Samarinda(ANTARA Kaltim) – Tema kesejahteraan perbatasan, tetap menjadi topik perhatian DPRD Kaltim. Konsepnya yang belum merata menandakan pemerintahan Kaltim masih harus banyak berbenah. Padahal dari banyak sisi, wilayah perbatasan Kaltim sangat potensial menjadi sentra perekonomian.

Salah satu legislator Karang Paci yang tergolong rajin memelototi kinerja Pemprov Kaltim terkait kesejahteraan perbatasan adalah Pdt Yefta Berto.

Menurutnya, perlu perhatian lebih pada wilayah perbatasan. Langkah-langkah strategis untuk mengembangkan wilayah perbatasan baik perbatasan laut maupun daratan terkait semangat untuk perubahan harus dilaksanakan mengingat tingkat kesejahteraan warga di masing-masing daerah sangat bervariasi.

Kaltim berbatasan  dengan  Negara  Bagian  Serawak  dan Sabah (Malaysia). Rincinya ada tiga kabupaten yaitu  Kutai Barat, Malinau, dan Nunukan. Dari tiga daerah ini 13 kecamatan  di antaranya berbatasan langsung dengan Sabah dan Serawak, yang meliputi sebanyak 249  desa.
 
Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sabah dan Serawak misalnya Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai di Kabupaten Kutai  Barat, Kayan Ulu, Kayan  Hilir,  Kayan  Selatan,  Bahau  Hulu  dan  Pujungan  di Kabupaten Malinau  serta  Krayan,  Krayan  Selatan, Lumbis, Sebuku, Nunukan  dan  Sebatik  di  Kabupaten  Nunukan.

Wilayah  perbatasan  tersebut  merupakan  perbatasan daratan  kecuali  di  Nunukan  yang  berbatasan  laut  dengan  Kota  Tawao  di  Negeri  Sabah, dengan  panjang  garis  perbatasan  keseluruhan  mencapai 1.038 km.

Data juga menyebutkan Kabupaten  Malinau  merupakan  kabupaten  yang berpenduduk  paling  jarang  dengan  kepadatan  rata-rata hanya 1,37 jiwa/km2. Jumlah penduduk miskin secara relatif terbanyak ada di Kabupaten  Malinau  dengan  jumlah penduduk  miskin  sebesar  52,23 %,  kemudian  Kabupaten Nunukan sebesar  51,71%,  dan  Kutai  Barat  sebesar  26,06 %.  Secara  absolut  jumlah  penduduk  miskin  terbanyak adalah  Kabupaten Nunukan  sebanyak  61.388  jiwa, kemudian Kutai  Barat  sebanyak  42.991  jiwa,  kemudian Malinau sebanyak 30.926 jiwa.

Diuraikan Yefta, kuantitas penduduk dan luas wilayah perbatasan, sebenarnya memiliki potensi strategis bagi berkembangnya kegiatan perdagangan internasional yang saling menguntungkan.
“Kawasan perbatasan berpotensi besar menjadi pusat pertumbuhan wilayah yang pada gilirannya akan memberikan peluang bagi peningkatan kegiatan produksi yang berimplikasi pada berbagai efek pengganda,” ucapnya.

Politikus Partai Damai Sejahtera (PDS) ini menyebutkan, melihat kondisi secara objektif harus diakui saat ini kawasan perbatasan belum dikelola secara baik. “Belum ada konsep pembangunan yang jelas, komprehensif dan integratif. Kegiatan pembangunan yang ada masih berupa rencana pembangunan parsial dengan pendekatan yang sangat sektoral,” sebutnya.

Indikasi ini semakin menguat manakala dihadapkan perbedaan tingkat kesejahteraan yang mencolok antara masyarakat perbatasan dengan masyarakat yang lainnya, terutama dengan masyarakat dari negara yang berbatasan.

“Kondisi ini menunjukkan betapa berbedanya perlakuan pemerintah kedua negara terhadap wilayah perbatasan masing-masing. Hal ini selanjutnya menimbulkan dampak yang berbeda bagi bagi masing-masing negara.

Sebagai contoh, Malaysia dengan upaya yang lebih serius dalam menangani wilayah perbatasan dapat menjaga berbagai kemungkinan buruk akibat berbagai aktivitas yang terjadi di wilayah tersebut. Hal ini sulit dicapai oleh pemerintah Indonesia,” tutur politikus asal daerah pemilihan utara Kaltim ini.

Selain itu, kurang ketatnya penjagaan perbatasan dapat menimbulkan dampak negatif, termasuk kemungkinan terjadinya penyelundupan barang, dan bahkan bukan tidak mungkin juga manusia di wilayah perbatasan.

Terkait kesejahteraan masyarakat di perbatasan, kuncinya adalah pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah yang dilakukan secara signifikan, sistematis dan terencana untuk meningkatkan kemandirian sosial dan ekonomi masyarakat.

“Dengan program ini diharapkan tingkat produktivitas masyarakat meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup dan menekan angka kemiskinan, namun tentu saja semua itu tidak akan terwujud tanpa ada keseriusan dari pemerintah baik daerah maupun pusat,” kata anggota Komisi I DPRD Kaltim ini. (Humas DPRD Kaltim/adv/lin/dhi/met)

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013