Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mendorong agar hasil riset digunakan sebagai landasan kebijakan pendidikan di Tanah Air.

“Riset memiliki peran yang penting dalam menentukan penyusunan kebijakan publik yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat saat ini dan membantu mempersiapkan diri pada tantangan masa depan,” ujar Nadiem dalam pemaparan riset program RISE yang dilakukan The SMERU Research Institute di Jakarta, Selasa.

Sejumlah hasil riset yang dipaparkan yakni “Dampak Kebijakan PPDB Zonasi di Kota Yogyakarta”, “Pengembangan instrumen penilaian guru sekolah dasar untuk memprediksi kemampuan guru dalam mengajar di Kota Bukittinggi” , “Faktor pendorong dan penghambat dalam munculnya inovasi kebijakan di daerah”, dan “COVID-19 dan Penurunan Kemampuan Siswa: Temuan Awal”.

Baca juga: Nadiem Makarim: Pendidikan tinggi penting agar tidak tertinggal zaman

Nadiem meyakini pemaparan hasil riset tersebut dapat membantu kementerian dinas pendidikan dalam mengevaluasi kebijakan pendidikan. Hasil evaluasi itu akan membantu penyusunan kebijakan yang tepat sasaran.

“Riset di tingkat daerah juga sesuai dengan desentralisasi dan otonomi pendidikan yang juga esensi Merdeka Belajar. Kami memberikan kebebasan pada para pendidik dan institusi pendidikan untuk menggunakan metode yang sesuai dengan konteks dan budaya daerah masing-masing,” tambah dia.

Dia berharap hasil riset dari program RISE tersebut dapat dilanjutkan dan diaplikasikan lebih lanjut untuk mendukung kebijakan Merdeka Belajar sebagai kebijakan solutif di dunia pendidikan.

Nadiem menambahkan pihaknya selalu menggunakan hasil riset dalam menentukan kebijakan yang ada. Dari hasil riset pada 2020, bahwa angka partisipasi pendidikan anak Indonesia mengalami penurunan seiring semakin tingginya jenjang pendidikan. Angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang SD yakni 99,26 persen, jenjang SMP yakni 95,74 persen, jenjang SMA yakni 72,72 persen, dan jenjang pendidikan tinggi yakni 26,5 persen.

Begitu juga capaian skor PISA Indonesia yang rendah dibandingkan negara lain. Capaian tersebut menunjukkan masih kurangnya kemampuan literasi dan numerasi serta metode belajar yang kurang melatih anak untuk berpikir kritis.

“Hasil penelitian pula, yang menentukan tiga prioritas utama dalam kebijakan Merdeka Belajar,” imbuh dia.

Baca juga: Nadiem ajak pelajar di Inggris naikkan level Indonesia di ranah global

Program RISE di Indonesia dikelola dan dipimpin oleh The SMERU Research Institute yang bekerja sama dengan the Amsterdam Institute for Global Health and Development (AIGHD) dan Mathematica Policy Research. Program RISE di Indonesia berjalan sejak 2017 dan akan berakhir pada 2022.

Program RISE melakukan studi terkait reformasi guru di tingkat nasional, seperti studi perekrutan guru, Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra-jabatan, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), tunjangan atas kinerja guru (KIAT Guru), analisis dampak ujian nasional, serta organisasi profesi guru. Di tingkat daerah, Program RISE bekerja sama dengan empat daerah (Kota Bukittinggi, Provinsi DKI Jakarta, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Kebumen) sebagai Laboratorium Pembelajaran untuk mengetahui inovasi kebijakan pendidikan di tingkat daerah. Program RISE juga mempelajari faktor pendorong inovasi kebijakan pendidikan di tingkat daerah dan penyebaran inovasi kebijakan antardaerah.

Di era otonomi daerah, usaha perbaikan kualitas pendidikan tidak lagi terbatas tanggung jawab pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten dan kota yang berwenang mengelola sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) memiliki peran besar dalam menyediakan pendidikan berkualitas bagi masyarakatnya. Melalui penelitian yang Program RISE lakukan di beberapa daerah di Indonesia, kami ingin melihat respons daerah terhadap desentralisasi pendidikan, seperti adaptasi maupun inovasi kebijakan pendidikan.

Selain itu, Program RISE juga meneliti isu-isu terkini yang berkaitan dengan pendidikan, seperti penurunan kemampuan siswa selama pandemi COVID-19. Penurunan kemampuan siswa yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan konsekuensi negatif jangka panjang terhadap hasil belajar siswa dan kehidupan mereka di masa mendatang. Oleh karena itu, Program RISE berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa selama pandemi. Hasil temuan ini nantinya digunakan untuk menguatkan proses pembuatan kebijakan dengan bukti hasil penelitian agar lebih tepat sasaran. ***3***

Baca juga: Nadiem: PTM terbatas tidak sama dengan sekolah tatap muka normal
Baca juga: Puluhan ribu mahasiswa berkegiatan di luar kampus


Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021