Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Muthia Elma, ST, M.Sc, Ph.D mengemukakan meskipun banyak daerah sudah memasuki zona hijau, pembukaan sekolah tetap sangat tidak aman.

"Keamanan sekolah memang sangat bergantung pada tingkat penularan di masyarakat. Artinya, ketika penularan di masyarakat masih tinggi, risiko penyebaran di tengah-tengah murid sekolah juga tinggi," kayanya di Banjarmasin, Jumat.

Baca juga: KPAI lakukan pengawasan terhadap persiapan sekolah tatap muka

Menurut dia, sekolah dapat saja dibuka jika daerah sudah mencapai "low community transmission rates" atau tingkat penularan di komunitas sudah rendah. Parameternya adalah kurang dari satu kasus baru per 100.000 orang per hari.

"Untuk Indonesia belum terpenuhi. Kita masih harus fokus dalam menjaga pengendalian infeksi tingkat populasi," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, rencana pembukaan kembali sekolah di zona hijau dan kuning perlu dikaji ulang. Apalagi, setelah ada peningkatan kasus di sejumlah negara setelah sekolah dibuka.

Sangat disarankan sekolah tetap memberlakukan pembelajaran secara daring atau jarak jauh hingga penularan COVID-19 di masyarakat sudah terkendali.

"Para pemangku kebijakan harus berembuk dengan para ahli pendidikan dan kesehatan masyarakat, untuk betul-betul memastikan saat yang aman untuk membuka sekolah tatap muka," tuturnya.

Baca juga: Mendikbud: PJJ masih tetap berlangsung meski tatap muka

Ia menyarankan untuk menghadirkan kurikulum darurat, sehingga proses belajar mengajar jarak jauh dapat berlangsung aman, tetapi tidak memberatkan guru, peserta didik dan keluarganya.

Saat ini ada sekitar 276 kabupaten dan kota di Indonesia yang termasuk dalam kategori zona kuning dan hijau, namun di balik rencana pembukaan kembali sekolah tatap muka, ada kekhawatiran potensi besarnya penularan COVID-19 pada anak-anak.

Muthia mengungkapkan dari data World Health Organization (WHO) sekitar tiga kali lipat orang berusia muda terdeteksi positif dalam 5 bulan terakhir.

Sedangkan di Inggris, dalam dua pekan terakhir, kasus positif di sekolah melonjak sekitar 4,5 persen sampai 15 persen. WHO juga mengingatkan anak dan kelompok usia muda rentan terjangkit COVID-19 dan dapat menimbulkan resiko kematian.

"Ada juga studi yang menyebutkan bahwa kasus kematian anak di Indonesia akibat COVID-19 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kasus pada anak secara global," kata dosen Fakultas Teknik ULM itu.

Baca juga: 117 SMA/SMK di Garut siap laksanakan belajar tatap muka

Baca juga: Ketua MPR dorong Mendikbud kaji kembali izin sekolah zona kuning

Pewarta: Firman
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020