Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menginginkan berbagai pihak untuk dapat bijak dalam menggunakan media sosial agar tidak terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang baru direvisi.

"Media sosial itu yang sangat bebas merdeka sekali, bebas menulis apa saja sampai menghujat orang," kata Zulkifli Hasan dalam rilis di Jakarta, Rabu.

Untuk itu, Ketua MPR juga mengutarakan harapannya agar perilaku dalam menggunakan medsos dengan UU ITE ini bisa sungguh-sungguh menjaga etika sesuai dengan ke-Indonesiaan bangsa.

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan juga menyambut baik berlakunya UU ITE yang dinilainya ada poin-poin yang jauh lebih bagus dibandingkan dengan UU ITE yang terdahulu.

"Misalnya soal pencemaran nama baik dirubah dari delik umum menjadi delik aduan dari hukumannya 6 tahun menjadi 4 tahun," papar Zulkifli Hasan.

Selain itu, lanjutnya, pada Pasal 29 tentang ancaman kekerasan, ada perubahan hukuman pidana menjadi lebih ringan, yaitu dari maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp2 miliar, menjadi maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp750 juta.

Sementara itu, pakar digital marketing Indonesia dan media sosial, Anthony Leong mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengesahkan revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Ini sebuah potret implementasi norma yang ada di dunia nyata diberlakukan di dunia digital atau media sosial. Sangat penting diberlakukan agar pengguna media sosial punya koridor yang tidak boleh dilanggar," kata Anthony Leong.

Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mulai berlaku pada Senin, 28 November 2016.

Menurut Anthony Leong, hal ini merupakan sebuah regulasi yang positif karena menerapkan etika sosial yang ada di masyarakat pada dunia digital.

Sebelumnya, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, masyarakat perlu diberikan literasi dan edukasi sebagai upaya menjaring berbagai informasi dari media sosial (medsos).

"Saat ini, penggunaan telepon pintar sudah sedemikian marak, sehingga perlu ada pemahaman yang benar untuk memfilter dari berseliweran berbagai informasi di media sosial," ujar Mensos di Jakarta, Sabtu (26/11).

Masyarakat diminta untuk melakukan proses "tabayun" atau mencari kejelasan atas sebuah informasi terlebih dahulu agar tidak mengganggu, mendistorsi pemahaman stabilitas bangsa dan negara.

Sedangkan pakar media sosial Nukman Luthfie mengimbau masyarakat agar tidak gampang terprovokasi pesan maupun berita yang disampaikan melalui media sosial, terlebih yang mengajak pada perbuatan melanggar hukum.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016