Rubel Rusia naik tipis terhadap dolar dalam perdagangan tipis di dalam dan luar negeri pada Jumat (Sabtu pagi WIB), tetapi mengakhiri minggu ketiga dengan kerugian besar, dengan bank sentral sekarang semakin membatasi akses ke mata uang asing.


Rubel telah kehilangan sepertiga nilainya di bursa Moskow sejak Rusia menginvasi Ukraina bulan lalu, karena ekonomi lokal melemah di bawah tekanan sanksi yang diberlakukan di seluruh dunia sebagai pembalasan atas invasi tersebut.

Presiden Volodymyr Zelenskiy mengatakan Ukraina telah mencapai "titik balik strategis" dalam konflik dengan Rusia, tetapi pasukan Rusia membombardir kota-kota di seluruh negeri dalam apa yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus", dan tampaknya berkumpul kembali untuk kemungkinan serangan di ibu kota Kiev.

Pada Jumat (11/3/2022) Presiden AS Joe Biden bergabung dengan sekutu untuk menyerang Moskow dalam perdagangan dan menutup dana pembangunan, dan mengumumkan larangan impor makanan laut, vodka, dan berlian Rusia.

Rubel ditutup 3,7 persen lebih kuat untuk hari ini terhadap dolar di 114,2525 di bursa Moskow, sedangkan untuk minggu ini, turun 8,1 persen, setelah kehilangan lebih dari 32 persen nilainya selama tiga minggu terakhir.

Tawaran luar negeri ditunjukkan pada 125,50/140 di Refinitiv dan tawaran 135,00 terhadap dolar di EBS.

Mata uang rubel telah jatuh sebanyak 39 persen tahun ini di Moskow, sementara tawaran luar negeri telah melihat penurunan yang lebih besar, sejauh ini merupakan mata uang dengan kinerja terburuk di dunia tahun ini. Spread bid/ask yang lebar menunjukkan betapa tidak likuidnya perdagangan saat ini.

Goldman Sachs menaikkan perkiraan inflasi Rusia akhir tahun menjadi 20 persen dari 17 persen sebagian karena depresiasi lebih lanjut dari rubel.

"Ini bukan pasar murni jadi melihat perkiraan, sulit untuk mengetahui level sebenarnya," kata Ahli Strategi Mata Uang Rabobank, Jane Foley. "Prospek (untuk rubel) sepenuhnya tergantung pada apakah ada tempat untuk produksi dan energi Rusia lagi (dalam ekonomi global)."

Terhadap euro, rubel naik lebih dari 3,0 persen pada Jumat (11/3/2022) menjadi 121,03 di Moskow setelah mencapai rekor terendah intraday di 132.4175 pada Kamis (10/3/2022). Rubel turun 1,7 persen untuk minggu ini dan 28 persen selama tiga minggu.

Perdagangan di pasar ekuitas sebagian besar tetap ditutup pada Jumat (11/3/2022) atas perintah bank sentral.

Surat kabar bisnis Rusia Vedomosti melaporkan, mengutip sumber, bahwa bank sentral dan Bursa Moskow berpikir untuk memulai kembali perdagangan sekuritas lokal minggu depan secara bertahap. Poin utama diskusi adalah bagaimana memulai perdagangan dengan cara yang akan menghindari harga jatuh, sumber tersebut mengatakan kepada Vedomosti.

Pada Kamis (10/3/2022) bank sentral memperkenalkan pembatasan akses perusahaan lokal ke uang tunai mata uang asing selama enam bulan ke depan, setelah sebelumnya membatasi akses warga ke uang tunai mata uang keras.

Dari 10 Maret hingga 10 September, perusahaan dan pengusaha lokal yang menginginkan uang tunai dolar AS, yen Jepang, pound Inggris, dan euro hanya dapat menerima hingga senilai 5.000 dolar AS, dan hanya untuk membayar perjalanan kerja ke luar negeri.

Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991, setelah Barat memberlakukan sanksi berat terhadap hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia.

Rusia juga akan membayar 117 juta dolar AS untuk dua kupon obligasi dolar eksternal pada Rabu (16/3/2022). Meskipun memiliki masa tenggang 30 hari untuk melakukan pembayaran, tidak melakukannya minggu depan akan membuatnya semakin dekat dengan default eksternal utama pertama dalam sekitar satu abad.

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022