Samarinda (ANTARA Kaltim) - Menjelang pertarungan kandidat pada Pemilihan Gubernur Kaltim 2013 mendatang disinyalir bakal banyak yang menjadikan capaian pembangunan Kaltim sebagai bahan obrolan hangat terkait figur yang akan maju sebagai orang nomor satu Kaltim nanti.

Pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan angka kemiskinan bakal jadi topik hangat di mana-mana.   

Berkaca pada hampir seluruh Pilgub sebelumnya, angka kemiskinan bakal jadi muatan penting untuk memikat hati pemberi suara. Kenyataannya, meski tak signifikan, angka kemiskinan di Kaltim mengalami penurunan.

"Apakah angka kemiskinan yang disajikan telah menjadi tolok ukur atau tidak, umumnya angka itu berpotensi besar menjadi ukuran kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan. Hal positifnya,  angka kemiskinan Kaltim turun  yaitu pada angka 6,68 persen dari 3,7 juta jiwa penduduk Kaltim dan ini di bawah angka nasional," kata H Gunawarman, anggota Komisi I DPRD Kaltim.

Menurut politisi PKS ini, menginfokan ke masyarakat mengenai jumlah penduduk miskin, perlu pemahaman ukuran.

"Data merujuk jumlah penduduk miskin di Kaltim harus sama antara data di Bappeda dan dari  Badan Pusat Statistik Kaltim. Bahkan tidak hanya data mengenai kemiskinan, namun jumlah angkatan kerja, pengangguran juga menjadi tema sentral Pilkada," jelas Gunawarman.

Namun, menurut Gunawarman, menurunnya persentase kemiskinan dan pengangguran, harus diselaraskan juga dengan sisi peningkatan jumlah penduduk.

"Hal ini perlu diketahui, sehingga proses penyampaian kebijakan-kebijakan yang ditawarkan ke masyarakat,  harus relevan dengan kondisi  yang sebenarnya," kata wakil rakyat asal Dapil II Balikpapan, PPU dan Paser ini.

Politisi yang juga menjabat Sekretaris DPW PKS Kaltim ini menyimpulkan, derasnya arus pendatang ke Kaltim menjadi alasan tingginya peningkatan jumlah penduduk. Sektor-sektor menggeliat seperti pertambangan dan energi, jasa dan perkebunan, sangat menarik minat pendatang.

"Ironisnya, warga asli Kaltim masih banyak yang kurang memanfaatkan maksimal potensi itu demi taraf hidup yang lebih baik," kata Gunawarman.

Dia juga menerangkan, masyarakat juga harus jeli memilah data-data survey terkait angka kemiskinan karena cenderung beda perusahaan atau instansi punya metode dan pelaksana survey yang berbeda.

Dia  mencontohkan untuk konsep survey yang dipakai oleh BPS, BKKBN, dengan World Bank (Bank Dunia) berbeda. Misalnya untuk BPS sendiri, konsep yang diterapkan adalah miskin berarti ketidakmampuan pada segi ekonomi pemenuhan kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

"Rata-rata survey takaran kemiskinannya tidak dilihat dari penghasilan. Sementara di sini, kemiskinan dilihat dari pengeluaran  mereka yang memang hidup di bawah garis kemiskinan," kata Gunawarman (Humas DPRD Kaltim/adv/lia/dhi/mir)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013