Pangkalpinang (ANTARA) - Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berhasil memecahkan rekor MURI dunia tari campak yang diikuti 1.854 pelajar se-provinsi penghasil bijih timah nomor dua terbesar dunia itu.

"Awalnya untuk rekor MURI ini ikuti 1.400 pelajar, namun setelah dihitung lebih yang mencapai 1.854 pelajar," kata Manager MURI, Triyono di Pangkalpinang, Selasa.

Oleh karena itu, pelajar se - Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berhasil memecahkan rekor MURI penari campak dengan pelajar terbanyak dan tergolong unik.

"Pemecahan rekor MURI ini tergolong unik, karena ditarikan secara berpasang-pasangan, gerakan variatif dan termasuk adanya gerakan seperti ular naga," ujarnya.

Menurut dia pemecahan rekor MURI tari campak atau tari pergaulan masyarakat Babel ini tergolong unik tidak ada di daerah lain.

"Kami memberikan apresiasai, tradisional khas Babel, diangkat kembali ke generasi muda," katanya.

Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan mengapresiasi seluruh pelajar yang sukses menarikan tarian campak dengan baik, sehingga daerah ini berhasil memecahkan rekor MURI dunia tari campak.

"Alhamdulillah tari campak berjalan dengan baik dan ini merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Bangka Belitung," katanya.

Ia menyatakan tari campak merupakan tarian tradisional dari daerah kepulauan Bangka Belitung yang menggambarkan keceriaan dalam pergaulan remaja.

Tarian ini biasanya dibawakan oleh para penari pria dan wanita dengan ekspresi dan gerakan yang menggambarkan kegembiraan. Tarian campak ini biasanya dipentaskan dalam acara-acara seperti penyambutan tamu besar, pernikahan dan lain-lain.

Sementara itu, sejarah tari campak ini awalnya berasal dari kepulauan Riau. Kemudian dibawa dan dikembangkan di Bangka Belitung oleh seorang bernama Nek Campak, sehingga tarian ini dikenal dan sering disebut tari campak. Pada jaman penjajahan Bangsa Portugis, tarian ini kemudian mengalami akulturasi budaya.

Percampuran budaya ini sangat terlihat dari gerakan, kostumnya, dan musik pengiringnya yang memiliki kesan gaya Eropa. Walaupun begitu, budaya lokal juga masih melekat pada tarian ini, hal ini terlihat pada kostum penari pria, alunan pantun dan beberapa musik pengiringnya yang merupakan gaya Melayu.

"Tari ini biasanya dipentaskan pada waktu musim panen padi atau sepulang dari kebun. Namun dalam perkembangannya tarian ini juga ditampilkan dalam pesta adat seperti penyambutan tamu besar dan acara pernikahan," ujarnya. 

Pewarta: Aprionis
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019