Industri: BPPDAN cikal bakal lembaga tarif premi independen

Jakarta (Antara News) -- Industri asuransi nasional optimistis bahwa Badan Pengelola Pusat Data Statistik Asuransi Nasional (BPPDAN) merupakan cikal bakal lembaga penetapan tarif premi asuransi independen.

Pasalnya, sejak dibentuk pada tahun 1992, tugas pokok dan fungsi badan ini adalah sebagai pengelola pusat data statistik tarif asuransi, serta berperan untuk mengupdate dan menunjang tarif asuransi agar akurat sesuai dengan standar nasional.

Kepala divisi Reinsurance Asuransi Central Asia Willib Wong mengatakan, BPPDAN memiliki kompetensi dan pengalaman untuk bertransformasi menjadi lembaga penetapan tarif premi asuransi independen. "Jika BPPDAN jadi lembaga tersebut, setidaknya tidak dari nol lagi dalam hal penetapan tarif karena mereka sudah sangat pengalaman dan kredibel dalam hal penetapan tarif," ujarnya.

Willib menambahkan, penetapan tarif premi asuransi di luar negeri tidak dikelola oleh pemerintah untuk menjaga tingkat independensi dalam menentukan tarif. "Mungkin ke depannya, tim lembaga ini tak hanya digawangi oleh tim BPPDAN yang existing, tapi juga oleh OJK dan sejumlah perusahaan asuransi dan reasuransi lain," tambahnya.

"Itu (penunjukan BPPDAN sebagai lembaga penetapan tarif independen) tentunya tergantung kesepakatan industri," ujar kepala BPPDAN Arie Surya Nugraha di kesempatan yang sama.

"Yang penting, lembaga tersebut harus mampu mengelola basis data yang untuk kemudian diejawantahkan menjadi informasi yang sebagai komponen penentuan tarif premi bagi industri."

Dorong peningkatan sesi wajib

Sejak awal terbentuk, BPPDAN telah dikelola oleh BUMN reasuransi, Indonesia Re, dengan jumlah sesi wajib sebesar 2,5 persen atau maksimal Rp. 500 juta per risiko. Nilai sesi ini belum berubah sejak 2004.

"BPPDAN sejak awal terbentuk dikelola oleh Indonesia Re karena badan ini tidak akan dapat berdiri sendiri jika bergantung pada sesi yang didapat," ungkap Direktur Utama Indonesia Re Frans saat ditemui beberapa waktu lalu.

Hingga saat ini, total premi asuransi harta benda tahun 2017 yang diperoleh baru sekitar 18 persen atau sekitar Rp. 3 miliar dari total premi asuransi nasional sebesar Rp.17 miliar. "Setidaknya sesi wajib sebesar 50 persen," pungkas Frans
Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2018