Sinar Mas dorong industri bangun citra positif industri sawit yang berkelanjutan

Sinar Mas dorong industri bangun citra positif industri sawit yang berkelanjutan

ILUSTRASI - Seorang pekerja mengambil buah kelapa sawit yang telah dirontokkan dari tandannya di Desa Gampong Baro, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, Aceh, Kamis (5/10/2017). (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Jakarta (Antara News) Sinar Mas Agribusiness and Food mengajak seluruh pemasok independen untuk bersama-sama membangun citra positif industri kelapa sawit nasional dengan menggelar forum diskusi SMART SEED (Social and Environmental Excellent Development) yang keempat di Jakarta, Rabu. Lewat event ini pun, Sinar Mas berbagi pengetahuan mengenai praktik perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.  Untuk tahun ini, forum diskusi tahunan SMART SEED mengambil tema "Mempromosikan Industri Sawit yang Berkelanjutan dalam Upaya Mempercepat Pencapaian Sustainability Development Goals (SDGs).

Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholders Engagement Sinar Mas Agribusiness and Food Agus Purnomo menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam menerapkan praktek industri sawit yang berkelanjutan yang sejalan dengan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

"Melalui kegiatan seperti SMART SEED, program kunjungan dan lokakarya, kami mengajak para pemasok untuk bermitra dan bersama-sama menerapkan praktik berkelanjutan di industri kelapa sawit," ujarnya.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik, di tahun 2017 nilai ekspor produk kelapa sawit (23 miliar dolar AS) melampaui ekspor migas Indonesia (15 miliar dolar) dan jauh diatas ekspor lima komoditas perkebunan Indonesia lainnya seperti karet, kakao, kopi, tebu, dan teh. Namun, saat ini industri kelapa sawit dihadapkan pada tantangan maraknya persepsi negatif diantara para pemangku kepentingan, baik yang berada di dalam maupun di luar Indonesia.

Salah satu capaian SDGs perusahaan, lanjut Agus, adalah dalam hal penguatan kemitraan untuk pembangunan berkelanjutan (partnership for the goals). Ini merupakan langkah awal yang penting untuk mengenal para pemasok kami, sehingga kami dapat membantu mereka dalam penerapan prinsip dan praktik terbaik industri sawit yang berkelanjutan, jelasnya.

Director of Council of Palm Oil Producer Countries (CPOPC), Mahendra Siregar menjelaskan bahwa kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling memenuhi ekspekatasi kriteria SDGs bila dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Tanpa kelapa sawit akan sangat sulit melakukan pencapaian SDGs dan hal ini bukan hanya untuk Indonesia namun juga untuk seluruh dunia.

"Saat ini Pemerintah Indonesia telah mengambil posisi yang tegas dalam mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan industri sawit tidak mendapatkan diskriminasi dari pasar internasional," ungkapnya.

Adanya rencana Uni Eropa untuk melakukan phasing out (penghentian) biofuel berbasis kelapa sawit pada tahun 2021 karena alasan kerusakan hutan juga menjadi latar belakang dari diskusi ini. Keputusan Uni Eropa ini tidak datang tiba-tiba. Sudah sejak lama tekanan terhadap impor minyak sawit mendapat tekanan besar, utamanya dengan alasan-alasan lingkungan.

Untuk itulah sejak 2002, sebuah standar keberlanjutan yang dikembangkan bersama-sama oleh para pemangku kepentingan mulai digunakan dalam sektor sawit. Standar itu dikenal dengan Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah standar sertifikas isawit berkelanjutan yang bersifat sukarela, sesuai dengan nama kelompok pengembangnya. Sementara di Indonesia, sebuah sistem sertifikasi juga telah dikembangkan yaitu standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dimana sejak 2009, ISPO telah dijalankan sebagai sebuah kewajiban.

Staff ahli Menko Perekonomian Lin Che Wei menjelaskan, pemerintah tengah berupaya agar ISPO mendapatkan pengakuan internasional. "Konsumen dan pembeli minyak sawit di seluruh dunia juga dapat menentukan kebijakannya untuk hanya membeli minyak sawit yang baik."

Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2018