Jakarta (ANTARA News) - Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan hingga saat ini pimpinan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menyandera ribuan warga di dua kampung di Tembagapura, Mimika, Papua, belum memberikan ruang atau pintu untuk kemungkinan perundingan.

Satgas gabungan TNI-Polri telah berupaya menghubungi pimpinan KKB, kendati demikian belum terjalin komunikasi yang baik diantara kedua belah pihak.

"Satgas gabungan sudah mencoba menghubungi pimpinannya tapi belum ada negosiasi karena mereka tidak membuka ruang komunikasi dengan pihak Satgas. Jadi belum ada informasi permintaan ini itu dari mereka," kata Irjen Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.

Menurut Irjen Setyo, sejauh ini belum ada laporan kekerasan fisik yang dilakukan KKB terhadap warga yang disandera.

Pihaknya juga mendapat laporan bahwa para ibu diberikan akses untuk berbelanja guna memenuhi kebutuhan makan bagi KKB dan sandera lainnya.

"Laporan yang kami dapatkan, warga masih baik-baik saja. Ibu-ibu diberikan akses untuk keluar belanja. Tidak ada kekerasan secara fisik. Tapi secara psikis, orang dilarang, dibatasi, kan ada (trauma)," katanya.

Dalam menangani KKB, Polda Papua dan Kodam Cenderawasih telah berkoordinasi untuk menangani situasi penyanderaan.?Sekitar 200 personel Satgas gabungan TNI-Polri telah dikerahkan guna menangani kasus ini.

Sementara itu,Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian juga meminta aparat agar terlebih dahulu mengedepankan langkah perundingan dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membebaskan para sandera dari tangan KKB.

Sebanyak 1.300 orang warga sipil dijadikan sandera oleh KKB di sekitar Kampung Kimberly dan Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.

"Satgas berupaya mengamankan dan melakukan langkah persuasif guna membebaskan 1.300 warga sipil yang dijadikan sandera oleh kelompok bersenjata di sekitar Kampung Kimberly dan Banti. Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika," kata Kepala Polda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli.

Kapolda Papua mengatakan, warga yang disandera itu terdiriatas warga asli Banti dan Kimberly serta warga non Papua yang selama ini berprofesi menjadi pedulang dan pengumpul emas hasil dulangan masyarakat.

Kondisi masyarakat yang menjadi tameng dan disandera KKB membuat mereka sudah tidak dapat melakukan aktifitas secara normal.

Berbagai upaya akan dilakukan satgas sehingga warga dapat terbebas dari sandera dan sandera KKB itu, kata Irjen Boy Rafli seraya mengatakan, KKB tidak mengizinkan warga keluar dari kampung dan berjaga-jaga dengan membawa senjata api serta senjata tajam tradisional, di antaranya panah, dan parang.

Jumlah KKB diperkirakan hanya sekitar 100 orang dengan membawa sekitar 30 senjata api serta senjata tajam tradisional, di antaranya panah.

"Aparat keamanan mengedepankan keselamatan warga sehingga terus mengupayakan pembebasan terhadap mereka," kata Boy Rafli.

Jarak antara Kampung Kimberly dengan Kampung Banti hanya sekitar 250 meter, sedangkan dengan Polsek Tembagapura sekitar 400 meter.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017