Mataram (ANTARA News) - Dua pemuda berinisial DS (24) dan MRH (25), yang diduga berperan sebagai bandar Tramadol antarpulau, terancam pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Kapolres Mataram AKBP Muhammad di Mataram, Selasa, mengatakan, ancaman pidana tersebut diberikan sesuai dengan aturan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.

"Hukuman maksimalnya 15 tahun dan denda Rp1 miliar, itu sesuai dengan aturan pidana pelanggaran dalam perundang-undangannya. Aturan itu ada disebutkan dalam Pasal 197," kata AKBP Muhammad.

Sangkaan tindak pidana kesehatan muncul setelah penyidik menggelar koordinasi dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram.

"Dari keterangan ahli BBPOM, didapatkan bahwa kegiatan mereka ini sebagai salah satu bentuk pelanggaran Undang-Undang Kesehatan," ujarnya.

Selain berkoordinasi dengan ahli BBPOM, Polres Mataram juga telah meminta keterangan jaksa untuk melihat pelanggaran pidana KUHP.

"Memang bukti kepemilikan ada, tapi untuk transaksi belum ada. Jadi dikatakan kalau kegiatannya masuk dalam percobaan tindak pidana," ucapnya.

Karena itu, kedua pelaku yang telah resmi ditetapkan sebagai tersangka turut dijerat dengan Pasal 53 KUHP tentang Percobaan Tindak Pidana.

"Jadi ada juncto Pasal 53 KUHP, karena ada rencana untuk mengedarkan. Sangkaan tambahan ini kita terapkan dengan diperkuat keterangan pengedar Tramadol kasus berbeda yang mengaku pernah mengambil barang dari mereka," kata Muhammad.

Lebih lanjut, Polres Mataram dikatakan telah mencabut sanksi wajib lapor kedua pelaku dan secara resmi telah melakukan penahanan di Mapolres Mataram.

"Setelah kita lakukan pemeriksaan saksi-saksi, ahli dari BBPOM dan jaksa, kemudian ditemukan bukti pelanggaran pidananya, kita tetapkan mereka sebagai tersangka dan langsung kita tahan," ujarnya.

Kedua pelaku ditangkap oleh Tim Resmob 701 Polres Mataram pada Selasa (12/9) siang, setelah mengambil dua paket dus besar yang berisi 2.520 strip Tramadol di sebuah agen pengiriman barang.

Kedua pelaku dalam pengakuannya mengatakan bahwa obat keras yang peredarannya harus dengan resep dokter ini dipesan dari Sulawesi Selatan dan dikirim melalui Jakarta.

Tramadol yang dipesan pelaku dengan modal Rp20 juta lebih ini rencananya akan diedarkan ke sejumlah pelanggan tetap yang diketahui berperan sebagai pengedar kecil.

Bahkan DS yang diduga sebagai otak pelaku mengakui bahwa pemesanan Tramadol dari luar daerah ini sudah beberapa kali dilakukan.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017