Jakarta (ANTARA) - Para anggota Komisi II DPR RI mempertanyakan langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang akan menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) hasil pemungutan suara pada Pilkada Serentak 2020.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kementerian Dalam Negeri, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis. mengatakan penggunaan Teknologi Informasi (IT) dalam Pilkada Serentak 2020 tidak masalah dan harus mempermudah tahapannya namun jangan sampai mempersulit.

Dia menilai kalau KPU memaksakan penggunaan Sirekap dalam Pilkada 2020 untuk penetapan hasil pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil suara itu bukan hanya mempersulit namun dari sisi norma UU tidak terpayungi.

Baca juga: Komisi II bahas tiga Rancangan Peraturan KPU terkait Pilkada

"Tentu harus ada persiapan, simulasi, dan uji kredibilitas teknologi termasuk tanda tangan KPPS karena harus verifikasi akurasi dan kesiapan sehingga harus kerja sama dengan BSSN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)," kata Arif.

Dia menegaskan menolak kalau Sirekap digunakan untuk penetapan hasil pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil suara. Namun dia menyarankan agar Sirekap digunakan untuk instrumen baru untuk fungsi kontrol dan mempercepat serta transparansi proses pemungutan dan pemungutan suara.

"Jadi Sirekap bukan menjadi dasar penetapan sah atau tidak proses (pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil suara). Ini (penggunaan Sirekap) agar ada kehati-hatian dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk digunakan, dan menjadi fungsi kontrol hasil rekap hitung manual," ujarnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar proses rekapitulasi dalam Pilkada 2020 tetap dilakukan secara manual dan Sirekap bisa dijadikan sebagai alat bantu dan fungsi kontrol.

Dalam RDP tersebut, anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan KPU harus memetakan lebih komprehensif apakah sistem Sirekap cocok diterapkan di seluruh wilayah di Indonesia.

Baca juga: Penerapan "e-voting" perlu kajian komprehensif

"Di Sumatera Barat ada daerah yang jaraknya 6 kilometer dari Bukittinggi, tidak bisa mendapatkan akses internet. Saya ingin menanyakan apakah sudah dilakukan antisipasi," kata Guspardi.

Dia menjelaskan, jangan sampai ada daerah yang belum mendapatkan akses internet, lalu memunculkan persoalan misalnya petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus mencari tempat yang tersedia akses internet untuk mengirimkan hasil dari Sirekap.

Hal itu, menurut dia, dikhawatirkan menimbulkan kecurangan dalam proses Pilkada 2020 karena ada jeda waktu antara waktu pemungutan suara dengan mengirimkan hasilnya.

"Bisa saja ada manipulasi karena bagaimanapun petugas TPS adalah manusia, sehingga bisa saja punya kepentingan, kita tidak tahu. Karena itu bagaimana mengantisipasinya," ujarnya.

Guspardi mengatakan penggunaan TI dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara harus dipersiapkan infrastruktur, dan itu berkaitan dengan alokasi pendanaannya misalnya akses internet dan telepon genggam bagi petugas TPS.

Baca juga: KPU diminta pertimbangkan kembali penggunaan Sirekap

Menurut dia, di satu sisi Indonesia sedang fokus dalam penanganan pandemi COVID-19, namun di sisi lain perlu ada efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan anggaran khususnya dalam persiapan Pilkada Serentak 2020, jangan sampai terjadi mubazir.

"Lalu terkait kesalahan dalam rekapitulasi, kalau ada unsur kesengajaan, perlu ada 'punishment' agar yang lain tidak melakukan kesalahan serupa," katanya.

Anggota Komisi II DPR RI Nasir Djamil mengatakan penggunaan teknologi dalam pemilu merupakan sebuah keniscayaan di era digital saat ini karena menawarkan kemudahan dan sudah dimanfaatkan oleh banyak negara.

Namun, menurut dia, pemanfaatan teknologi tersebut tidak selalu melahirkan efektifitas dan efisiensi misalnya rencana KPU RI menerapkan Sirekap di Pilkada Serentak 2020.

"Sirekap perlu dievaluasi karena menyangkut tingkat kepercayaan masyarakat pada demokrasi berbasis teknologi informasi. Seberapa besar kepercayaan masyarakat itu karena Bawaslu mengatakan kesiapan jaringan dan sumber daya manusia yang perlu diperhatikan," ujarnya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020