Ibarat membangun rumah, tetapi belum punya sertifikat tanah. Jelas bikin was-was."
Saumlaki (ANTARA News) - Pembukaan rute penerbangan langsung Kota Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, dengan Kota Darwin, Australia Utara, pergi dan pulang (pp) sampai saat ini terkendala sejumlah persoalan, termasuk landasan pacu Bandara Mathilda Batlayeri di Saumlaki hanya mampu didarati pesawat sejenis ATR 72.

"Sebenarnya tahun lalu pekerjaan perpanjangan landasan pacu sudah bisa mencapai 2.000 meter, namun kontraktornya memble, tidak profesional, sehingga tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya, dan kami putuskan kontraknya," kata Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara (KUPBU) Mathilda Batlayeri Saumlaki, Chairul Humam, Selasa.

Ia menyatakan infrastruktur penunjang bandara itu baru mencapai 80 persen untuk dapat didarati pesawat berbadan lebar.

Target penyelesaian landasan pacu yang semula 2.000 meter dan selesai dikerjakan pada tahun 2016 belum terlaksana, ujarnya.

Ia mengemukakan bahwa anggaran pekerjaan itu dikembalikan ke kas negara.

Kendala lainnya, dikemukakannya, status kepemilikan lahan bandara yang belum terdaftar sebagai aset negara, karena belum diproses sertifikat tanahnya oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

"Ibarat membangun rumah, tetapi belum punya sertifikat tanah. Jelas bikin was-was. Kami memiliki aset bangunan dan sebagainya yang nilainya sudah ratusan miliar, namun aset tanahnya tidak ada," kata Chairul.

Hal lain yang dihadapi, dikatakannya, termasuk belum adanya pembangunan sarana untuk bahan bakar pesawat, begitu pula fasilitas keimigrasian dan bea cukai.

Meskipun demikian, Chairul optimistis Bandara Mathilda Batlayeri akan mengalami peningkatan pada tahun 2018, karena saat ini sudah menjadi salah satu area pengembangan atau masuk kategori bandara strategis di Tanah Air yang sedang diupayakan untuk melayani penerbangan pesawat sejenis Boeing 737.

Pengembangan Bandara Mathilda Batlayeri masuk dalam Rencana Strategis Nasional (Renstra) 2015--2019 Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Saat ini, ia sedang menanti proses penambahan perpanjangan landasan pacu yang proses penentuan rekanan kerja penyelesaian proyeknya telah final.

Proyek itu menambah panjang landasan pacu dari 1.630 x 30 meter menjadi 1.850 x 30 meter atau penambahan 220 meter, kemudian apron bandara saat ini berukuran 152 x 90 meter dengan satu landasan ancang (taxiway).

Selain itu, ia menambahkan, panjang landasan pacu (runway) Bandara Mathilda Batlayeri pada 2018 akan mencapai 2.000 meter dan lebar 45 meter, yang bisa didarati pesawat berbadan besar, seperti Boeing series 500 atau Garuda Indonesia dengan series 1.000.

Bandar Udara Mathilda Batlayeri mengabadikan nama pahlawan korps Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di Kalimantan Selatan.

Mathilda adalah istri dari AP II (Agen Polisi II) Adrianus Batlayeri dan gugur bersama ketiga anaknya --Alex usia semibilan tahun, Lodewijk (6) dan Max (2,5)-- saat mempertahankan Pos dan Asrama Polisi Kurau, Kewedanaan Tanah Laut, kini Kabupaten Tanah Laut di Kalimantan Selatan pada Rabu, 28 September 1953.

Bersama ketiga anaknya itu Mathilda tewas terbakar dalam Pos Polisi Kurau yang diserbu kelompok Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) pimpinan Ibnu Hajar bersama sekira 50 anggotanya.

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017