Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) menyosialisasikan perizinan penelitian asing di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang bermanfaat untuk mengangkat marwah peneliti Indonesia.

"Lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 ini menjadi momentum balik untuk menempatkan diri kita dan mengangkat marwah kita pada posisi yang seharusnya dalam konteks bekerja sama penelitian dan pengembangan dengan teman-teman dari luar," kata Pelaksana Deputi Bidang Penguatan riset dan Pengembangan Kemristek Muhammad Dimyati dalam acara virtual Sosialisasi Perizinan Penelitian Asing di Indonesia Dalam Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019, Jakarta, Senin.

Baca juga: Peneliti: Investasi asing sulit jadi pendongkrak ekonomi saat pandemi

Baca juga: Kemenristekdikti perketat izin peneliti asing


Dimyati menuturkan pihak dalam negeri termasuk para peneliti lokal yang ingin bekerja sama dengan mitra luar atau peneliti asing harus benar-benar mencermati dan memahami Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 sebagai acuan dalam kerja sama penelitian dengan pihak asing di Indonesia.

Selain memberikan dorongan dan proteksi, undang-undang tersebut juga memberikan perlindungan sampai dengan sanksi kepada siapapun yang melanggar atau tidak mematuhi norma-norma yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut.

"Kita menginginkan bahwa kekayaan Republik yang kita miliki ini diolah dan dimanfaatkan oleh dan untuk sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia, jadi kita tidak ingin mengulang kejadian masa lalu yang kita merasa tidak setara pada saat kita bekerja sama dengan teman-teman dari luar," tutur Dimyati.

Sanksi tersebut berlaku, baik bagi pihak Indonesia maupun mitra asing dalam kerja sama penelitian dan pengembangan. Oleh karenanya, mencermati dan memahami substansi undang-undang terkait perizinan penelitian menjadi sangat mendasar dan harus dilakukan.

Hal itu dikarenakan banyak kerja sama penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pihak Indonesia termasuk perguruan tinggi dalam negeri dengan pihak luar, dan undang-undang itu akan menjaga kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut menjunjung tinggi kesetaraan dan saling memberi.

Dengan mendapatkan panduan dan acuan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tersebut, ke depan para peneliti Indonesia dapat berkomunikasi dengan kesetaraan, dengan penuh percaya diri dan bisa mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh dalam kerja sama penelitian dengan pihak asing di Indonesia.

Baca juga: Menristek perketat masuknya peneliti asing

"Untuk itulah, kita ingin menempatkan diri kita pada posisi yang betul-betul sama derajat bukan seperti yang kebanyakan selama ini, kita itu berada pada posisi seolah-olah subordinatnya teman-teman dari luar, kita sering bukan pada porsi yang sebenarnya, bahkan kita sering diiming-imingi untuk mendapatkan berbagai tawaran di luar dan akhirnya kita bekerja sama dengan kerangka yang tidak seharusnya," ujar Dimyati.

Dalam kerangka kerja sama penelitian, tentu tidak lepas dari penerapan prinsip saling memberi, sehingga kedua pihak baik Indonesia maupun pihak luar negeri mendapatkan kemanfaatan termasuk dalam konteks rekognisi, konteks sosial dan ekonomi, serta kekayaan intelektual.

"Maka, prinsip kesamaan saling memberi itu yang perlu kita junjung terus, di samping yang kita lakukan ini harus betul-betul 'governance', tidak boleh saling ditutup-tutupi atau tidak 'fair' (adil) dengan teman-teman yang dari luar atau bahkan kita merasa pada posisi yang di atas," tutur Dimyati.

Baca juga: Bupati keluhkan peneliti asing di hutan Lambusango Buton

Baca juga: LIPI terbitkan izin bagi 600 peneliti asing

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020