Jakarta (ANTARA) - Inspirator Gerakan Bangkit Belajar (GBB) Muhaimin Iskandar mengajak masyarakat penggerak serta para pemangku kebijakan terkait pendidikan di daerah turut serta memberi sumbangsih dalam Gerakan Bangkit Belajar.

Gerakan Bangkit Belajar itu dirancang sejak dua hari lalu untuk memfasilitasi para partisipan dan relawan untuk memberi bantuan kepada yang membutuhkan pendidikan di masa darurat pendidikan di masa pandemi COVID-19 saat ini.

"Apa yang kita punya, tenaga, pikiran, jejaring, mengadakan kontak, menyambungkan, konten, karena semua punya konten, ayo kita sebar dengan cepat, masif, menyebar, agar darurat pendidikan saat ini bisa diatasi," ujar Cak Imin, sapaan Muhaimin dalam peluncuran Gerakan Bangkit Belajar di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Rabu.

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan gerakan bangkit belajar adalah upaya kolektif yang dirajut bersama untuk membantu kinerja pemerintah agar pendidikan bisa dinikmati dengan selayaknya oleh semua anak bangsa Indonesia.

"Kami apresiasi bahwa pemerintah sudah bekerja, ormas telah bekerja, organisasi (pendidikan) telah bergerak. Tapi tidak cukup, semua harus bergerak memberikan sesuatu yang kita mampu untuk memberi solusi cepat terutama pendidikan dasar dan menengah," kata Cak Imin.

Baca juga: Muhaimin minta Nadiem ajak ormas buat pendidikan alternatif di desa

Menurut Koordinator Nasional Gerakan Bangkit Belajar Syaiful Huda, kendali semua kebijakan pemerintah pusat terkait pendidikan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum dapat terkoordinasi dengan baik di daerah.

Karena, kata Syaiful, ruang rentang konsolidasi dengan dinas-dinas di seluruh Kabupaten/Kota untuk misalnya menerapkan pembelajaran tatap muka di zona kuning dengan protokol kesehatan ternyata harus memerlukan intervensi dari pemerintah pusat juga, yang seharusnya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah.
​​​​​​​
Syaiful mengatakan bahwa hasil survei anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 5 sekolah di DKI dan 5 sekolah di Jawa Barat yang menurut dia favorit, hanya satu sekolah yang memenuhi syarat untuk membuka pembelajaran tatap muka di zona hijau dan zona kuning COVID-19 dengan protokol kesehatan itu.

"Sudah saya nilai dan saya lihat semuanya, hanya satu sekolah yang lolos dalam standar untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka berdasarkan protokol kesehatan. Artinya, intervensi kepada sekolah yang tidak bisa mengadakan protokol kesehatan tetap harus dilakukan oleh pemerintah (pusat)," kata Syaiful.

Sementara, kata Syaiful, dari 68,8 juta siswa didik di Indonesia, hanya 30 persen yang mampu melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

"Banyak hal masalahnya, mulai dari masalah kuota, keberadaan ponsel pintar, sekolah tidak dapat menyelenggarakan pembelajaran karena tidak ada sosialisasinya, dan seterusnya," kata Syaiful.
​​​​​​​
Penurunan kualitas pendidikan di masa pandemi COVID-19 dikhawatirkan menjadikan Indonesia ke depan rentan memiliki lost generation. Syaiful mengatakan itu sebabnya, situasi saat ini disebut sebagai situasi darurat pendidikan.

Karena itu, pihaknya menginisiasikan Gerakan Bangkit Belajar. Gerakan itu sudah dicoba lebih dulu di Jawa Barat dengan merangkul relawan pengajar dari alumnus penerima beasiswa Bidik Misi dari Institut Teknologi Bandung bekerja sama dengan Badan Pengurus Pusat Bidik Misi Nasional.

"Alhamdulillah untuk Gerakan Bangkit Belajar ini sudah siap relawan sebanyak 5.974 (mahasiswa). Pulang kuliah, mereka siap membantu adik-adiknya bersekolah," kata Syaiful.
​​​​​​​
Selanjutnya, Syaiful menyebut gerakan mereka akan merambah 34 provinsi khususnya 12 titik yang masih harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh di daerahnya yakni dari Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kendari (Sulawesi Tenggara), Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan seterusnya.

Baca juga: Cak Imin harap Mendikbud temui NU dan Muhammadiyah cari solusi

Baca juga: DPR: Pengelolaan anggaran COVID-19 jangan melanggar hukum

Baca juga: Gus AMI minta pemerintah perhatikan petani

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020