Angka 1 persen per 1.000 penduduk itu adalah minimal yang disyaratkan WHO. Untuk pelacakan adalah 30. Jadi 1 orang yang terinfeksi itu pemerintah harus mampu melacak 30 orang yang sudah kontak erat (dengan penderita COVID-19). Sementara di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Lembaga penelitian Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai bahwa tingginya lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia tidak mencerminkan tingginya kapasitas tracing atau penelusuran dan kapasitas testing atau pemeriksaan yang telah diupayakan.

"Jadi kalau sekarang terjadi lonjakan pasien yang sangat besar. Itupun bukan karena kapasitas testing kita yang meningkat," kata Peneliti IDEAS Nuri Ikawati dalam acara diskusi virtual bertema "New Normal dan Emergency Brake Policy" di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan bahwa berdasarkan penelitian IDEAS kemampuan pemeriksaan di Indonesia masih cukup rendah dan kemampuan penelusurannya juga masih di bawah rata-rata global.

"Angka 1 persen per 1.000 penduduk itu adalah minimal yang disyaratkan WHO. Untuk pelacakan adalah 30. Jadi 1 orang yang terinfeksi itu pemerintah harus mampu melacak 30 orang yang sudah kontak erat (dengan penderita COVID-19). Sementara di Indonesia kita baru 4,1. Jadi masih sangat rendah," katanya.

Menurut dia itu berarti bahwa lonjakan kasus COVID-19 yang tercatat saat ini bukan karena tingkat penelusuran dan pemeriksaannya sudah memadai, tetapi karena penularan penyakit COVID-19 masih terus berlangsung di tengah masyarakat dengan tingkat penularan yang sangat tinggi.

Jika pemerintah terus berupaya meningkatkan kapasitas penelusuran dan pemeriksaan kasus COVID-19, kata dia, maka jumlah kasus positif di Indonesia juga diperkirakan akan meningkat drastis.

"Jadi bisa jadi lonjakan kasusnya akan sangat meningkat lebih banyak," katanya.

Namun demikian, ia mengatakan lonjakan kasus positif yang dihasilkan oleh penambahan kapasitas penelusuran dan pemeriksaan secara memadai sebenarnya merupakan kabar baik, karena dengan lebih cepat pemerintah mengetahui lebih banyak kasus di tengah masyarakat, maka akan lebih cepat penanganan atau pengobatan dilakukan.

Dengan mengetahui jumlah pasti orang-orang yang terinfeksi COVID-19 di suatu daerah, maka upaya pengendalian melalui isolasi mandiri dan pengobatan akan lebih cepat dilakukan, sehingga mata rantai penularan penyakit yang masih berlangsung dapat segera diputus, demikian  Nuri Ikawati.

Baca juga: IDEAS: Kesembuhan COVID-19 terkait dengan kapasitas rumah sakit

Baca juga: IDEAS nilai pelonggaran PSBB langkah mundur penanganan COVID-19

Baca juga: IDEAS ingatkan kebijakan fokus tangani bencana untuk pulihkan ekonomi

Baca juga: IDEAS sebut 11,3 juta pekerja formal Jabodetabek sanggup WFH

Pewarta: Katriana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020