Jakarta (ANTARA Kaltim) - Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Kaltim, menjadi salah satu topil penting dalam konsultasi Komisi I DPRD Kaltim di Kementerian Kehutanan, Kamis (14/8).

Hutan Kaltim yang oleh lembaga ini datanya masih menyatu dengan hutan Kalimantan Utara (kaltara). Dan itu tertuang pada SK Menhut No. 79/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan total seluas 14.651.553 hektare. Kawasan ini terdiri atas kawasan konservasi  2.165.198 ha, kawasan hutan lindung 2.751.792 Ha, kawasan hutan produksi tetap 4.612.965 Ha dan hutan produksi 5.121.688 Ha.

Jumlah itu diyakini berkurang sebagai konsekuensi SK Menhut 664/Menhut-II/2013  tentang perubahan RTRW Provinsi Kalimantan Timur yang menyetujui perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan seluas 4.95.621 ha. Hutan tersebut mengalami deforestasi dan degradasi karena di dalam kawasannya terdapat aktivitas penambangan batu bara melalui praktek pinjam pakai kawasan hutan.

Dari situ terjaring fakta ribuan hektare dari lahan itu, kondisinya kini berbenturan dengan masyarakat yang menggunakan areal hutan tanpa izin. Baik benturan dengan perusahaan pemegang IPPKH, maupun dengan pemerintah.

“Nah, izin pinjam pakai bagi perusahaan inilah yang mau kami pahami. Baik perusahaan ataupun bagi masyarakat. Jika terlanjur terbentuk pemukiman aktif yang produktif, apakah ada dispensasi atau protap tegas terkait penggunaan lahan hutan itu?” ungkap anggota rombongan Komisi I, Syarifah Masyitah Assegaf

Menurutnya, fakta itu cukub berdasar mengingat data rilisan Kementerian Kehutanan pada Februari 2014 di Kaltim terdapat  41 pemegang  Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Untuk kegiatan survei/ekpslorasi dan 71 perusahaan pemegang IPPKH untuk kegiatan operasi produksi dan nontambang.

Direktorat Penyuluhan dan Penetapan Kawasan Hutan Muhammad Said memaparkan, luas hutan Kaltim yang  digunakan untuk kegiatan eksplorasi sebesar 402.655,98 Ha, sementara untuk kegiatan operasi produksi kawasan hutan yang digunakan mencapai 191.343,04 Ha.

“Ada resiko deforetasi dan degradasi hutan merupakan dampak dari ketidakmampuan perusahaan pertambanganbatubara dalam mengembalikan kawasan hutan seperti semula yang berakibat pada timbulnya gangguan terhadap kualitas lingkungan hidup,” paparnya. Ditambahkannya, risiko itu termasuk terganggunya sistem tata air dan akses masyarakat terhadap hutan sehingga menunjukkan ketidakadilan dan akses masyarakat terhadap hutan, dan menunjukan ketidakadilan dan ketidakefisienan pemanfaatan sumber daya alam.

“Kuncinya adalah di kebijakan dan ketegasan pemerintah daerah dalam mengeluarkan izin. Restu Pangdam dan gubernur juga jadi syarat izin pinjam pakai.Belum lagi pertimbangan Kementerian ESDM. Setelah itu baru prosesnya di progress Kementrian Kehutanan. Tentu saja dengan syarat tertentu,” urainya.

Selain perusahaan menurut Said, kelompok tani boleh dapat IPPKH tetapi bukan perorangan.Melainkan dalam bentuk kelompok dan wajib mengantongi badan hukum atau koperasi. “Izinnya bisa di lintas daerah saja. Asal, arealnya kurang dari 10 hektare. Jadi tidak perlu pertimbangan Kementerian Kehutanan, tetapi cukup di SKPD terkait di daerah.Misalnya izin galian C yang cuma membutuhkan 5 sampaic10 hektare saja,” tambahnya.

Agar gesekan dengan masyarakat terhindarkan, idealnya, peran gubernur, bupati atau wali kota dalam penggunaan kawasan hutan harusmenempatkan persetujuan masyarakat  yang  direpresentasikan DPRD provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota sebagai syarat tambahan sebelum mengeluarkan rekomendasi IPPKH.

Lebih detail ia merunut beberapa skema vital terkait izin tersebut. Pertama skema olahan hutan temporer, statusnya jadi pinjam pakai. Jika skemanya permanen seperti perkebunan karet dan sawit statusnya dilepaskan. Ada skema yang mengizinkan masyarakat memanfaatkan lewat hutan tanaman rakyat dengan luasan 15 hektare untuk kelompok tani. Izinnya oleh bupati.

“Bahkan setiap orang dalam kelompok tani itu, bisa mendapat 15 hektare dengan jangka waktu 60 tahun dan bisa diperpanjang lagi 35 tahun. Memang agar terhindar gesekan denganpemerintah,  harus ada jaminan hak pemakaian oleh bupati,” sebutnya. (Humas DPRD Kaltim/adv/dhi/oke)


Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014