Bahkan, ada pelaku melakukan praktik truk BBM "kencing" di jalan selama 10 tahun terakhir ini.
Pekanbaru (ANTARA) - Secara kasatmata, penyelewengan dan penyelundupan BBM bersubsidi pun masih berjalan lancar. Sebut saja sudah terjadi pada beberapa tempat di Jambi, Sumatera Selatan, bahkan di Riau, seperti terjadi di Kota Dumai.

Ada yang melakukan penimbunan BBM, ada juga yang mengangkut tidak sesuai dengan tujuan, atau di tengah jalan diselundupkan oleh para oknum. Lalu Bagaimana pidananya?

Setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM secara ilegal atau tanpa izin usaha penyimpanan dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling tinggi Rp30 miliar.

Setiap orang yang melakukan pengangkutan BBM secara ilegal atau tanpa izin usaha pengangkutan dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp40 miliar.

Pakar hukum pidana Universitas Islam Riau Dr. Zulkarnain Sanjaya, S.H., M.H. berpendapat bahwa kasus truk BBM kencing di jalan sudah lama menjadi sorotan masyarakat. Bahkan, pihak Pertamina juga sudah mengetahui perihal tersebut.

Kendati pihak Pertamina sudah melakukan berbagai upaya antisipasi dengan berbagai macam strategi, masih tetap kecolongan. Jika ditinjau dari segi hukum pidana, harus ada laporan dan pengaduan dari pihak Pertamina sebagai korban kepada pihak kepolisian, seperti di Kota Dumai.

Tentu saja, di samping memperkuat pengawasan internal terhadap sopir/karyawan pengangkutan. Apabila ditemukan penyelewengan, harus segera ditindak tegas serta harus berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat.

Baca juga: Marak praktik truk tangki BBM "kencing di jalan" di Dumai

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), bahan bakar minyak (BBM) adalah bahan bakar yang diolah dari minyak bumi.

Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara. Penguasaan oleh Negara diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan.

Penimbunan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud RI) adalah kegiatan ilegal dalam mengumpulkan barang-barang yang dibatasi kepemilikannya oleh undang-undang.

Bahwa penimbunan merupakan bentuk penyimpanan BBM dengan cara ilegal, yaitu tidak sesuai dengan apa yang ditentukan oleh undang-undang.

Setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM tanpa memiliki izin usaha penyimpanan dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf c UU Migas:

Setiap orang yang melakukan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling tinggi Rp30 miliar.

Begitu pula terkait dengan pengangkutan, juga harus memiliki izin usaha pengangkutan. Setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa izin usaha pengangkutan dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b UU Migas:

Setiap orang yang melakukan pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling tinggi Rp40 miliar.

Ada pihak yang mengangkut BBM bersubsidi tidak sesuai dengan tujuan. Perbuatan tersebut dapat diartikan sebagai penyalahgunaan pengangkutan BBM yang diatur dalam Pasal 55 UU Migas:

Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.

Dalam ketentuan ini, yang dimaksudkan dengan menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara seperti antara lain kegiatan pengoplosan BBM, penyimpangan alokasi BBM, pengangkutan dan penjualan BBM ke luar negeri.

Baca juga: Dilematisasi menghentikan pencurian CPO di Dumai

Begitu pula, dugaan mafia pencurian BBM yang masih marak terjadi di Kota Dumai, Provinsi Riau, operasionalnya pada belasan titik diduga menjadi lokasi penampungan BBM ilegal tersebut.

Belasan titik lokasi penampungan BBM hasil "kencing" di jalan itu terdapat mulai dari Jalan Tuanku Tambusai atau Jalan Perwira, Jalan Soekarno Hatta di Kelurahan Bagan Besar, Kecamatan Bukit Kapur, serta diduga ada di Terminal BBM Dumai di Jalan Soekarno Hatta, Bukit Batrem.

Truk pengangkut BBM bersubsidi jenis premium dan solar kencing di jalan itu, menurut pengakuan JN (sopir pada sebuah perusahaan di Kota Dumai), BBM kedua jenis itu diambil dari truk tangki yang berisi penuh (sesuai dengan tera/timbangannya). Namun, ada jatah untuk ruang kosong akibat risiko penguapan dan lain-lain sebesar 30 liter sekali angkut.

Jatah BBM sebesar 30 liter itu, menurut JN atau setara dengan Rp150 ribu itu adalah hak sopir, dan boleh tidak dikembalikan. Itu adalah bagian dari tambahan uang jalan sopir.

Uang jalan yang diterima dari perusahaan transporter/pengangkut dinilai kurang mencukupi sehingga pada saat mengambil ada jatah sebesar 30 liter itu. Bahkan, berpeluang bisa lebih dari itu. Pernah diturunkannya hingga 50 liter BBM kendati perbuatan itu diakuinya salah.

Ketelanjuran ini mengakibatkan JN justru ketagihan. Begitu pula yang dilakukan banyak sopir dari perusahaan angkutan (transporter) lainnya yang beroperasi di Kota Dumai.

Untuk menutupi aksi curang itu, dia dan teman-teman seprofesi terpaksa berpandai-pandai dengan petugas di tempat pembongkaran BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), seperti memberi uang rokok agar mereka tutup mulut. Aksi ilegal semacam ini diakui pria berusia 38 tahun sudah berjalan selama sekitar 10 tahun terakhir.

BBM yang diturunkan dengan cara "kencing" tersebut dibeli oleh penadah lebih murah daripada harga dijual di SPBU. Namun, diakui JN, penjualan BBM bersubsidi "kencing" di jalan itu pun masih meraih untung sehingga masih marak dilakukan.

"Sopir transportasi seperti saya sebagian besar bermain semua, lebih untuk menambah penghasilan," katanya lagi.

Diakuinya bahwa sebagai sopir perusahaan pengangkut BBM, hanya diberi uang jalan rute perbatasan Jambi-Riau sebesar Rp3 juta. Itu cukup untuk beli bahan bakar sebesar Rp2 juta, biaya keperluan sopir seperti untuk beli rokok, makan, minum, dan akomodasi lainnya sebesar Rp1 juta. Uang yang dibawa pulang untuk keluarga di rumah sudah tidak ada lagi.

Baca juga: Pria di Sampit ini ditangkap karena ubah warna Pertalite mirip Premium

Oleh karena itu, dia dan sopir lainnya terpaksa "bermain" dengan "kencing" di jalan. Praktik truk BBM "kencing" di jalan makin mulus terjadi sebab kalau ada penertiban oleh pihak terkait, atau ada wartawan yang ingin melakukan liputan di penampungan atau di titik-titik lokasi BBM kencing, maka oknum aparat membocorkan rencana razia sehingga sopir dan penadah bisa segera kabur terlebih dahulu.

"Ini sudah menjadi rahasia umum, dan pencurian BBM subsidi pemerintah itu tetap masih saja berjalan dan 'dilindungi' oknum aparat. Sudahlah jasa sopir dibayar tidak memadai, kami butuh pekerjaan daripada menganggur, mirisnya saat ingin masuk bekerja pun harus bayar Rp5 juta," katanya.

Secara terpisah, Komandan Kodim 0320/Dumai Letkol Inf. Irdhan mengatakan bahwa kasus BBM "kencing" di jalan tidak menjadi tanggung jawab instansinya. Kerja sama pengamanan yang dilakukan adalah bersama PT Chevron Pacific Indonesia yang kini digantikan oleh PT Pertamina Hulu Rokanitu seperti pengamanan aset saja.

Akan tetapi, merujuk kasus truk BBM "kencing" di jalan itu, menurut dia, jika ada oknum anggota TNI AD yang "bermain",  tidak akan diberi ampun dan yang bersangkutan akan diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Wali Kota Dumai Paisal S.K.M. pun mengakui masih banyak terjadi praktik mafia, baik di laut maupun di darat, seperti kasus truk BBM "kencing" di jalan dan kasus pencurian minyak sawit mentah (CPO) beserta penampungan CPO ilegal.

Mafia pencurian rawan terjadi di Dumai mengingat daerah ini merupakan sebuah kota yang berada di pesisir pantai timur Sumatera yang menghadap ke Selat Malaka serta merupakan salah satu lintas pelayaran tersibuk di dunia.

Dengan kondisi geografis tersebut, menjadikan posisi Dumai sangat strategis dan berada pada jalur lintas perdagangan dunia sehingga aktivitas pelanggaran hukum sangat berpeluang terjadi.

Kasus truk BBM "kencing" di jalan, penampungan dan pengolahan CPO ilegal akan menjadi tugas bersama untuk menuntaskannya. Dia pun bertekad untuk berembuk dengan Forkompinda Kota Dumai, jumpai Polres Dumai, Kodim, Lanal, dan lainnya. Kasus ini tidak akan dibiarkan lagi, selain sudah cukup lama terjadi, bisa menimbulkan citra buruk kota ini.

Sebenarnya banyak kasus pencurian BBM ini bisa diproses hukum atau disidangkan, seperti dalam putusan Pengadilan Negeri Barabai Nomor: 63/Pid.Sus/2012/Brb. Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan pengangkutan dan niaga BBM yang disubsidi pemerintah.

Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara mengangkut BBM tanpa izin usaha pengangkutan. BMM tersebut didapat dengan membeli BBM dan menyedotnya dari SPBU. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kelangkaan BBM di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Baca juga: Empat ABK ditahan polisi atas dugaan penggelapan 800 liter BBM

Karena perbuatan tersebut, terdakwa dihukum penjara selama 4 bulan dan denda Rp1 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.

Zulkarnain yang juga Kepala Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Riau itu mengatakan bahwa kejahatan truk BBM "kencing" di jalan adalah perbuatan melanggar hukum, jatuhnya bisa pada tindak pidana penggelapan (pasal 372 dan 374 KUHP).

Bisa pula dikategorikan sebagai penggelapan dalam jabatan. Akan tetapi, harus ada laporan dan pengaduan terlebih dahulu dari pihak korban atau pihak yang merasa dirugikan. Kalau tidak ada pengaduan/laporan dari pihak korban, pihak kepolisian tidak bisa bertindak, kecuali tertangkap tangan.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021