Modusnya membuat memalsukan data atas nama PT BF untuk bisa lolos berangkat ke Bali.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mendorong pencegahan pemalsuan surat hasil tes cepat maupun tes usap (PCR) COVID-19 dengan memberikan tanda khusus, seperti watermark, hologram, atau tanda khusus lainnya.

"Pemerintah dan Ketua Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk melakukan upaya agar surat atau informasi hasil rapid test, khususnya PCR, memiliki tanda khusus yang sulit atau bahkan tidak bisa digandakan oleh orang atau pihak lain yang tidak berwenang," kata Bamsoet, sapaan akrabnya, dalam pernyataan tertulis, di Jakarta, Senin.

Hal tersebut disampaikan Bamsoet ketika merespons adanya pemalsuan surat hasil tes polymerase chain reaction (PCR) yang sempat terjadi dan viral di media sosial beberapa waktu lalu.

Bamsoet meminta pihak kepolisian lebih meningkatkan kinerjanya tidak sebatas melakukan penangkapan dan penahanan saja, tetapi terus menggali motivasi apa di balik semua pemalsuan hasil tes PCR tersebut.

Baca juga: Keluarga pemalsu hasil "PCR" serahkan proses hukum ke Polda Metro

Menurut dia, pemerintah dan masyarakat harus berkomitmen menyebarkan informasi yang valid terkait dengan COVID-19 sehingga tidak ada kesalahpahaman masyarakat terhadap informasi mengenai COVID-19 yang dapat membahayakan kesehatan diri sendiri maupun orang lain di sekitar.

Selain itu, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila itu mendorong pemerintah dan aparat dapat meningkatkan pengawasan dan mengusut seluruh oknum-oknum pembuat atau penjual surat palsu PCR atau rapid test lainnya agar dapat segera ditangkap dan diberikan sanksi.

Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya meringkus tiga orang diduga pelaku pemalsuan surat tes usap (swab test) PCR yang dipasarkan secara daring melalui media sosial.

"Modusnya membuat memalsukan data atas nama PT BF untuk bisa lolos berangkat ke Bali dengan memalsukan bukti tes usap (swab)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Kamis.

PCR merupakan salah satu metode pemeriksaan virus SARS Co-2 dengan mendeteksi DNA virus untuk mendapatkan hasil apakah seseorang positif atau tidak SARS Co-2.

Ia menyebutkan tiga pelaku pemalsuan tersebut, yakni MFA yang ditangkap di Bandung, Jawa Barat, selanjutnya EAD yang ditangkap di Bekasi dan MAIS yang diamankan petugas di Bali.

Yusri menjelaskan bahwa terkuaknya kasus pemalsuan surat tes usap tersebut berawal dari unggahan media sosial tersangka MFA.

Baca juga: Keluarga tiga pelaku pemalsu tes usap PCR minta maaf

Adapun isi unggah akun Instagram @hanzdays tersebut, yakni "Yang mau PCR cuma butuh KTP ga usah swab beneran. 1 jam jadi, bisa dipake diseluruh Indonesia, gak cuma Bali dan tanggalnya bisa pilih H-1/H-2 100% lolos testimoni 30+”.

Unggahan soal surat tes usap palsu kemudian menjadi bahan pembicaraan warganet, yang salah satunya adalah dr. Tirta Mandira Hudhi.

Pembicaraan warganet soal surat tes usap PCR palsu tersebut kemudian sampai ke PT Bumame Farmasi (BF) selaku penyelenggara tes usap PCR resmi yang namanya dicatut dalam surat tersebut.

Pihak kuasa hukum PT Bumame Farma pun melaporkan perkara pemalsuan tersebut ke Polda Metro Jaya.

"Ini di akun Instagram inisial MFA diketahui dr. Tirta, lalu disampai ke PT BF, kemudian perseroan ini melapor ke Polda Metro Jaya," ujar Yusri.

Akibat perbuatannya, ketiganya dijerat dengan Pasal 32 juncto Pasal 48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 35 jo. Pasal 51 Ayat (1) UU No.19/2016 tentang ITE, dan/atau Pasal 263 KUHP dengan pidana penjara paling lama 12 tahun penjara.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021