Setelah petualangan Manchester City dalam Liga Champions musim ini dihentikan Real Madrid dalam semifinal 4 Mei lalu, muncul anggapan semua ini terjadi karena City tak memiliki penyerang tengah.
Padahal salah satu fondasi keberhasilan City sebelum ini adalah adanya striker murni dalam skuad, khususnya Sergio Aguero yang tengah dibuatkan patungnya guna mengenang sumbangsih besar pemain ini untuk The Citizens.
Rupanya analisis ini tegak lurus dengan penilaian manajemen Manchester Biru sekalipun empat hari setelah disingkirkan Real Madrid, pasukan Pep Guardiola menyarangkan lima gol tanpa balas ke gawang Newcastle United dalam pertandingan liga.
Dua hari setelah laga itu, pada 10 Mei, Man City menyatakan telah merekrut seorang striker murni yang sangat eksplosif dan super produktif, bernama Erling Braut Haaland dari Borussia Dortmund.
Perekrutan Haaland tu membuat orang membayangkan apa jadinya Man City nanti ketika yang sekarang saja sudah demikian dahsyat.
Bagaimana tidak, Man City yang hebat dan kreatif namun kadang kesulitan memanfaatkan peluang seperti terjadi 15 Mei lalu saat melawan West Ham United, kini diperkuat striker tinggi besar nan tangguh berusia 21 tahun yang selama empat musim terakhir rata-rata mencetak lebih dari satu gol per pertandingan.
Banyak yang yakin City akan makin mengerikan sehingga akan kian mendominasi Liga Premier, dan akhirnya bisa membuat City berjaya dalam Liga Champions.
Untuk Pep Guardiola pribadi, Haaland bisa menjadi jawaban untuk kegagalannya dalam mengantarkan tim-tim luar Barcelona dalam mencapai aras tertinggi Liga Champions setelah gagal pula mempersembahkan gelar ini kepada Bayern Muenchen.
Sebelum dua musim terakhir ini kritik dilontarkan kepada City bahwa mereka memang hebat dalam mencetak gol namun barisan belakang mereka juga tak kalah produktif kemasukan gol dari lawan.
Mereka kemudian merekrut bek tengah ideal sesuai dengan kebutuhan mereka ketika Ruben Dias bergabung dari Benfica pada 29 September 2020. Dias telah mengubah lini belakang City sulit ditembus lawan, sampai disamakan dengan pengaruh Virgil van Dijk terhadap Liverpool.
Tapi City kini merasa membutuhkan lagi striker seperti Aguero, setelah gagal dalam lima musim di bawah Guardiola yang sebenarnya berhasil mengantarkan The Citizens dua kali masuk semifinal Liga Champions dan sekali final yang merupakan sejarah bagi klub ini.
Yang menjadi pertanyaan, apakah Haaland pemain yang dibutuhkan City? Apa jaminannya dia tak akan sama dengan -perekrutan besar lainnya sebelum dia, Jack Grealish, yang musim ini lebih sering berada di bangku cadangan?
Lalu, apakah curriculum vitae Halland yang mentereng di Bundesliga bakal sebangun dengan yang akan dicapainya di Liga Premier, mengingat banyak alumnus Liga Jerman yang berkinerja tidak semengkilap tatkala tak lagi di Bundesliga.
Sebutlah Timo Werner, Kai Havertz dan Christian Pulisic di Chelsea, Jadon Sancho di Manchestger United, Ousmane Dembele di Barcelona, atau Luka Jovic di Real Madrid.
Sudah fenomenal
Tapi sejak sebelum bergabung dengan Dortmund dari Red Bull Salzburg, Haaland sudah fenomenal.
Bersama Borussia Dortmund dia hampir selalu mencetak gol dalam setiap pertandingan. Statistiknya adalah rata-rata 0,92 gol bukan tendangan penalti per 90 menit bertanding. Total dia mencetak 140 gol untuk klub dan negara sebelum usianya genap 22 tahun.
Haaland diyakini masih akan terus bersinar, apalagi bakal mendapatkan rekan-rekan satu tim yang lebih hebat di Manchester City. Kenyataannya dia bahkan belum mencapai usia puncak.
Mengutip laman media olahraga The Athletic, pencetak gol terbanyak sepanjang masa Liga Inggris, Alan Shearer, sampai yakin Haaland akan mencetak 40 gol musim depan. Angka ini melampaui rekor 32 gol dalam satu musim yang dicetak Mohamed Salah pada musim 2017-2018.
Namun, seperti sudah dirasakan Werner, Havertz, Pulisic dan Sancho, Liga Inggris bisa menjadi neraka untuk para alumnus Liga Jerman, termasuk Haaland.
Keraguan itu di antaranya didasarkan kepada gaya bermain pesepakbola di Liga Premier.
Meskipun Haaland mungkin berbeda dari Werner, Havertz, Pulisic, Sancho, Dembele atau Jovic, ada pertanyaan apakah striker Norwegia ini bisa mengatasi atmosfer permainan Liga Inggris yang berbeda dengan Bundesliga di mana kebanyakan timnya bermain terbuka sehingga menciptakan ruang lapang bagi striker-striker seperti Haaland untuk bermanuver.
Chelsea yang sempat berusaha merekrut Haaland, ragu "apakah gaya bermain Haaland cocok dengan Liga Premier mengingat ruang bagi pemain depan saat menyerang dan berlari lebih sempit ketimbang di Bundesliga."
Kecepatan berlari Haaland bisa mencapai 36,3 km per jam. Dortmund sendiri bukan tim berorientasi serangan balik di mana biasanya tim seperti ini mengandalkan striker berlari cepat.
Dortmund rata-rata 59 persen menguasai bola dan membawa bola ke daerah lawan dalam kecepatan 1,48 meter per detik. Di Jerman, statistik Dortmund ini adalah yang terendah. Sebaliknya di Inggris, statistik ini termasuk kelas menengah. City yang eksplosif saja memiliki kecepatan menyalurkan bola ke depan hanya 1,08 meter per detik.
Artinya, City tak cepat-cepat menusuk lawan sekalipun mendominasi bola. Tapi dengan strategi ini membuat lawan mundur mengonsentrasikan kekuatan di belakang.
Situasi ini bisa menyulitkan Haaland bola sangat jarang dialirkan ke depan lewat atas, melainkan dari umpan-umpan pendek kaki ke kaki secara menyusur.
Namun postur tinggi besar Haaland yang bisa menguntungkan City karena bisa meneruskan bola-bola atas di depan gawang lawan.
Statistik Liga Premier sendiri menunjukkan 19 persen gol yang diciptakan para penyerang tengah liga ini berasal dari sundulan. Angka di Man City sendiri mencapai 17 persen. Tapi selama di Dortmund, gol Haaland dari sundulan hanya 10 persen.
Faktor Guardiola
Dua musim terakhir Guardiola berhasil membangun tim yang juga hebat dalam bertahan.
Keadaan ini tercipta bukan saja karena dukungan bek tengah yang tangguh, namun juga oleh sistem serangan yang hati-hati yang selain tajam menusuk namun juga menutup peluang lawan merebut bola untuk melancarkan serangan balik.
Dalam pola bermain seperti ini, semua pemain diharuskan aktif menekan, sekaligus aktif membantu pertahanan, termasuk striker murni sekalipun.
Kondisi ini membuat pemain-pemain City diharuskan memiliki kemampuan tinggi dalam mengumpan rekan-rekannya. Dan bisa menjadi bumerang bagi Haaland karena sepanjang bermain hanya memiliki satu tujuan, yakni menciptakan gol.
Haaland memang kerap membantu rekannya saat menekan, namun bukan lewat umpan, melainkan dari gerakan tanpa bola.
Tapi Haaland tak perlu terlalu cemas karena Guardiola sepertinya tahu betul apa yang harus dilakukan kepada Haaland. Guardiola pernah memoles striker seperti Haaland. Orang itu adalah Sergio Aguero.
Perlahan tapi pasti Guardiola mengubah karakter Aguero. Dia tak lagi cuma penyerang tengah, tetapi juga pemain yang setiap waktu siap meninggalkan posnya guna membantu timnya baik saat membangun serangan maupun ketika harus bertahan.
Jika Haaland bisa berubah seperti Aguero, Guardiola akan mendapatkan era yang bisa lebih baik dari musim ini dan sebelumnya. Tangguh di belakang, dominan di tengah dan semakin maut di depan.
Ini artinya, City bisa melangkah lebih jauh lagi dalam Liga Champions atau bisa lebih sulit dikejar Liverpool di Liga Inggris.
Masalahnya, Haaland dikenal tak cukup pandai mengolah dan mengoper bola. Haaland, menurut Dani Alves, tak selengkap Kylian Mbappe yang tak saja pandai mencetak gol, namun juga piawai mengumpan dan merancang assist, selain sigap membantu timnya meneror lawan saat menguasai bola.
Guardiola sendiri pernah merekrut striker tinggi besar seperti Haaland ketika membawa Zlatan Ibrahimovic bergabung dengan Barcelona pada 2009.
Ibrahimovic tak memenuhi ekspektasi Guardiola karena dia tak mau berkorban demi rekan-rekannya, khususnya Lionel Messi.
Haaland mungkin tak egoistis seperti Ibrahimovic, tapi dia perlu waktu panjang untuk menjadi striker yang juga pandai mengumpan seperti Aguero.
Beruntung, Haaland akan dikelola pelatih bertangan dingin yang kerap berhasil mengubah pemain menjadi lebih baik dan lebih lengkap.
Oleh karena itu, Guardiola tetap faktor penentu seperti apa Manchester City saat bersama Haaland.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022
Padahal salah satu fondasi keberhasilan City sebelum ini adalah adanya striker murni dalam skuad, khususnya Sergio Aguero yang tengah dibuatkan patungnya guna mengenang sumbangsih besar pemain ini untuk The Citizens.
Rupanya analisis ini tegak lurus dengan penilaian manajemen Manchester Biru sekalipun empat hari setelah disingkirkan Real Madrid, pasukan Pep Guardiola menyarangkan lima gol tanpa balas ke gawang Newcastle United dalam pertandingan liga.
Dua hari setelah laga itu, pada 10 Mei, Man City menyatakan telah merekrut seorang striker murni yang sangat eksplosif dan super produktif, bernama Erling Braut Haaland dari Borussia Dortmund.
Perekrutan Haaland tu membuat orang membayangkan apa jadinya Man City nanti ketika yang sekarang saja sudah demikian dahsyat.
Bagaimana tidak, Man City yang hebat dan kreatif namun kadang kesulitan memanfaatkan peluang seperti terjadi 15 Mei lalu saat melawan West Ham United, kini diperkuat striker tinggi besar nan tangguh berusia 21 tahun yang selama empat musim terakhir rata-rata mencetak lebih dari satu gol per pertandingan.
Banyak yang yakin City akan makin mengerikan sehingga akan kian mendominasi Liga Premier, dan akhirnya bisa membuat City berjaya dalam Liga Champions.
Untuk Pep Guardiola pribadi, Haaland bisa menjadi jawaban untuk kegagalannya dalam mengantarkan tim-tim luar Barcelona dalam mencapai aras tertinggi Liga Champions setelah gagal pula mempersembahkan gelar ini kepada Bayern Muenchen.
Sebelum dua musim terakhir ini kritik dilontarkan kepada City bahwa mereka memang hebat dalam mencetak gol namun barisan belakang mereka juga tak kalah produktif kemasukan gol dari lawan.
Mereka kemudian merekrut bek tengah ideal sesuai dengan kebutuhan mereka ketika Ruben Dias bergabung dari Benfica pada 29 September 2020. Dias telah mengubah lini belakang City sulit ditembus lawan, sampai disamakan dengan pengaruh Virgil van Dijk terhadap Liverpool.
Tapi City kini merasa membutuhkan lagi striker seperti Aguero, setelah gagal dalam lima musim di bawah Guardiola yang sebenarnya berhasil mengantarkan The Citizens dua kali masuk semifinal Liga Champions dan sekali final yang merupakan sejarah bagi klub ini.
Yang menjadi pertanyaan, apakah Haaland pemain yang dibutuhkan City? Apa jaminannya dia tak akan sama dengan -perekrutan besar lainnya sebelum dia, Jack Grealish, yang musim ini lebih sering berada di bangku cadangan?
Lalu, apakah curriculum vitae Halland yang mentereng di Bundesliga bakal sebangun dengan yang akan dicapainya di Liga Premier, mengingat banyak alumnus Liga Jerman yang berkinerja tidak semengkilap tatkala tak lagi di Bundesliga.
Sebutlah Timo Werner, Kai Havertz dan Christian Pulisic di Chelsea, Jadon Sancho di Manchestger United, Ousmane Dembele di Barcelona, atau Luka Jovic di Real Madrid.
Sudah fenomenal
Tapi sejak sebelum bergabung dengan Dortmund dari Red Bull Salzburg, Haaland sudah fenomenal.
Bersama Borussia Dortmund dia hampir selalu mencetak gol dalam setiap pertandingan. Statistiknya adalah rata-rata 0,92 gol bukan tendangan penalti per 90 menit bertanding. Total dia mencetak 140 gol untuk klub dan negara sebelum usianya genap 22 tahun.
Haaland diyakini masih akan terus bersinar, apalagi bakal mendapatkan rekan-rekan satu tim yang lebih hebat di Manchester City. Kenyataannya dia bahkan belum mencapai usia puncak.
Mengutip laman media olahraga The Athletic, pencetak gol terbanyak sepanjang masa Liga Inggris, Alan Shearer, sampai yakin Haaland akan mencetak 40 gol musim depan. Angka ini melampaui rekor 32 gol dalam satu musim yang dicetak Mohamed Salah pada musim 2017-2018.
Namun, seperti sudah dirasakan Werner, Havertz, Pulisic dan Sancho, Liga Inggris bisa menjadi neraka untuk para alumnus Liga Jerman, termasuk Haaland.
Keraguan itu di antaranya didasarkan kepada gaya bermain pesepakbola di Liga Premier.
Meskipun Haaland mungkin berbeda dari Werner, Havertz, Pulisic, Sancho, Dembele atau Jovic, ada pertanyaan apakah striker Norwegia ini bisa mengatasi atmosfer permainan Liga Inggris yang berbeda dengan Bundesliga di mana kebanyakan timnya bermain terbuka sehingga menciptakan ruang lapang bagi striker-striker seperti Haaland untuk bermanuver.
Chelsea yang sempat berusaha merekrut Haaland, ragu "apakah gaya bermain Haaland cocok dengan Liga Premier mengingat ruang bagi pemain depan saat menyerang dan berlari lebih sempit ketimbang di Bundesliga."
Kecepatan berlari Haaland bisa mencapai 36,3 km per jam. Dortmund sendiri bukan tim berorientasi serangan balik di mana biasanya tim seperti ini mengandalkan striker berlari cepat.
Dortmund rata-rata 59 persen menguasai bola dan membawa bola ke daerah lawan dalam kecepatan 1,48 meter per detik. Di Jerman, statistik Dortmund ini adalah yang terendah. Sebaliknya di Inggris, statistik ini termasuk kelas menengah. City yang eksplosif saja memiliki kecepatan menyalurkan bola ke depan hanya 1,08 meter per detik.
Artinya, City tak cepat-cepat menusuk lawan sekalipun mendominasi bola. Tapi dengan strategi ini membuat lawan mundur mengonsentrasikan kekuatan di belakang.
Situasi ini bisa menyulitkan Haaland bola sangat jarang dialirkan ke depan lewat atas, melainkan dari umpan-umpan pendek kaki ke kaki secara menyusur.
Namun postur tinggi besar Haaland yang bisa menguntungkan City karena bisa meneruskan bola-bola atas di depan gawang lawan.
Statistik Liga Premier sendiri menunjukkan 19 persen gol yang diciptakan para penyerang tengah liga ini berasal dari sundulan. Angka di Man City sendiri mencapai 17 persen. Tapi selama di Dortmund, gol Haaland dari sundulan hanya 10 persen.
Faktor Guardiola
Dua musim terakhir Guardiola berhasil membangun tim yang juga hebat dalam bertahan.
Keadaan ini tercipta bukan saja karena dukungan bek tengah yang tangguh, namun juga oleh sistem serangan yang hati-hati yang selain tajam menusuk namun juga menutup peluang lawan merebut bola untuk melancarkan serangan balik.
Dalam pola bermain seperti ini, semua pemain diharuskan aktif menekan, sekaligus aktif membantu pertahanan, termasuk striker murni sekalipun.
Kondisi ini membuat pemain-pemain City diharuskan memiliki kemampuan tinggi dalam mengumpan rekan-rekannya. Dan bisa menjadi bumerang bagi Haaland karena sepanjang bermain hanya memiliki satu tujuan, yakni menciptakan gol.
Haaland memang kerap membantu rekannya saat menekan, namun bukan lewat umpan, melainkan dari gerakan tanpa bola.
Tapi Haaland tak perlu terlalu cemas karena Guardiola sepertinya tahu betul apa yang harus dilakukan kepada Haaland. Guardiola pernah memoles striker seperti Haaland. Orang itu adalah Sergio Aguero.
Perlahan tapi pasti Guardiola mengubah karakter Aguero. Dia tak lagi cuma penyerang tengah, tetapi juga pemain yang setiap waktu siap meninggalkan posnya guna membantu timnya baik saat membangun serangan maupun ketika harus bertahan.
Jika Haaland bisa berubah seperti Aguero, Guardiola akan mendapatkan era yang bisa lebih baik dari musim ini dan sebelumnya. Tangguh di belakang, dominan di tengah dan semakin maut di depan.
Ini artinya, City bisa melangkah lebih jauh lagi dalam Liga Champions atau bisa lebih sulit dikejar Liverpool di Liga Inggris.
Masalahnya, Haaland dikenal tak cukup pandai mengolah dan mengoper bola. Haaland, menurut Dani Alves, tak selengkap Kylian Mbappe yang tak saja pandai mencetak gol, namun juga piawai mengumpan dan merancang assist, selain sigap membantu timnya meneror lawan saat menguasai bola.
Guardiola sendiri pernah merekrut striker tinggi besar seperti Haaland ketika membawa Zlatan Ibrahimovic bergabung dengan Barcelona pada 2009.
Ibrahimovic tak memenuhi ekspektasi Guardiola karena dia tak mau berkorban demi rekan-rekannya, khususnya Lionel Messi.
Haaland mungkin tak egoistis seperti Ibrahimovic, tapi dia perlu waktu panjang untuk menjadi striker yang juga pandai mengumpan seperti Aguero.
Beruntung, Haaland akan dikelola pelatih bertangan dingin yang kerap berhasil mengubah pemain menjadi lebih baik dan lebih lengkap.
Oleh karena itu, Guardiola tetap faktor penentu seperti apa Manchester City saat bersama Haaland.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022