Telah terjadi pergeseran layanan pembiayaan dari perbankan ke perusahaan tekfin (teknologi finansial)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School (STIE - IBS), Dr. Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono mengatakan pandemi COVID-19 telah mendorong pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) memanfaatkan layanan teknologi finansial (financial technology/ fintech).

"Telah terjadi pergeseran layanan pembiayaan dari perbankan ke perusahaan tekfin (teknologi finansial)," kata Kusumaningtuti dalam keterangan tertulis, Sabtu.

Kusumaningtuti yang berbicara dalam acara penyerahan beasiswa kepada 30 mahasiswa STIE - IBS Kemang Jakarta Selatan sumbangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan perusahaan tekfin sampai dengan 5 November 2020 yang telah terdaftar dan berizin di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebanyak 154.

"Angka itu termasuk besar, di mana kehadiran Fintech membawa inovasi dan perubahan pada industri keuangan dan perbankan dengan meningkatkan inklusi keuangan," ujar Kusumaningtuti.

Sedangkan, data OJK pada Oktober 2020 akumulasi penyaluran pinjaman nasional Oktober 2020 sebesar Rp137,66 triliun (naik 102,44 persen yoy) dimana angka partisipasi datang dari generasi muda 66 persen berusia 19 sampai 34 tahun baik sebagai peminjam maupun pemberi pinjaman.
Baca juga: Sasar UKM, platform keuangan digital ini siap rambah 25 negara
Baca juga: Pemerintah siapkan edukasi UMKM terkait fintech


Terjadinya pergeseran perilaku konsumen ke aktivitas digital menjadi peluang bagi industri keuangan digital. Riset IBS membuktikan bahwa kegiatan perbankan merupakan peringkat kedua tertinggi, dimana di dalamnya aktivitas digital bergeser dari semula 40 persen menjadi 100 persen.

Sementara itu, Ketua Klaster Pendanaan Produktif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Reynold Wijaya menyebutkan transaksi per Oktober 2020 meliputi lenders (pemberi pinjaman) mencapai 698 ribu, sedangkan jumlah borrowers (penerima pinjaman) sebesar 39 juta.

"Yang menarik di sini adalah penyalurannya yang begitu cepat. Tercatat sebesar Rp137,66 triliun pinjaman yang telah terdistribusi ke pengguna. Walaupun dalam masa pandemi, namun disalurkan dengan begitu baik," kata Reynold yang juga CEO Modalku.

Bisa dibilang, angka Rp137,66 triliun merupakan angka yang cukup besar, namun faktanya, menurut Reynold, itu angka yang belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kebutuhan yang ada di Indonesia.

"Ini benar-benar baru mulai, angka yang belum ada apa-apanya. Karena kita baru mulai, biasanya ada turun-naik, banyak gangguannya yang tidak bisa kita prediksi. Namun bila ini semakin matang gangguan akan mulai hilang, dipercaya OJK, masyarakat, dan regulator, sehingga kita bisa menghasilkan yang baik untuk Indonesia," jelasnya.

Menurut Reynold, industri fintech lending untuk berinovasi melalui akses pembiayaan kepada masyarakat dan pelaku UMKM. Peluang pertumbuhan fintech cukup besar, karena masih ada 6,6 Juta UMKM dan 132 juta individu yang belum memiliki akses kepada kredit. Karena itu, seiring semakin maraknya digitalisasi, kolaboransi antara perbankan dan fintech akan semakin terbuka lebar.
Baca juga: Kemenkop belum mendata UMKM manfaatkan teknologi finansial
Baca juga: Modalku ingin jangkau dan salurkan pinjaman ke pelaku UKM di luar Jawa

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020