Jakarta (ANTARA News) - Disaster Management Institute of Indonesia (DMII) ACT menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional bertajuk "Mempersiapkan Kawasan Industri untuk Menghadapi Bencana." Kegiatan ini sebagai upaya pengurangan risiko bencana untuk kawasan industri.

"Kita coba dorong masing-masing kawasan industri untuk memiliki Business Continuity Plan (BCP)," ujar Syuhelmaidi Syukur, Senior Vice President ACT di sela acara, seperti yang tertulis dalam siaran pers, Rabu.

Perusahaan asuransi global, Swiss Re, melalui penelitian pada tahun 2012 menyampaikan daftar kawasan-kawasan industri di Asia yang masuk kategori berisiko terserang bencana banjir besar,.

Posisi teratas ditempati oleh China sebagai negara dengan kawasan industri paling rentan bencana banjir. Selanjutnya, Malaysia di posisi ke-5, Indonesia di posisi ke-7, Thailand di peringkat ke-9, dan India menutup 10 besar.

Swiss Re menilai, negara-negara di Asia masih terus membuat kesalahan yang sama hingga saat ini, dan tidak pernah belajar dari kasus Thailand yang menyebabkan 1.000 pabrik, yang merupakan bagian dari sistem pasokan dunia, mengalami kerugian hingga 20 miliar dolar AS akibat banjir.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki risiko tertinggi terhadap berbagai jenis bencana alam.

Baca juga: Erupsi gunung Agung, relawan ACT siaga di Karangasem

Posisi geografis yang merupakan tempat pertemuan empat lempeng tektonik dunia yang menghasilkan sesar-sesar subduksi, selain sesar intra lempeng, menyebabkan Indonesia rawan terhadap bahaya gempa, tsunami dan aktivitas vulkanik.

Dengan kondisi ancaman bencana alam yang ada, ditambah dengan berbagai bahaya akibat aktivitas manusia seperti kegagalan teknologi, kerusuhan sosial, aksi terorisme dan sebagainya, maka ACT melihat risiko bencana bagi dunia industri di Indonesia cukup besar.

Dampaknya akan merugikan usaha dan industri karena terganggunya berbagai fasilitas dan infrastruktur yang dapat menyebabkan terganggunya operasi kegiatan usaha dan industri. Sehingga, menurut ACT perlu dilakukan langkah-langkah sistematis untuk menurunkan risiko gangguan usaha karena bencana.

Seminar nasional yang digelar ACT tersebut dihadiri oleh sejumlah narasumber kompeten di bidangnya, antara lain Pakar Mitigasi Bencana dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor Krishna Surya Pribadi, Chairman APAD Indonesia (Asia Pacific Alliance for Disaster Management-Indonesia) Faisal Djalal, dan Disaster Management Institute of Indonesia (DMII) ACT, Ibnu Khajar.

Baca juga: ACT serahkan bantuan modal usaha untuk Zohri

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018