Jakarta (ANTARA News) - Perlindungan bidang kependudukan dalam data digital yang valid dan akurat perlu untuk lebih ditingkatkan terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI) agar tidak ada lagi pekerja nasional yang dieksekusi tanpa sepengetahuan pemerintah.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah di Jakarta, Rabu, menekankan kepada Kementerian Dalam Negeri agar basis data tentang kewarganegaraan segera dituntaskan.

"Ini terkait pembangunan sistem nasional, jangan sampai bobol sistemnya itu. Bobol dalam pengertian datanya tidak jelas, rakyatnya ada berapa, yang di luar negeri ada berapa, yang menjadi pekerja migran ada berapa, di negara mana ada berapa," kata Fahri Hamzah.

Menurut dia, semua hal tersebut harus bisa benar-benar dimutakhirkan karena melacak para pekerja berkewarganegaran Indonesia di luar negeri sudah menjagi tugas dan tanggung jawab negara.

Untuk itu, Fahri juga mendesak agar pemerintah segera melakukan digitalisasi data dan sistem perlindungan bagi para TKI agar peristiwa eksekusi mati TKI di luar negeri tidak terulang kembali.

Pemerintah juga dinilai harus memperkuat upaya-upaya diplomasi dengan negara-negara yang menjadi tujuan kerja para TKI agar peristiwa eksekusi terhadap Zaini Misrin Arsyad di Arab Saudi tidak terjadi lagi.

"Dieksekusinya pekerja migran Indonesia bernama Zaini Misrin adalah bentuk dari kurang kuatnya diplomasi pemerintah," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy, Selasa (20/3).

Imelda mengatakan, kasus yang terjadi kepada Zaini Misrin sangat disayangkan sehingga diplomasi antara pemerintah dengan negara-negara yang mempekerjakan pekerja migran Indonesia harus diperkuat.

Menurut dia, penguatan diplomasi harus dilakukan terus menerus dan tidak hanya lewat pertemuan, tetapi juga melalui sistem pendataan dan pengawasan yang dilakukan secara berkala.

"Lewat pendataan dan pengawasan yang dilakukan secara berkala, pemerintah dalam hal ini KBRI bisa melacak keberadaan dan status hukum para pekerja migran. Dengan begini, upaya-upaya hukum bisa dilakukan sejak awal kasus dan memungkinkan penyelesaian kasus secara damai," terang Imelda.

Walaupun demikian, Imelda juga mengatakan, upaya diplomasi seringkali terbentur dengan ketetapan dan sistem hukum yang ada di negara tersebut.

Ia juga menyatakan, berbagai pihak perlu mengecam proses peradilan terhadap Zaini Misrin yang dinilai tidak melalui proses peradilan adil, serta tidak adanya respon dari pihak pemerintah Arab Saudi dalam menanggapi usaha Indonesia untuk menyelesaikan kasus ini secara diplomatik.

"Apalagi ditambah dengan sikap pemerintah Arab Saudi yang melakukan eksekusi hukuman mati terhadap Zaini tanpa memberitahu pihak pemerintah Indonesia," tegas Imelda.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018