Jakarta (ANTARA News) - Hujan di luar gedung Pusat Kebudayaan Italia (Instituto Italiano di Cultura) Jakarta, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, 5 Desember lalu, turun lumayan lebat.




Udara agak dingin dan malam itu menjadi latar bagi lantunan nada-nada komposisi eksperimental dan semi klasik gesekan biola pemain biola profesional Italia, Sara Michieletto. 




Ruangan sekitar 200 meter persegi menjadi sesak dan kursi-kursi yang disusun tidak ada yang kosong. Semuanya menyimak kerja sama musikal antara Sara dengan pianis senior, Rene van Helsdingen. 




Sara tampil dalam busana hitam, kontras dengan latar belakangnya dan dipenuhi dengan curahan lampu sorot berwarna kuning sehingga kehangatan menjalar ke seluruh ruangan. 




Sesaat setelah konser, Sara ditanya tentang pesan utama yang dia ingin sampaikan dalam konsernya bertajuk Emotion for a Change itu. Sebelum ini, Sara telah berkali-kali menggelar konser di Indonesia, berkolaborasi dengan musisi Indonesia, yang dia katakan, memiliki musikalitas luar biasa dengan kekayaan musik yang tidak bisa dilukiskan. 




“Saya bayangkan ada dalam pengembaraan ke luar angkasa, sangat menyenangkan dan mengingatkan bahwa kita harus menjaga baik-baik Bumi kita yang kecil ini. Mungkin ada bumi-bumi lain di luar sana, kita tidak tahu. Namun, jika kita tidak melakukan apapun untuk menyelamatkan Bumi, sama dengan memusnahkan Bumi kita ini,” katanya. 




Dalam konser Emotion for a Change ini, dia memang banyak mengelaborasi teknik permainan biola yang sulit. Puncaknya adalah Pulsar, di mana dia menggabungkan suara-suara dari luar angkasa sebagai latar komposisinya. “Pulsar? Oh ya, ceritanya begini, pada 2009 saya ada di India dan direktur planetarium di New Delhi meminta saya untuk bermain di dalam planetariumnya,” kata dia. 




“Itu adalah peringatan ulang tahun Galileo Galilei sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh besar pada astronomi dunia. Dia lalu memberi tahu bahwa mereka memiliki rekaman berbagai bunyi dan suara dari luar angkasa. Rekaman itu diberikan dan memang luar biasa, sehingga menjadi latar lagu Pulsar ini,” kata dia. 




Sara sangat peduli dengan kelestarian lingkungan hidup, dan cemas bahwa masih sangat banyak orang yang tidak sadar dan peduli akan resiko perubahan iklim. 2.000.000 tahun lalu, katanya, Bumi hanya lebih dingin satu derajad ketimbang sekarang dan perubahan dalam waktu hanya ratusan tahun mengubah wajah Bumi secara luar biasa. 




Dia menetap di Indonesia pada 2011-2014 untuk suatu karya, dan dia katakan, “Indonesia sungguh menakjubkan.” 




Secara karir, dia memulai kecintaannya pada biola sejak berusia delapan tahun, saat ibunya menyodorkan dua pilihan: piano atau biola untuk dipelajari, mengingat waktu masih anak-anak, Sara bukan anak yang mudah duduk diam alias selalu bergerak dan harus selalu menyalurkan kelebihan energinya. “Saya suka sekali bernyanyi dan bernyanyi adalah cara saya untuk mengekspresikan diri,” kata dia. 




Sejenak mengenang pilihan dari ibunya itu, dikatakan ibunya bahwa biola jauh lebih praktis dengan bobotnya yang cuma sekitar 400 gram sementara piano besar bisa mencapai 400 kilogram. “Tapi saya juga memainkan piano. Piano adalah alat musik lain yang seyogyanya juga bisa dikuasai pemain biola,” katanya. 




Di Italia, Sara dikenal pertama kali saat dia menjadi pemain biola pertama sekaligus asisten pemimpin Orkestra Lirico Simfonica Teatro La Fenice. Dia telah banyak berkolaborasi dengan pemusik dunia, di antaranya menjadi solois di Orkestra Venezia, Orkestra Filharmonik BBC London, dan lain-lain. 




Pesan kecintaan pada Bumi yang dinyatakan dalam notasi nada dan komposisi Sara selalu relevan untuk dinyatakan. 

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015