersebut masih lebih tinggi dari batas maksimal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pemerintah pusat menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Soraya menekankan bahwa percepatan penurunan stunting membutuhkan strategi dan metode baru yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
“Upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga atau pemerintah pusat saja. Diperlukan keterlibatan pemerintah daerah, akademisi, media, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan,” tambahnya.
Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang telah terbentuk di semua tingkatan pemerintahan diharapkan dapat menjalankan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021dengan aktif.
TPPS bertanggung jawab untuk memastikan upaya percepatan pencegahan dan penanganan stunting dapat berjalan efektif di setiap jenjang pemerintahan, mulai dari provinsi, kabupaten atau kota, hingga desa atau kelurahan.
Soraya juga menyoroti pentingnya peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari kader PKK, bidan, dan kader KB. Mereka terus digerakkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu dan balita serta fasilitasi bantuan sosial bagi keluarga yang berisiko stunting.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024