Sisa-sisa keganasan tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/12) malam itu, masih terlihat di lingkungan warga Desa Way Muli Timur dan beberapa desa kawasan pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, tiga pekan lebih yang lalu.

Puing-puing bangunan dan benda berharga yang hancur tersapu tsunami masih berserakan di sekitar rumah-rumah warga, termasuk bangunan sekolah, rumah ibadah, dan fasilitas umum lain.

Gelombang tsunami itu diduga dipicu erupsi Gunung Anak Krakatau yang menimbulkan longsor material dari gunung api di dalam laut.

Duka juga masih dirasakan para korban karena kehilangan ratusan jiwa maupun ratusan mereka yang terluka dan ribuan hingga kini masih mengungsi karena rumah-rumah mereka hancur, tak bisa ditinggali lagi.

Cemas dan trauma dialami para korban terdampak tsunami Selat Sunda itu pun belum lagi hilang, masih membekas dalam ingatan, dan perasaan mereka, terutama anak-anak yang melihat dan merasakan langsung bencana alam itu.

Kondisi kehidupan masyarakat sejumlah desa di pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan itu berangsur pulih, walaupun belum lagi normal seperti semula.

Saat berkeliling ke sejumlah desa terdampak tsunami di pesisir Lampung Selatan itu pada Sabtu (12/1) sejak pagi hingga petang, terlihat warga umumnya telah sibuk dengan aktivitas keseharian mereka.

Walaupun masih sedikit, sudah ada nelayan yang terlihat menggunakan perahu kecil berada di laut tak jauh dari perkampungan mereka. Beberapa nelayan juga terlihat sedang memancing dan menjaring ikan.

Sejumlah warga lainnya, berada di sekitar rumah, terutama ibu-ibu dan kaum remaja putri, di antaranya membuka warung makanan dan kelontong di depan rumah masing-masing.

Beberapa anak muda, termasuk sejumlah orang dewasa laki-laki, juga menjajakan durian yang diletakkan atau digantung di depan rumah dan tepian jalan. Mereka menawarkan dagangan kepada warga yang lalu lalang di jalanan sekitarnya.

"Pak, bu, durian murah dan manis ini. Mampir saja," ujar salah satu anak muda yang menunggui duriannya itu.

Setidaknya dua desa di kawasan pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan terdampak tsunami. Tsunami itu seolah membuyarkan laju kehidupan normal yang mereka jalani selama bertahun-tahun.

Syamsul dan Yon, dua warga setempat, mengaku saat kejadian sedang bersantai melepas lelah di belakang rumah mereka, tak jauh dari kawasan pesisir setempat.

Nyaris tanpa tanda-tanda alam peringatan apapun akan terjadi bencana, mereka mengobrol sembari mengopi dan merokok bersama anggota keluarga serta tetangga terdekat selepas maghrib hingga sekitar pukul 21.00 WIB.

Kondisi serupa juga dirasakan Sanali (60), warga Desa Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa yang sempat kehilangan salah satu anaknya Nova yang masih bayi berusia satu bulan setengah.

Terkait dengan tsunami itu, ia diberi peringatan oleh salah satu anaknya yang kebetulan sedang di pantai. Informasinya bahwa air laut mendadak naik. Mereka bergegas menyelamatkan diri ke perbukitan. Namun, sebagian lainnya tetap terkena terjangan tsunami.

"Saya dan istri serta beberapa anak-anak lari menyelamatkan diri ke atas, namun satu anak saya yang masih bayi sedang menyusu dengan ibunya. Suara gemeretak pun makin keras terdengar disertai suara serupa geledek. Air deras pun menerpa kami yang berhamburan mencoba menyelamatkan diri masing-masing," ujarnya.

Anaknya yang bayi kemudian terlepas dan tidak diketahui nasibnya, saat mereka berhasil menyelamatkan diri ke atas perbukitan terdekat.

"Rumah kami pun hancur porak-poranda," katanya.

Namun, keesokan harinya, saat mencoba mencari bayinya yang sudah hilang selama sekitar 11 jam, tiba-tiba terdengar suara bayi menangis dari puing-puing bangunan yang tersapu tsunami.

Setelah dicari dan dilihat, bayi Nova diketahui masih hidup, tertutupi puing dan pasir di sekitar tubuhnya. Nova selamat meskipun terdapat luka-luka lecet di kepala dan beberapa bagian tubuhnya.

"Alhamdulillah, anak saya akhirnya ditemukan dengan selamat," ujar Sanali.

Dia bersama istri dan bayinya, beserta anaknya yang besar, Lia (18), kini masih bertahan di posko pengungsian Desa Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa menunggu perkembangan rencana bantuan relokasi atau hunian sementara dari pemerintah.

Bersama ratusan korban tsunami yang rumahnya hancur dan tak bisa ditinggali, Sanali sehari-hari berada di tenda pengungsian itu.



Bertahan

Korban tsunami lainnya yang masih tinggal di pengungsian, Masjuki (40), juga bertahan di tenda yang dibuat pemerintah bersama tim relawan, petugas TNI/Polri, dan Basarnas.

Ia bersama keempat anaknya beserta istrinya, Kamijah, juga masih menunggu kepastian pemindahan ke hunian sementara atau relokasi ke tempat tinggal yang lebih aman.

"Kami belum tahu mau dipindahkan ke mana setelah dari pengungsian ini. Kami masih merasa takut, was-was dan syok atas kejadian tsunami itu," ujarnya.

Dia bersedia direlokasi dari rumah tinggalnya yang lama dan sudah hancur disapu tsunami.

Dia pun bersedia bila harus berpindah tinggal ke tempat di kawasan perbukitan yang relatif aman dari tsunami. Sebelumnya, ia tinggal di dekat pesisir dan tempat pelelangan ikan desa setempat.

Selain menunggu kepastian tinggal di hunian sementara atau hunian permanen meskipun harus direlokasi dari tempat semula, ratusan warga terdampak tsunami di Lampung Selatan juga mengaku belum menerima uang duka bagi keluarga yang meninggal dunia.

Warga korban tsunami itu mengaku sudah mendapatkan informasi akan adanya bantuan untuk perbaikan rumah mereka yang rusak berat, rusak sedang, maupun rusak ringan dari pemerintah, termasuk kebijakan tinggal di hunian sementara sambil menunggu hunian permanen dibangun.

Namun, mereka belum menerima bantuan perbaikan rumah itu. Mereka juga berharap bantuan perbaikan maupun pengadaan perahu/kapal nelayan untuk mendukung kehidupan mereka selanjutnya.

Beberapa pengungsi pria dewasa yang bekerja sebagai nelayan di lokasi pengungsian, mengaku tak bisa berlama-lama hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah dan berbagai pihak untuk menopang kehidupan mereka sehari-hari.

"Kami tak bisa terus begini, hanya mengandalkan bantuan pemerintah dan pihak lain saja. Kami juga harus hidup normal lagi, kami harus bisa mencari nafkah lagi untuk keluarga kami masing-masing," kata seorang nelayan, Masjuki.

Dia mengaku perahu kecil miliknya selama ini digunakan mencari ikan, tak bisa lagi dipergunakan karena rusak diterjang tsunami.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dan pihak lain bersedia membantu mendapatkan perahu kecil untuk bisa mencari ikan di laut lagi seperti semula.

Warga terdampak tsunami Selat Sunda di pesisir Kabupaten Lampung Selatan itu juga masih terus mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat, daerah (Pemkab Lampung Selatan) maupun berbagai lembaga dan pihak lainnya, termasuk lembaga swadaya masyarakat Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), terutama layanan kesehatan dan bantuan obat-obatan secara gratis.

Tim Kesehatan Pemkab Lamsel telah berada di Pulau Sebesi, Selat Sunda untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis bagi warga terdampak tsunami.

Sejak Minggu (13/1), relawan medis penanganan kesehatan warga terdampak tsunami telah membuka pelayanan di Kantor Kepala Desa Tejang, Pulau Sebesi, salah satu pulau di Selat Sunda, dekat Gunung Anak Krakatau yang berpenghuni paling banyak dan sebagian besar warga sempat diungsikan ke luar pulau ini setelah tsunami.

Jumlah personel yang diturunkan Dinas Kesehatan Lampung Selatan 12 orang, yaitu dua bidan, sembilan perawat, dua orang KUPT, dibantu anggota pramuka setempat. Tenaga kesehatan tersebut berasal dari UPT Puskesmas Penengahan, Palas, Ketapang, dan Rajabasa.

Setibanya di Pulau Sebesi, tim kesehatan melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga yang belum dapat mengunjungi posko kesehatan.

Selain memberikan pelayanan kesehatan gratis, tim kesehatan juga membagikan makanan pendamping ASI dan kelambu untuk ibu hamil dan ibu yang memiliki balita.

Sebelumnya, selama sekitar dua pekan, Tim Kemanusiaan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung juga memberikan layanan kesehatan dan bantuan obat-obatan bagi korban tsunami di posko pengungsian maupun layanan bergerak bagi warga pesisir Kabupaten Lampung Selatan.

Tim Leader Sesi II Tim Kemanusiaan PKBI Lampung Anggalana mendampingi Direktur Pelaksana Daerah Dwi Hafsah Handayani menjelaskan selama dua pekan, tim relawan PKBI memberikan layanan kesehatan dan obat-obatan bagi warga di pengungsian maupun bergerak ke tempat lain di beberapa desa terdampak tsunami.

"Kami memberikan bantuan pemeriksaan kesehatan dan layanan medis dengan pemberian obat-obatan secara gratis bagi korban tsunami di sini, seperti korban terluka, sakit kepala, diare, demam, gata-gatal, dan penyakit lainnya," ujar Anggalana, didampingi dr Herman dan bidan Endang serta relawan lainnya.

Layanan kesehatan itu diberikan PKBI secara bergelombang dengan tim relawan sepekan sekali bergantian. Layanan lanjutan setelah Tim Kemanusiaan PKBI Lampung Sesi II menyelesaikan tugasnya pada Sabtu (12/1) petang, sedang dikoordinasikan lebih lanjut.

Tim Monitoring PKBI Lampung dipimpin Ketua Pengurus Harian Daerah (PHD) PKBI Lampung dr Wirman dan jajaran pengurus serta pelaksana, bersama Pengurus Nasional PKBI dipimpin Direktur Eksekutif PKBI Pusat Rr Satyawati Mashudi dan sekretaris eksekutif Cindy Cinaraputri beserta tim, pada Sabtu (12/1) selama seharian, telah mengecek layanan kesehatan PKBI di beberapa posko pengungsian korban tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan dan posko Dinas Kesehatan Lampung di Kalianda.

Menurut Cindy Cinaraputri, selanjutnya PKBI akan berkoordinasi lagi, termasuk dengan lembaga mitra, untuk melanjutkan bantuan dan layanan yang perlu diberikan kepada para korban tsunami itu.

Pihaknya tengah merancang pula bantuan layanan khusus bagi anak-anak, ibu hamil dan baru melahirkan, serta lanjut usia korban tsunami, termasuk bersama Oxfam dan lembaga mitra memberikan bantuan toilet bergerak yang diperlukan di lokasi terdampak tsunami.

"Kami sudah lihat langsung di lapangan kebutuhan apa saja yang diperlukan warga korban terdampak tsunami di Lampung Selatan itu, beberapa di antaranya akan diupayakan dapat dilakukan PKBI bersama lembaga mitra," katanya.

Ketua PHD PKBI Lampung dr Wirman menegaskan pula bahwa bantuan bagi korban tsunami seharusnya tetap berlanjut meskipun masa tanggap darurat yang ditetapkan pemkab akan berakhir pada 19 Januari 2019.

"Pemerintah pusat dan daerah tetap harus berlanjut menangani korban tsunami itu terutama mereka yang tidak lagi memiliki rumah tinggal karena tersapu tsunami, sementara tugas kami adalah sebatas membantu pemerintah dan warga terutama memberikan layanan kesehatan dan obat-obatan yang diperlukan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Lampung Selatan," katanya.

Dia mengingatkan dukungan pemulihan melalui pembangunan rumah hunian baru sebagai hal mendesak dilaksanakan pemerintah bagi ratusan korban tsunami yang tak lagi memiliki rumah tinggal.

Bantuan ekonomi berupa sarana usaha maupun modal juga diperlukan warga, khususnya nelayan, yang kapalnya rusak maupun tak lagi dapat digunakan akibat tsunami.



Kunjungan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengunjungi sejumlah lokasi terdampak tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan, Minggu (13/1).

Setibanya di Lampung Selatan, sekitar pukul 08.10 WIB, Kepala BNPB yang baru dilantik Presiden Joko Widodo itu, langsung meninjau penampungan pengungsi di Wisma Atlet dan eks-Hotel 56 Kalianda, Lampung Selatan.

Dalam kunjungannya, Doni yang didampingi Pelaksana Tugas Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto dan sekretaris daerah Fredy S.M. sempat berdialog dan menampung aspirasi pengungsi di Wisma Atlet yang mayoritas warga Pulau Sebesi belum bisa kembali ke tempat tinggal mereka.

Bahkan, Doni pun berjanji memfasilitasi dan membantu para pengungsi yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan.

"Pak Bupati nanti segera buatkan proposalnya, biar kami (BNPB, red.) bisa bantu perlengkapan untuk melautnya, seperti perahu, jaring, pancing dan lainnya," ujarnya.

Usai meninjau Wisma Atlet dan eks-Hotel 56 Kalianda, Doni beserta rombongan bertolak ke Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa. Desa ini merupakan salah satu daerah terparah yang terdampak tsunami Selat Sunda, selain Desa Way Muli Timur dan Induk.

Di desa ini, mereka melakukan penanaman pohon kelapa, tanaman yang berfungsi sebagai penahan tsunami di pesisir pantai setempat.

"Bila ombak pasang atau terjadi tsunami, air yang membawa sampah akan terhalang, kecepatan air pun jadi berkurang. Dengan pohon ini mudah-mudahan ke depannya bisa mengurangi korban jiwa maupun materi," kata Doni Monardo yang juga mantan Danpaspamres itu.

Sudah seharusnya, ucap dia, di sepanjang pesisir tidak dibangun permukiman penduduk, mengingat wilayah tersebut termasuk daerah rawan tsunami dan longsor.

"Penanaman pohon merupakan pembangunan infrastuktur alam jangka panjang untuk daerah pesisir. Kita bisa pilih jenis pohon yang cocok dengan endemik setempat. Penanaman pohon untuk di bibir pantai bisa dianggarkan dengan menggunakan dana desa," katanya.

Kini, di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan, kawasan permukiman dan fasilitas umum maupun usaha telah porak-poranda, hancur tersapu tsunami. Di tempat itu telah terpampang plang pengumuman larangan mendirikan rumah dan bangunan permanen.

Namun, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Chandra Muliawan mengingatkan pemerintah setempat untuk tetap tidak mengabaikan hak perdata yang dimiliki masyarakat pemilik rumah tinggal di wilayah pesisir tersebut.

Apalagi untuk mereka yang telah memegang bukti kepemilikan yang sah (sertifikat tanah). Relokasi hunian mereka tidak melepas hak keperdataan kepemilikan lahan dimaksud.

Selain itu, dia mengingatkan agar penataan wilayah pesisir itu dapat dilakukan dengan lebih baik melalui hasil studi dan perencanaan yang matang, dengan melibatkan berbagai pihak berwenang, agar tidak timbul masalah baru di kemudian hari.

Chandra menegaskan pula hendaknya rencana relokasi harus atas persetujuan warga korban tsunami sehingga mesti memperhatikan keberatan dari mereka.

Pascatsunami Selat Sunda, semua pihak baik jajaran Pemkab Lampung Selatan, Pemprov Lampung, bersama dinas teknis terkait, maupun pemerintah pusat bersama BNPB dan kementerian terkait, termasuk BMKG dan PVNBG, hendaknya berkoordinasi dengan lebih baik untuk penanganan dan pemulihan, serta pembangunan kembali kawasan terdampak tsunami Selat Sunda, baik di Lampung Selatan (Lampung) maupun Provinsi Banten dan wilayah terdampak bencana alam lainnya di Indonesia.*


Baca juga: Nova bayi yang lolos dari tsunami Selat Sunda

Baca juga: Lampung akan promosikan wisata milenial pascatsunami


 

 

Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019