Samarinda (ANTARA Kaltim) - Jika selama ini kulit udang dan kulit kepiting hanya menjadi limbah yang tidak ternilai, maka berbeda halnya dengan dunia usaha marketing di bidang kesehatan yang bisa mengubahnya menjadi ladang ekonomi bernilai jual tinggi.

Hal tersebut diketahui ketika Komisi II DPRD Kaltim yang terdiri dari Ali Hamdi, Syarif Almahdali dan Ichruni Lutfi Sarasakti, melakukan kunjungan kerja ke Balai Bioteknologi Bogor, Rabu (16/4) lalu.

Menurut Syarif kunjungan kerja itu dilakukan agar DPRD mengetahui berbagai potensi pertanian dalam arti luas yang bisa dikembangkan sehingga tidak lagi terfokus kepada pengembangan kelapa sawit yang selama ini masih menjadi primadona.

“Balai Bioteknologi Bogor dipercaya pemerintah pusat untuk terus melakukan penelitian dalam bidang pertanian dan perkebunan. Oleh sebab itu kami ke sana. Hasilnya memang sangat memuaskan dan dapat berbagai informasi penting terhadap daerah Kaltim,”tutur Syarif.

Seperti diketahui Spirulina adalah ganggang biru hijau yang sangat kaya akan protein vitamin, mineral dan nutrisi paling lengkap dan alami di dunia. Spirulina mengandung zat besi lebih banyak di banding sayuran.

Ia menambahkan di zaman sekarang ini, Spirulina oleh beberapa produsen produk kesehatan dan kecantikan Asia dan dunia dikemas dalam bentuk bubuk atau bahkan tablet. Sehingga lebih mudah diterima masyarakat.

“Potensi ini sangat besar dan bernilai. Saya optimistis ini bisa dikembangkan di daerah, karena informasi yang didapat cocok bagi alam Kaltim. Yang tidak kalah pentingnya adalah pangsa pasarnya cukup menjanjikan, mengingat masyarakat dunia terutama di Indonesia sudah banyak yang mengonsumsinya,” imbuh Syarif.

Politisi asal PBB juga menjelaskan selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak atau untuk industri makanan seperti pembuatan kerupuk udang. Padahal limbah kulit udang dapat diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut menghasilkan chitosan yang memiliki banyak manfaat dalam bidang industri. Antara lain adalah sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (nontoksid) pengganti formalin.

Syarif menyebutkan chitosan adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet makanan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan. Di samping memang ada beberapa unsur didalamnya yang sangat baik bagi organ tubuh manusia.

“Secara geografis Kaltim merupakan kawasan maritim sehingga potensi ekspor hasil perairan baik udang, kepiting hingga berbagai jenis ikan tumbuh subur. Untuk kulit udang dan kepiting di Tarakan misalnya, hanya dibuang. Kalau memang masyarakat di sana mengetahui bagaimana bisa dijadikan hal yang berekonomi tinggi, tentu mereka akan antusias,” tegas Syarif.

Guna menindaklajuti hal tersebut, Komisi II DPRD akan memanggil dinas terkait untuk membicarakan lebih serius lagi bahkan membahas kemungkinan akan dibangun kerja sama dengan Balai Bioteknologi Bogor dan lembaga pendidikan lainnya yang berkompeten. (Humas DPRD kaltim/adv/bar/met)

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014