Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Dua wartawan asing yang diculik di Somalia pada Agustus 2008 dibebaskan Rabu dan berada di sebuah hotel di ibukota negara itu, Mogadishu, kata seorang anggota parlemen Somalia dan sumber-sumber hotel.

"Kami telah membawa kedua wartawan asing itu ke hotel Sahafi. Kami bekerja selama delapan hari bagi pembebasan mereka, namun akhirnya berhasil," kata anggota parlemen Ahmed Diiriye kepada Reuters. "Saya tidak ingin berkomentar mengenai bagaimana kami membebaskan mereka sekarang."

Kedua wartawan lepas itu, Amanda Lindhout, seorang pewarta Kanada, dan Nigel Brennan, seorang wartawan foto Australia, diculik di Mogadishu pada Agustus 2008.

Seorang wartawan Somalia, Abdifatah Mohammed Elmi, yang menjadi penterjemah mereka, juga diculik. Elmi dibebaskan pada Januari 2009.

Wartawan-wartawan itu diculik ketika sedang pergi ke kamp-kamp di luar Mogadishu yang menampung orang-orang Somalia yang terlantar akibat kekerasan di negara Tanduk Afrika tersebut.

Anggota parlemen itu mengatakan, kedua wartawan itu dibawa dari Mogadishu selatan oleh anggota-anggota milisi dan kemudian diserahkan kepada orang-orang yang merundingkan pembebasan tersebut.

Seorang pegawai hotel Sahafi yang menolak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters, ia melihat seorang kulit putih yang berjenggot dan seorang wanita yang memakai "hijab" (kain penutup) di bangunan itu pada Selasa malam.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.

Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun lalu saja.

Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.

Perompak dari negara Tanduk Afrika yang gagal itu saat ini menahan sedikitnya 13 kapal dan lebih dari 230 orang awak kapal, termasuk pasangan Inggris yang kapal pesiarnya dibajak di lepas pantai Seychelles.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009