Pajak hiburan malam di Kota Balikpapan yang mencapai 60 persen disentil oleh Wakil Ketua DPRD Balikpapan Sabaruddin Panrecalle yang menurutnya terlalu tinggi.

"Di Jakarta yang 40 persen saja menuai kontroversi, namun di Balikpapan justru lebih tinggi," kata Sabaruddin di Balikpapan, Rabu (24/1).

Menurut Sabaruddin, tingginya pajak itu akibat daerah latah tanpa ada kajian dasarnya untuk menerapkan tarif pajak tersebut.

Maka, Sabaruddin meminta agar tarif pajak ini dievaluasi dan dikaji bersama-sama, sebab tingginya pajak itu dikhawatirkan para pengusaha bermain curang dalam pelaporan dan pembayaran pajak-nya.

"Bila kemudian masalah ini dianggap mendesak, mau tidak mau DPRD akan gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan minta Pemkot untuk menetapkan diantara angka 20,30 atau 40 persen," tuturnya.

"Kalau terlalu membebankan, ayo sama-sama kita merumuskan karena yang tidak bisa dievaluasi dan diubah itu hanya kitab suci, kalau UU dan peraturan lainnya itu-kan produk manusia, tentunya bisa diubah," sambungnya.

Pajak yang tinggi di Balikpapan ini juga diaminkan oleh Ketua Forum Komunikasi Tempat Hiburan Balikpapan (FKHB) Fendi Yacob, ia mengatakan bahwa penerapan pajak hiburan sesuai Perda Balikpapan sebesar 60 persen dianggap tidak berpihak pada pelaku usaha hiburan..

Lebih lagi saat dihadapkan pada situasi pandemi beberapa tahun lalu, hal itu menurutnya merupakan pukulan paling berat bagi para pelaku dan pekerja di sektor ini.

Ada pengusaha yang terpaksa merumahkan karyawan karena tidak ada pemasukan, sementara pengelola hiburan tetap harus taat membayar pajak meskipun pengunjung sepi.

Menyikapi itu, Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan Muhammad Idham mengatakan, aturan pajak itu sejatinya sudah berlaku sejak 2010 lalu, melalui Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2010 tentang pajak hiburan.

Perda itu dicetuskan era kepemimpinan Wali Kota (alm) H.Imdaad Hamid wali kota ke- 8 Kota Balikpapan yang menjabat selama dua periode yaitu 2001-2006 dan 2006-2011. Di era-nya itulah tercetus konsep Madinatul Iman untuk Kota Balikpapan.

Oleh sebab itu, perubahan tarif pajak hiburan terlebih hiburan malam masih tetap dipertahankan di angka 60 persen.

Dasar hukum yang terbit pada 2010 itu masih digunakan hingga sekarang. Secara akurat tarif itu dijelaskan pada Bab III pasal 6 yaitu untuk bioskop sebesar 20 persen dari harga tiket masuk, karaoke 45 persen dari omset.

Kemudian permainan ketangkasan 20 persen dari omset, bola sodok 35 persen dari harga tiket masuk, panti kebugaran 35 persen, dan Tempat Hiburan Malam (THM) yang meliputi pub, bar, maupun diskotek sebesar 60 persen dari tiket masuk.

Sementara itu yang bersifat insidentil seperti pameran, pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, Wahana Wisata Air (Waterpark), seluncur (Ice Skating), komedi putar, pasar malam, hiburan insidental dan pertandingan olahraga dikenakan pajak sebesar 15 persen dari harga tiket masuk.

Kemudian untuk pagelaran musik tari 25 persen dari harga tiket masuk, serta pacuan kuda dan kendaraan bermoto 30 persen dari harga tiket masuk.

Lanjut Idham, pajak hibruan khususnya hiburan malam di Kota Balikpapan sebenarnya bukan yang tertinggi di Indonesia, mengingat masih ada Kota Depok dan Kabupaten Bogor yang menerapkan pajak hingga 70 persen.

"Oleh sebab itu penerapan masih aman, dan dari pengusaha juga paham. Kalaupun mau dibahas di RDP ya silahkan saja, tapi mengubah itu butuh waktu dan proses serta kajian, sedangkan kami ingin mempertahankan konsep Madinatul Iman," ungkapnya.

Sementara itu, Pemerintah Pusat tengah merencanakan untuk menaikkan sejumlah pajak hiburan sebesar 40-75 persen usai disahkan-nya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

"Bila itu diterapkan, tidak begitu menjadi masalah, karena pada Perda sudah sesuai," ujarnya.

Hal itu, kata Idham hanya menjadi kontroversi di Kota Jakarta dan Bali, untuk di Bali menurutnya sebagai kota spa tentu sangat berdampak.

"Yang tadinya 10 persen, maka dengan UU yang baru akan naik menjadi 40 persen, di Balikpapan tidak ada kontroversi," tuturnya.

Kontroversi soal kenaikan tarif pajak sempat tersebar di Jakarta oleh artis dangdut, Inul Daratista dan pengacara kondang Hotman Paris yang memprotes pemerintah dengan adanya penetapan pajak hiburan sebesar 40–75 persen.

Namun, Akhirnya dalam penyampaian Hotman di Media Sosial (Medsos) mengatakan, pada Jumat (19/1) telah diadakan rapat kabinet yang dihadiri langsung oleh presiden dan disepakati bahwa pemerintah daerah boleh kembali kepada tarif pajak yang lama.

Bahkan boleh mengurangi nilai penarikan pajak sesuai pasal 101 UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). 

Pewarta: Muhammad Solih Januar

Editor : M.Ghofar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024