Jakarta (ANTARA News) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang baru saja dibentuk pemerintah dinilai belum dapat memberikan kepastian hukum dalam persaingan usaha di industri Migas.

Pendapat tersebut mengemuka dalam Seminar Kepastian Penegakan Hukum Persaingan Usaha Industri Migas yang digelar Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Djokosoetono Research Centre Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI), di Jakarta, Rabu.

Seminar itu menghadirkan pembicara Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris, Pakar Hukum Persaingan Usaha Kurnia Toha, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi dan Ekonom UI Andi Fahmi Lubis.

Freddy Harris menyatakan, SKK Migas yang dibentuk lewat Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2013 itu tidak memiliki kejelasan posisi dan tugasnya dalam industri Migas, sehingga akan menjadi beban negara jika terjadi kasus persaingan usaha di industri Migas.

Dia mengatakan, SKK Migas dibuat untuk mengurusi pengadaan barang dan jasa di industri. "Nanti kalau terpeleset sedikit, SKK Migas jadi bermasalah," ujarnya.

Padahal, berdasarkan aturannya, SKK Migas menjadi wakil pemerintah dalam penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu Migas. Artinya, jika SKK Migas menjalin kontrak kerja sama dengan investor asing dan terjadi perselisihan, maka kekayaan negara akan menjadi taruhannya.

"Kalau terlibat dalam kontrak kerja sama, aset pemerintah akan ikut (terlibat)," katanya.

Freddy mengusulkan sebaiknya pengelolaan kegiatan usaha hulu Migas diserahkan kepada Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM. Tugasnya, hanya memberikan izin pengelolaan blok migas kepada investor, sehingga tidak perlu menjalin kontrak kerja sama.

"Sebagai ganti penerimaan bagi hasil yang hilang, pemerintah tinggal menaikkan pajak untuk sektor Migas setinggi-tingginya. Hal ini sudah dilakukan banyak negara," ujarnya.

Pakar hukum persaingan usaha Kurnia Toha menyatakan senada bahwa peran SKK Migas belum jelas, sehingga menyebabkan ketidakpastian di bisnis hulu Migas.

Dia memertanyakan apakah keputusan pemerintah membentuk SKK Migas sudah final. "Apa masih bisa berkembang sesuai konsinderan keputusan MK agar menunjuk BUMN sebagai partner yang menjalin kontrak kerja sama dengan investor," katanya.

Sementara itu Ketua KPPU Nawir Messi menambahkan, sepanjang SKK Migas memiliki tugas serupa BP Migas, maka potensi terjadinya perselisihan dalam persaingan usaha di industri Migas masih besar.

Untuk mencegah itu, katanya, pemerintah diminta untuk membuat regulasi yang mendorong terjadinya transparansi dan keterbukaan dalam industri tersebut. "Selama bentuknya serta sistemnya masih sama, tidak akan terjadi iklim usaha yang berbeda," ujarnya.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013