Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi, tersangka suap pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla RI.

"Fayakhun Andriadi perpanjangan penahanan hari ini selama 30 hari mulai 27 Mei sampai 25 Juni 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

KPK telah menetapkan Fayakhun Andriadi sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 14 Februari 2018.

Fayakhun diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa dia atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan RKAKL dalam APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.

Fayakhun disangkakan menerima uang senilai Rp12 miliar dan 300 ribu dolar AS ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Saat ini, ia sudah tidak lagi berada di komisi tersebut, tapi duduk di Komisi III yang bermitra dengan KPK.

Fayakhun diduga menerima "fee" atau imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau senilai Rp12 miliar dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya M Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali.

Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima uang sejumlah 300 ribu dolar AS.

Fayakhun disangkakan melanggar 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK pun telah memanggil beberapa politisi Partai Golkar seperti Yorrys Raweyai dan Idrus Marham untuk menelusuri soal aliran uang kepada beberapa pihak terkait kasus suap pembahasan anggaran Bakamla RI di DPR itu.

"Itu juga kami telusuri. Itu kami tindak lanjut, kami telusuri. Oleh karena itu kan sudah banyak yang ditanya juga kan? Ada teman-teman DPR juga sudah ditanya. Nanti tindak lanjutnya itu ya tergantung pada hasil pemeriksaan itu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.

Sebelumnya, Yorrys dalam pemeriksaannya mengaku dikonfirmasi oleh KPK soal pemberian uang sebesar Rp1 miliar dari Fayakhun.

"Dari laporan Fayakhun dalam pemeriksaan dia bahwa dia ada memberikan uang kepada beberapa orang di antaranya saya. Dalam rangka apa tentunya, dia katakan dalam rangka proses dia untuk menjadi Ketua Golkar DKI bulan April (2017) yang lalu tetapi kejanggalannya bahwa uang itu diserahkan ke saya bulan Juni. Ini kan tidak masuk logika," kata Yorrys seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/5).

KPK saat itu memeriksa Yorrys sebagai saksi untuk Fayakhun.

Menurut dia, KPK berdasarkan keterangan Fayakhun bahwa ada beberapa nama juga yang diduga turut menerima uang untuk dukungan pencalonan Fayakhun tersebut.

"Jadi KPK cuma mengatakan bahwa ada beberapa nama yang disebutkan seperti Pak Idrus kemudian ada Pak Freddy. Menurut penyidik hal itu bagus karena ini disebut. Dia hanya mau untuk konfirmasi karena takutnya kalau sampai d? persidangan nanti jadi persoalan baru," kata dia.

Dalam pemeriksaan itu, Yorrys juga mengaku dikonfirmasi oleh penyidik soal proses pembahasan anggaran untuk Bakamla RI. Untuk diketahui, Yorrys pernah duduk di Komisi I DPR RI.

"Bakamla, tadi ya ada singgung sedikit. Saya bilang paling gampang itu kalau anda ikuti, kalau di internal Golkar panggil Ketua Banggar," ujarnya.

Saat itu, kata dia, yang mejabat sebagai Ketua Badan Anggaran adalah Kahar Muzakir.

"Kahar kan Ketua Banggar pada saat itu kemudian Bendahara Fraksi yang kemudian menjadi Bendahara Umum, saudara Robert Kardinal. Karena kalau menyangkut uang dari anggaran itu mengalirnya kan ke situ, Banggar, Ketua Fraksi, Bendahara Fraksi. Itu yang paling tahu persis mengenai bagaimana mekanisme-mekanisme," tuturnya.

Baca juga: KPK telusuri aliran uang suap anggaran Bakamla

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018