Tanjungpinang (ANTARA) - Pekan lalu, suhu politik mulai meningkat seiring dengan prediksi politik yang disampaikan sejumlah pengamat politik menjelang Pilkada Kepulauan Riau 2020.

Nama Nurdin Basirun atau lebih akrab disapa Bang Din, digadang-gadangkan sebagai calon terkuat pada Pilkada Kepri 2020, karena masih menjabat sebagai gubernur berpasangan dengan Isdianto.

"Nurdin lebih diuntungkan karena menjabat sebagai gubernur (petahana) sehingga lebih mudah mendekati masyarakat melalui program sosial kemasyarakatan," kata pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang, Endri Sanopaka, pekan lalu.

Isdianto, adik kandung dari H.M Sani, mantan Gubernur Kepri, justru sulit untuk mencalonkan diri lantaran Ketua DPW PDIP Kepri Soerya Respationo memberi sinyal bertarung pada pilkada. Isdianto yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Kepri sulit mendapat dukungan partai, apalagi dia sekarang merupakan pengurus PDIP.

"Kecuali berani melangkah atau berpasangan dengan Soerya," ujarnya.

Pengamat politik dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Bismar Aryanto, berpendapat, Bang Din memiliki modal politik yang besar sebagai calon petahana dalam menghadapi Pilkada Kepri 2020. Catatan negatif terkait Bang Din sebagai pemimpin Kepri selama lima tahun terakhir, tidak menjamin Nurdin tidak terpilih lagi.

"Dengan karakter mayoritas pemilih yang pemaaf, dan mudah melupakan, saya rasa Nurdin diuntungkan. Ini sudah terbukti dalam sejumlah pilkada di berbagai daerah," ujarnya.

Bang Din sendiri belum lama ini memberi sinyal akan mencalonkan diri pada Pilkada Kepri 2020. Ia pun tampak meningkatkan aktivitasnya ke pulau-pulau.

"Jika diinginkan masyarakat, insya Allah, saya maju lagi," ucapnya.

Berbagai bantuan pun diberikan kepada kelompok masyarakat, pemuda dan masyarakat menjelang Idul Fitri belum lama ini. Bantuan berupa baju, minuman kaleng dan uang.

"Tahun ini kami dapat bantuan minuman kaleng, baju lebaran dan uang dari beliau (Nurdin)," ucap Esti, salah seorang mahasiswa.

Ditangkap KPK

Peta politik menjelang Pilkada Kepri 2020 mendadak berubah sejak tiga hari lalu. Rabu malam (10/7) Kepri dihebohkan dengan penangkapan Bang Din. Sumpah serapah hingga rasa iba muncul di berbagai status dan komentar warga di media sosial pascapenangkapan Bang Din.

Bang Din ditangkap KPK dikediamannya di Gedung Daerah Tanjungpinang. Sehari kemudian KPK pun akhirnya menetapkan Bang Din sebagai tersangka terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) suap dana izin reklamasi di Tanjung Piayu, Batam.

DPP Partai Nasdem telah memecat Bang Din sebagai Ketua Partai Nasdem Kepri.

Selain Bang Din, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya yakni Kadis DKP Kepri Edy Sofyan, Kabid Perikanan Tangkap DKP Kepri Budi Hartono, serta Abu Bakar, seorang pengusaha.

Sementara tiga orang lainnya yang turut diamankan saat OTT kemarin tidak terbukti menerima atau memberi suap yakni Kepala DLH Nilwan, Staf DKP Aulia Rahman, dan sopir DKP Muhammad Salihin.

Berbagai pihak memprediksi karier politik Bang Din kandas setelah berstatus sebagai tersangka. Nyaris tidak ada tersangka yang dapat terlepas dari jeratan hukum setelah ditangkap KPK.

"Secara politik, Pak Nurdin untuk maju pada pilkada sudah tidak memungkinkan," kata Endri Sanopaka.

Ia mengatakan peta politik Pilkada Kepri setelah penangkapan Nurdin berubah total. Secara politik, peristiwa itu membuka peluang besar bagi politisi lainnya untuk berkompetisi.

"Saingan politik berkurang satu, yang paling kuat pula. Tentu itu membuka peluang bagi politisi lain untuk bertarung," tuturnya.

Menurut dia, politisi yang memiliki pemikiran cerdas, berpengalaman, memiliki integritas dan berpihak pada kepentingan rakyat harus berada di permukaan. Semakin banyak politisi yang prorakyat yang bertarung pada pilkada akan semakin baik.

Salah satu politisi yang diperkirakan akan mencalonkan diri Ansar Ahmad. Kepri, menurut dia membutuhkan pemimpin sekaliber Ansar Ahmad, yang dianggap sukses memimpin Kabupaten Bintan selama dua periode.

"Pemikiran dan kerja kerasnya membuat Bintan maju dalam berbagai sektor, terutama di dalam peningkatan infrastruktur dasar, budaya, pendidikan, pariwisata dan sosial, dan perekonomian. Ini masih dirasakan masyarakat," ujarnya.

Endri mengatakan gaung keberhasilan Ansar dalam memimpin Bintan didengar oleh sebagian masyarakat Kepri. Hal itu dapat dibuktikan dengan hasil Pemilu Legislatif 2019.

Ansar Ahmad memperoleh suara mayoritas pada Pemilu 2019. Keberhasilan duduk di kursi DPR itu sebagai wujud dari keinginan masyarakat.

"Tentu kemampuan Ansar Ahmad dibutuhkan untuk memajukan Kepri," ujarnya.

Namun, mencalonkan diri sebagai gubernur ataupun wakil gubernur perlu diperhitungkan secara matang oleh Ansar, karena ia harus mempertimbangkan secara matang apakah siap untuk melepas jabatan sebagai anggota DPR RI yang hanya sempat dijabat selama sekitar satu semester jika bertarung pada Pilkada Kepri 2020.

"Kalkulasi politik harus matang, meski jabatan sebagai gubernur itu lebih strategis dibanding DPR RI," ucapnya.

Isdianto juga memiliki peluang besar untuk bertarung dan memenangkan pilkada. Sebagai Plt Gubernur Kepri, akses Isdianto semakin terbuka untuk mendekati masyarakat. Isdianto dapat melanjutkan program sosial kemasyarakatan.

"Isdianto memiliki waktu yang cukup untuk bersosialisasi, dan memperkuat basis," imbuhnya.

Selain itu, Wali Kota Batam Rudi juga digadang-gadangkan akan bertarung pada pilkada. Namun, Rudi juga harus mempertimbangkan jabatannya yang masih satu periode lagi bila bertarung pada Pilkada Kepri 2020.

Berdasarkan hasil Pilkada Kepri 2015, Batam yang dianggap banyak pihak menjadi barometer kemenangan politik kandidat pilkada, kenyataannya, tidak. Kemenangan H.M Sani (almarhum)- Nurdin pada saat itu justru mendapat suara yang signifikan di daerah lainnya.

Perolehan suara HM Sani-Nurdin juga cukup tinggi di Batam. Hal itu diduga disebabkan mobilitas penduduk di Batam cukup tinggi.

"Kalau Rudi mungkin berpikiran lebih baik bertahan selama satu periode sebelum menuju Kepri I, karena jabatan sebagai Wali Kota Batam sangat strategis," tuturnya.

Terkait Soerya Respationo, Endri mengatakan sebaiknya tidak kembali bertarung, karena sudah beberapa kali kalah. Soerya dinilai lebih piawai memimpin PDIP di Kepri.

"Soerya itu lebih bersinar sebagai pemimpin partai," tambahnya.

Bertobat

Kementerian Dalam Negeri memperingatkan seluruh kepala daerah di Kepri untuk bertobat jika selama ini melakukan kesalahan.

"Sudah, sudah, sudah cukup Nurdin Basirun (Gubernur Kepri nonaktif) tersandung kasus korupsi, yang lain segera bertobat. Jangan menyusulnya karena melakukan kesalahan," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bachtiar.

Bachtiar mengemukakan Kepri itu masuk dalam zona merah berdasarkan hasil analisis pencegahan korupsi yang dilakukan KPK. Artinya, KPK memberi perhatian khusus kepada Kepri agar tidak terjadi korupsi.

Penetapan zona merah itu terkait permasalahan perizinan investasi, termasuk di sektor pertambangan.

"Setahun lalu Kepri itu masuk zona merah pencegahan korupsi. Kalau sudah masuk zona merah, berarti KPK memperkuat pengawasan," ujarnya.

Ia mengingatkan kepala daerah hidup apa adanya, dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Kewenangan yang diberikan negara bukan untuk memperkaya diri, melainkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Jangan hidup berlebihan. Jalani kehidupan biasa saja supaya amanah," ucapnya.

Kehidupan yang di luar batas, dengan biaya hidup yang besar menyebabkan kepala daerah tersandung kasus korupsi. Kepala daerah yang tersandung kasus korupsi kerap lupa diri, lupa dengan sumpah jabatan ketika sedang berkuasa.

Padahal kekuasaan yang diberikan bersifat sementara. "Jika sudah tersandung kasus korupsi, baru menyesali perbuatannya. Ini tidak boleh terjadi lagi," tegasnya.

Menurut dia, biaya politik yang besar juga menyebabkan kepala daerah nekad melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Biaya politik yang dikeluarkan itu salah satunya disebabkan cukup banyak kelompok yang menganggap kepala daerah itu seperti "sinterklas".

Dalam kondisi itu, kepala daerah dianggap pejabat yang banyak duit. Pejabat itu akan didukung jika memberikan uang kepada kelompok tersebut sebagai bentuk perhatian.

Kondisi ini, menurut dia menjadi budaya politik yang tidak sehat, dan kerap menjerumuskan kepala daerah yang ingin disanjung.

"Ada juga kepala daerah yang tersandung kasus karena memang memiliki perilaku yang tidak baik. Dalam dirinya sudah ada niat tidak baik ketika diberi amanah untuk memimpin daerah," ujarnya.

Bachtiar mengatakan Wakil Gubernur Kepulauan Riau Isdianto secara otomatis menjalankan tugas sebagai pelaksana tugas gubernur setelah Nurdin Basirun ditahan.

"Berdasarkan UU Nomor 23/2014 tentang Pemda, wakil gubernur diberi amanah melaksanakan tugas sebagai pelaksana tugas gubernur jika gubernur ditahan penegak hukum," tuturnya.

Ia menjelaskan Isdianto tidak dilantik sebagai Plt Gubernur Kepri. Hal itu disebabkan proses hukum terhadap kasus gratifikasi yang melibatkan Nurdin Basirun masih berjalan. Kemendagri telah menonaktifkan Nurdin Basirun sebagai Gubernur Kepri.

Pelantikan terhadap Isdianto sebagai Gubernur Kepri dilakukan jika Nurdin dinyatakan bersalah oleh majelis hakim pengadilan, dan putusan itu ditanyakan memiliki kekuatan hukum tetap.

Sebaliknya, Nurdin akan kembali menjabat sebagai Gubernur Kepri jika dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

"Namun secara administrasi, Mendagri menerbitkan surat keputusan agar Isdianto dapat menjalankan tugas sebagai Plt Gubernur Kepri," katanya.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019