ika yang dilepas kurang dari 50 persen, maka Pertamina sebagai BUMN masih bisa mengontrol dan menguasai kebijakannya melalui subholding
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum bisnis Ali Nasir berpendapat rencana Initial Public Offering (IPO) subholding Pertamina tidak melanggar Pasal 33 UUD 1945, selama saham yang dijual ke publik tidak boleh lebih dari 50 persen.

Hal itu, lanjutnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, jika IPO dilakukan terhadap subholding yang menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya subholding upstreaming.

"Jika yang dilepas kurang dari 50 persen, maka Pertamina sebagai BUMN masih bisa mengontrol dan menguasai kebijakannya melalui subholding," kata Ali yang juga mantan anggota Komite Energi Nasional (KEN) itu.

Baca juga: Soal IPO anak usaha Pertamina, Nicke: Ini bukan pelepasan saham negara

Tetapi, tambahnya, jika yang di-IPO-kan adalah anak perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak, misal subholding perkapalan, maka tidak apa-apa lebih dari 50 persen.

Jadi, menurut dia, sebenarnya tidak ada masalah secara konstitusi terkait rencana IPO ini, karena tidak mungkin Pertamina menjual saham subholding-nya lebih dari setengah.

"Kalau lebih dari itu, baru big question karena sudah privatisasi," ujar Legal Advisor OPEC 2006-2014 itu.

Dengan demikian, lanjutnya, memang tidak ada aturan yang dilanggar terkait rencana IPO, apalagi yang masuk bursa saham adalah subholding, bukan Pertamina sebagai BUMN.

Baca juga: Yusril: IPO Subholding Pertamina sesuai konstitusi dan perundangan

"IPO kan hanya soal pendanaan. Jadi, hanya salah satu cara agar bisa mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Makanya saya mendukung upaya ini," tegasnya.

Apalagi, menurut dia, dilihat dari UU tentang Perseroan Terbatas, bahwa pembentukan PT adalah mencari untung sehingga semua memang saling mendukung dan tidak ada yang dilanggar dengan IPO.

Oleh karena itu, Ali menyatakan rencana IPO tak perlu dipersoalkan, terlebih berbagai anak perusahaan minyak dunia juga melakukan hal serupa.

"Statoil di Norwegia, Petronas di Malaysia, dan bahkan Aramco milik Saudi Arabia, juga go public," katanya.

Baca juga: Pakar: IPO Subholding Pertamina sesuai amanah konstitusi

Pewarta: Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020