Samarinda (ANTARA Kaltim) - Provinsi Kalimantan Timur nampaknya menjadi sasaran empuk peredaran gelap narkoba dari berbagai negara yang diduga melibatkan sindikat internasional. Ini terbukti dengan semakin banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba yang berhasil diungkap akhir-akhir ini.

Kini Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi salah provinsi tujuan utama pemasaran barang haram khususnya shabu. Sepanjang 2013 setidaknya lebih dari 18 kilogram shabu yang berhasil ditangkap oleh petugas kepolisian maupun bea cukai.

Kalau dihitung harga 1 kilogram shabu dengan harga Rp2 miliar, berarti nilai 18 kilogram barang haram itu mencapai Rp36 miliar. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, sebanyak 12,9 kilogram.

Kondisi ini cukup memprihatinkan, karena menurut data terakhir Badan Narkotika Provinsi (BNP) Kaltim sebanyak 120 ribu orang diantaranya terlibat kasus penyalahgunaan narkoba atau mencapai 3 persen dari jumlah penduduka Kaltim sekitar 4 juta jiwa lebih.

Kondisi ini mengundang keprihatinan berbagai pihak tak terkecuali Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, karena yang menjadi korban kasus penyalahgunaan narkoba itu mulai dari kalangan pelajar, pengawai negeri sipil hingga karyawan swasta.

"Terus terang saya prihatin melihat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Kaltim yang dipenuhi tahanan kasus Narkoba. Idealnya pengguna dimasukkan pada pusat rehabilitasi supaya sembuh dari ketergantungan," katanya.

Karena itu ia menghendaki para orang tua meningkatan pangawasan dan kontrol terhadap anak-anaknya guna menghindari terjerumus dalam kasus penyalahgunaan Narkoba, sebab ada kecenderungan anak-anak terjerumus menjadi pengguna barang haram itu akibat salah pergaulan akibat pengawasan para orang tua lemah.

Menurut Awang, prinsip pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan gelap Narkoba ke depan adalah bagaimana mengantisipasi generasi muda agar tidak terjerumus, karena peredaran gelap Narkoba meningkat karena penyalahgunaannya meningkat.

"Salah satu upaya yang harus dilakukan sekarang adalah mencegah peningkatan jumlah korban. Salah satunya menuntut peran aktif orang tua untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas anak," katanya.

Peningkatan pengaWasan itu, menurut Awang, antara lain melihat pergaulan anak dengan mengetahui teman dan tempat ngumpulnya. Dengan cara itu para orang tua bisa meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas anak.

"Jika teman mereka bergaul anaknya kurang benar tentu memudahkan upaya pengawasan dengan membatasi pergaulan anak-anak. Saat pergaulan anak baik, kita mereka yakin tidak akan terlibat kasus penyalahgunaan Narkoba," katanya.

Tidak hanya untuk anak. Peran pencegahan juga bisa dilakukan kepada keluarga terdekat. Intinya semua pihaknya diminta bertanggungjawab menyelamatkan keluarga dan lingkungannya agar tidak terjerumus dalam kasus penyalahgunaan Narkoba.

Setelah pencegahan, kata Awang, hal lain yang tidak kalah pentingnya penyembuhan. Ini untuk membebaskan korban penyalahgunaan Narkoba dari ketergantungan melalui upaya rehabilitasi.

Awang mengaku bersyukur Provinsi Kaltim sudah memiliki pusat rehabilitasi yang sebentar lagi diresmikan di Samarinda. Termasuk ke depan menjadikan gedung bekas RSUD AM Parikesit Tenggarong yang akan dipindah menjdai pusat rehabilitasi Narkoba, sehingga diharapkan tidak ada lagi korban Narkoba masuk Lapas digabungkan dengan kasus kejahatan lain.

Banyak pihak menilai wajar Provinsi Kaltim menjadi sasaran peredaran gelap narkoba. Perbedaan harga narkoba yang cukup mencolok dibanding daerah lain di Tanah Air mendorong pasokan barang haram itu ke provinsi ini kian deras.

Tak mengherankan Provinsi Kaltim masih bertahan sebagai provinsi tertinggi ketiga dalam kasus peredaran gelap narkoba di Indonesia

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kaltim Irjen Dicky Atotoy, pengungkapan kasus narkoba meningkat karena kerja sama masyarakat serta instansi terkait seperti TNI dan bea cukai yang semakin baik.



18 kilogram

Sepanjang tahun 2013 Polda Kaltim menyita barang bukti sebanyak 18 kilogram shabu, 1,7 kilogram ganja, ratusan ribu butir obat-obatan berbahaya serta 1.325 butir ekstasi dari 766 kasus peredaran gekap narkoba di Kaltim.

"Semua ikut andil dalam pengungkapan kasus penyalahguaan narkoba tersebut. Selain barang bukti dan jumlah tersangka meningkat. Kalau soal narkoba, sudah saya instruksikan kepada seluruh jajaran agar diungkap, ditangkap, dan diproses," katanya).

Kabupaten/kota dengan kasus narkoba tertinggi di Kaltim Kota Samarinda, Balikpapan dan Kota Tarakan serta Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur. Status tersangka yang sudah ditangkap mulai bandar, pemakai hingga kurir.

Modus operandi para sindikat narkoba, antara lain, mengirim melalui jasa pengiriman barang dengan menggunakan alamat pengirim dan penerima fiktif.

Narkoba diambil kurir, kemudian diantar ke suatu tempat tertentu. Lalu, diambil orang suruhan. Karena itu, mata rantai penyelundupan narkoba bisa melalui lebih dari lima orang, baru sampai ke pemilik asli atau bandar besar.

Ada pula yang menggunakan modus dengan menyuruh kurir membawa shabu dari kota tertentu.

Badan Narkotika Provinsi (BNP) Kaltim menyatakankan kalangan pekerja baik swasta maupun pegawai negeri di daerah ini cukup rentan terlibat dalam penyalahgunaan peredaran gelap narkoba.

Alasannya sebagian besar kasus penyalahgunaan narkoba didominasi oleh kalangan pekerja. Dari data yang dimiliki BNP Kaltim, sekitar 70 persen dari kasus penyalahguna narkoba di kaltim merupakan kalangan pekerja.

Derasnya Narkoba masuk melalui wilayah perbatasan khususnya Kabupaten Nunukan memunculkan tudingan bahwa negara tetangga terkesan membiarkan barang haram itu masuk ke Indonesia melalui Kabupaten Nunukan.

Kepala BNP Kaltim Kombes Pol Agus Gatot Purwanto, menilai pengungkapan penyelundupan shabu dengan total berat 7,95 kilogram di utara Borneo seperti di Sebatik bukan berarti ada pembiaran dari pemerintah Malaysia.

Dia yakin tidak ada kesengajaan memberi jalan keluar peredaran shabuu menuju Indonesia. Ia uga menampik kekhawatiran, jangan-jangan ini "upaya" Malaysia menghancurkan generasi muda di Tanah Air.

"Saya pikir itu tidak mungkin. Penyelundup pasti takut dengan ancaman yang sangat berat di sana," katanya.

Agus menyebut, dalam peredaran narkoba, Indonesia dianggap sebagai pasar bagus karena disparitas harga yang cukup jauh. Dia mencontohkan harga 1 gram shabu di Afghanistan sekitar Rp50 ribu. Di Indonesia, harga satu gram mencapai jutaan rupiah.

"Dengan kondisi seperti itu, mereka tentu berani menempuh perjalanan panjang ke Indonesia. Bisa jadi Kalimantan ini hanya jalur lewat," ujarnya.

Sementara dalam skala nasional, disparitas harga juga terjadi. Kaltim diduga menjadi provinsi dengan harga narkoba paling mahal.

Informasi dari pemakai yang masuk program penyembuhan BNN. Di Jakarta, 1 gram serbuk putih itu Rp 1,7 juta sementara di Kaltim bisa mencapai Rp2,5 juta. Pengedar yang membeli barang haram dari ibu kota bisa dapat untung besar dengan menjual kembali di Kaltim.

Menurut Agus, harga jual yang tinggi di Kaltim karena kondisi provinsi ini dikenal kaya. Pelaku bisnis ilegal melihat penduduk Kaltim punya pendapatan tinggi sehingga dijadikan target utama.

"Memang belum ada informasi yang pasti provinsi mana yang harga narkobanya paling mahal," ujarnya.

Peredaran gelap narkoba di Kaltim memang tinggi. Secara nasional, provinsi ini berada di peringkat ketiga tertinggi sejak 2012. Kaltim hanya di bawah DKI Jakarta dan Kepulauan Riau.

Di Jakarta ada 7 persen pengguna, sementara Kaltim 3,1 persen. Meski masuk urutan tiga besar, namun Agus optimistis target Kaltim Zero Narkoba pada 2015 tercapai.

"Kalau sekarang 3,1 persen kemudian bisa turunkan 3 persen saja, itu sudah bisa dibilang zero. Atau jadi 2,9 persen. Minimal tidak bertambah sudah bagus," ujarnya. (*)

Pewarta: Masnun Masud

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014