Manado (ANTARA Kaltim) - Rapat Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Manado, Selasa (23/9) merekomendasikan agar revisi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga membahas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2010 dan PP 23 Tahun 2011. Revisi ini harus dilakukan mengingat optimalisasi peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah tidak terlaksana dengan baik sejauh ini.

Kesan ini dirasakan hampir semua gubernur. Di Kaltim, Gubernur Awang Faroek Ishak pun mengalami hal serupa. Masih ada bupati yang enggan melakukan koordinasi  hanya karena alasan telah dipilih langsung oleh rakyat dan hanya akan bekerja untuk rakyat di daerah. Keengganan semacam ini, tentu saja secara tidak langsung telah menghilangkan peran dan fungsi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

“Ada bupati yang tidak mau hadir saat diundang gubernur untuk rapat koordinasi yang sangat penting, bahkan sampai berkali-kali. Hal seperti ini tidak akan terjadi jika posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat lebih dipertegas. Revisi UU 32 Tahun 2004 harus menegaskan hal ini,” kata Awang.

Demikian pula terkait efektifitas tindak lanjut hasil pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota. Pemerintah pusat dapat harus kembali merumuskan sanksi yang lebih tegas kepada bupati dan walikota agar dapat diterapkan secara konsisten  sehingga akan menjadi pembelajaran positif bagi kabupaten/kota lainnya.

Revisi UU 32 Tahun 2004 harus mempertegas kedudukan, kelembagaan dan peran gubernur dalam struktur organisasi di pemerintah pusat. Artinya juga harus ada penyempurnaan pada UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.  Struktur organisasi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat pun harus terpisah dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Sementara Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo yang juga menjabat sebagai Ketua APPSI menegaskan, pada intinya perlu ada sinergi antara kepemimpinan nasional dan daerah.  Jika kebijakan nasional dan daerah tidak berkorelasi, maka proses pembangunan akan bergerak stagnan dan tidak akan maksimal.

“Dalam kapasitas ini, para bupati dan walikota harus dapat memahami posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat yang melakukan fungsinya di daerah. Jika mereka tidak mau berkoordinasi, itu artinya mereka tidak mau bersinergi dengan pemerintah pusat. Tentu itu tidak baik. Kita semua setuju, revisi UU 32 Tahun 2004 juga harus menyertakan optimalisasi peran dan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah,” kata Yasin Limpo.

Peran dan tugas gubernur itu, termasuk juga untuk mengkoordinasikan kegiatan instansi-instansi pusat di daerah. (Humas Prov Kaltim/sul).

 

 

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014