Perserikatan Bangsa Bangsa (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang mempersiapkan kemungkinan lebih lanjut  warga sipil yang mengungsi di Afghanistan setelah pasukan AS dan internasional meninggalkan negara itu pada September, kata kepala pengungsi PBB Filippo Grandi kepada Reuters, Senin (14/6).
 
Kekerasan meningkat ketika pasukan asing mulai menarik diri dan upaya untuk menengahi penyelesaian damai antara pemerintah Afghanistan dan pemberontak Taliban telah melambat.

Grande menunjuk pada serangan mematikan pekan lalu terhadap organisasi penjinak ranjau internasional di Afghanistan utara, yang menewaskan 10 orang.

"Ini adalah indikator tragis dari jenis kekerasan yang mungkin muncul kembali di Afghanistan dan dengan penarikan pasukan internasional, ini mungkin atau kemungkinan akan menjadi lebih buruk," kata Grande.

"Oleh karena itu kami melakukan perencanaan darurat di dalam negeri untuk pemindahan lebih lanjut, di negara-negara tetangga jika orang-orang mungkin melintasi perbatasan," katanya, tanpa memberikan rincian rencana tersebut.

Saat ini, ada sekitar 2,5 juta pengungsi terdaftar dari Afghanistan secara global, sementara 4,8 juta lainnya telah mengungsi di dalam negeri, menurut badan pengungsi PBB UNHCR, yang dipimpin oleh Grande.

Setelah 20 tahun, Amerika Serikat telah memulai penarikan sisa 2.500 tentaranya di Afghanistan dan bertujuan untuk sepenuhnya keluar dari negara itu pada 11 September. Sekitar 7.000 pasukan non-AS dari sebagian besar negara-negara NATO - bersama dengan Australia, Selandia Baru dan Georgia - juga berencana untuk pergi pada 11 September.

Grande mengatakan dukungan internasional yang kuat diperlukan untuk pembicaraan perdamaian antara pemerintah Afghanistan dan Taliban.

"Ini adalah tindakan politik yang harus menggantikan konflik, tetapi, tentu saja, risiko (pengungsian lebih lanjut) ada dan kami harus siap," tambahnya.

Pasukan Afghanistan yang didukung AS menggulingkan Taliban pada akhir 2001 karena Taliban menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat.

"Yang dibutuhkan adalah dukungan ekonomi tingkat tinggi untuk bantuan kemanusiaan Afghanistan guna memaksimalkan peluang yang dimiliki pihak berwenang Afghanistan untuk menstabilkan situasi," kata kepala bantuan PBB Mark Lowcock kepada Reuters, Senin.

“Ada pelibatan yang sangat baik dan konstruktif dari pemerintahan Biden, dari Gedung Putih hingga ke bawah, dan kami sebenarnya telah melakukan diskusi yang sangat produktif dengan mereka mengenai hal itu,” tambah Lowcock, yang mengundurkan diri dari perannya bulan ini.

Awal bulan ini, Amerika Serikat mengumumkan lebih dari 266 juta dolar AS (sekitar Rp 3,7 triliun) bantuan kemanusiaan baru untuk Afghanistan, menjadikan hampir 3,9 miliar dolar (sekitar Rp55,5triliun) jumlah total bantuan yang telah diberikan sejak 2002.

Sekitar 18,4 juta orang, hampir setengah dari populasi negara itu, membutuhkan bantuan kemanusiaan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa. PBB telah meminta dana 1,3 miliar dolar (sekitar Rp18,5 triliun) untuk tahun 2021 namun sejauh ini hanya menerima sekitar 23 persen dari jumlah itu. 

Lowcock mengatakan, hingga beberapa tahun lalu banyak perhatian internasional di Afghanistan. Perhatian itu telah "menghilang dan melemah dan itu adalah semacam masalah ketika harus menarik perhatian pada kebutuhan Afghanistan dan mendapatkan dukungan untuk mereka."

Sumber: Reuters

Baca juga: Turki tawarkan jaga bandara Afghanistan setelah NATO tarik pasukan

Baca juga: Rumah sakit di Afghanistan tutup pintu untuk pasien baru COVID-19

Baca juga: Afghanistan hentikan vaksinasi COVID akibat kehabisan dosis



 

Ratusan pengungsi Afghanistan duduki Jalan Kebon Sirih

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021