Jakarta (ANTARA) -
Ketua DPR RI Puan Maharani mengapresiasi ratusan pesantren menggelar istigasah kubra (terus berdoa) dalam mendukung RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dapat segera terealisasi menjadi undang-undang.
 
Puan Maharani dalam keterangannya diterima di Jakarta, Kamis, berterima kasih atas dukungan berbagai kelompok perempuan terhadap RUU TPKS dan memastikan DPR RI siap menampung aspirasi dari seluruh masyarakat mengenai RUU itu.
 
“Kami semua berharap setelah UU ini disahkan memang akan bermanfaat bagi bangsa dan negara dalam melindungi dan melakukan pencegahan kekerasan seksual bagi siapa saja yang saat ini terkena kekerasan seksual,” kata Puan.
 
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI menyebutkan masih banyak hal yang harus dilakukan setelah RUU TPKS disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR pekan depan.
 
Meski begitu, Puan kembali menegaskan komitmen DPR bersama pemerintah untuk menghadirkan produk hukum yang berfokus pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual melalui RUU TPKS.

Baca juga: Komnas Perempuan harap RUU TPKS menguatkan aspek pemulihan korban
Baca juga: Puan tegaskan DPR terbuka terima masukan terkait RUU TPKS
Baca juga: Komnas Perempuan: Hanya 30 persen kasus yang diproses hukum

 
“Apa yang disampaikan hari ini akan menjadi satu hal yang sama-sama kita harus lakukan. Karena setelah tanggal 18 Januari nanti, ini bukan berarti selesai karena masuk dalam RUU Inisiatif artinya Pemerintah dan DPR akan bersama-sama membahas permasalahan yang ada di DIM RUU TPKS,” ucapnya.
 
Lebih lanjut, Puan mengingatkan banyak hal yang harus disinergikan dalam pembahasan RUU TPKS ke depan. Salah satunya mengenai ketahanan keluarga, sebab banyak pelaku kekerasan seksual justru datang dari orang-orang terdekat.

“Bagaimana ketahanan keluarga, bagaimana pencegahan itu dilakulan dari dalam keluarga dahulu," katanya.
 
Artinya kata Puan keluarga itu juga perlu dibekali bahwa ada hal-hal yang kemudian menjadi dasar utama dalam pencegahan tersebut.
 
"Karena keluargalah pintu benteng utama dari hal itu. Maka ini harus mencakup dengan UU yang beririsan dengan hal ini,” katanya.
 
Sementara itu, Ustadzah dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Nur Rofiah menyatakan hasil musyawarah yang dilakukan pihaknya menegaskan bahwa kekerasan seksual hukumnya haram baik di dalam maupun di luar perkawinan.

Salah satu Musyawarah KUPI pun merekomendasikan adanya sistem perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.

“Karena itu tentu saja kami sangat mendukung pengesahan RUU ini. Apabila disahkan, itu tidak hanya melindungi bangsa dari menjadi korban kekerasan seksual yang itu jelas kezaliman tetapi juga melindungi bangsa dari menjadi pelaku kezaliman atau pelaku kekerasan seksual itu sendiri,” kata Rofiah.

KUPI pun pada 14 Januari lalu menggelar acara secara daring mendoakan kelancaran RUU TPKS. Rofiah mengatakan, acara diikuti oleh ratusan pesantren yang ada di Indonesia.

“Dan Mbak Puan, kami juga sudah melakukan istigasah kubra tanggal 14 melalui zoom yang diikuti 1 akun zoom itu biasanya kan satu orang ya, ini 1 akun zoom 1 pesantren. Jadi beratus-ratus pesantren ikut mendoakan anggota DPR untuk bisa keteguhan hati mengesahkan RUU TPKS,” ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022