Saya menyaksikan betul seorang dai selama 25 tahun merawat masjid, menjadi muazin, menjadi imam rawatib. Sampai sekarang di usia 55 tahun belum punya rumah
Jakarta (ANTARA) - Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) meluncurkan Gerakan Nasional Sejahterakan Dai dalam upaya membantu para pendakwah untuk lepas dari kesulitan ekonomi imbas pandemi COVID-19.

"Ini adalah bantuan kehormatan. Karena para dai adalah orang-orang terhormat yang harus dimuliakan," kata Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ahyudin mengatakan pandemi COVID-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun ini telah memberikan dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Ia mengatakan bukan hanya bagi para pelaku usaha seperti UMKM yang gulung tikar, pekerja informal yang terpaksa terhenti, tapi juga yang sering luput dari perhatian yakni kehidupan para dai.

Dikemukakannya bahwa banyak dai yang turut mengalami kesulitan ekonomi di masa pandemi akibat berkurangnya kegiatan dakwah. Apalagi pemerintah menerapkan berbagai pembatasan aktivitas untuk menekan laju penularan COVID-19.

Dalam membantu para dai itu, ACT dan MUI memberikan dukungan kepedulian dengan bantuan biaya hidup untuk 1.000 dai dan bantuan operasional untuk 1.000 pesantren di tahap awal.

"ACT mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan ini melalui berbagai bentuk dukungan yang bisa turut membantu menyejahterakan para dai," kata Ahyudin.

Sementara itu, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI KH Cholil Nafis menyatakan banyak dai yang terkena dampak ekonomi imbas pandemi. Namun para dai tidak mungkin meminta-minta. Mereka menjaga iffah atau kehormatan sebagai seorang dai.

Para dai, kata dia, tidak akan menampakkan kekurangan. Tetapi yang terjadi di lapangan, MUI kerap menemui guru mengaji, imam salat, marbut masjid dan dai-dai kesulitan ekonomi. Oleh sebab itu, ia mengajak para penderma yang berkemampuan rezeki lebih ikut mendukung gerakan kebaikan ini.

"Kami menyaksikan langsung, banyak dai di rumah tidak punya gas, tidak punya beras, tetapi saat berangkat dakwah, mereka (para dai) seakan seperti orang kaya. Mereka memakai parfum dan baju bagus. Saya menyaksikan betul seorang dai selama 25 tahun merawat masjid, menjadi muazin, menjadi imam rawatib. Sampai sekarang di usia 55 tahun belum punya rumah," katanya.

"Seperti kemarin, kami lihat di Banten, sebulan dibayar Rp50 ribu. Kira-kira makan apa? Semua karena pertolongan Allah. Itulah yang mengetuk hati kita semua yang punya kemampuan," demikian Cholil Nafis.

Baca juga: Ustadz-ustadzah terdampak, DDII ajak warga Bengkalis-Riau ikut peduli

Baca juga: ACT sebarkan 79 dai ke pelosok Indonesia

Baca juga: Berbagi berkah Ramadhan kepada ustadz dan guru ngaji saat pandemi

Baca juga: MUI luncurkan program dai untuk Papua

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021