lebih baik pengusaha tempat hiburan malam itu diberi sanksi tegas dengan pencabutan izin usaha untuk memberikan efek jera
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Desie Christhyana Sari meminta Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia menindak tegas industri hiburan yang melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi fase pertama.

"Tempat hiburan itu kan bahaya juga, rentan terjadi penularan COVID-19. Itu juga saya bingung, kenapa bisa kebablasan begitu. Pasti di belakangnya ada sesuatu. Tapi saya mohon pak Cucu lebih disiplin lagi," ujar Desie di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Pengunjung mal hanya 30-40 persen selama PSBB transisi di Jakarta

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta ini berharap Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bisa lebih ketat mengawasi para pelaku industri pariwisata serta operasional tempat hiburan malam di Jakarta.

Bahkan, menurutnya lebih baik pengusaha tempat hiburan malam itu diberi sanksi tegas dengan pencabutan izin usaha untuk memberikan efek jera.

"Kalau bisa ya izinnya dicabut. Apalagi tempat karaoke, ada izin minuman kerasnya juga kan di situ. Nggak mungkin hanya buka restoran, paling menguntungkan kan minuman. Jangan tebang pilih. Dari kemarin saya lihat pak Cucu nggak disiplin ya soal ini, selalu menganggap gampang," katanya.

Baca juga: Delapan tempat usaha ditutup akibat langgar PSBB transisi

Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa Transisi fase pertama sejak 5 Juni 2020 hingga akhir Juni seperti saat ini, mengamanatkan bar dan tempat hiburan malam baru dapat beroperasi pada fase tiga dengan catatan terjadi perbaikan kasus COVID-19.

Baca juga: 129 lokasi pariwisata-hiburan lakukan pelanggaran selama PSBB

Penelusuran
Dilarangnya tempat hiburan malam khususnya bar untuk beroperasi, diungkapkan sebelumnya oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia, yang menyebutkan bahwa bar tidak boleh buka meski merupakan fasilitas dari restoran demi menghindari kerumunan.

"Kan ada restoran yang memiliki fasilitas bar itu gak apa-apa buka (restorannya) dengan protokol kesehatan. Barnya ditutup, minuman kerasnya selama ada izinnya boleh, tapi gak boleh tuh nongkrong di bar, terus juga gak boleh display minumannya, jadi kayak restoran Jepang kan seperti itu," kata Cucu pada wartawan pada Selasa (23/6) lalu.

Berdasarkan informasi yang didapat, masih ada tempat hiburan "club house" yang beroperasi pada masa PSBB transisi tahap pertama di kawasan Gunawarman, Jakarta Selatan.

Memang sebelumnya ada kabar sejumlah tempat hiburan dan tempat makan dengan live music di beberapa lokasi telah beroperasi normal dengan dalih izin restoran meski belum masuk fase ke-3. Bahkan, protokol kesehatan pun nampak diabaikan oleh pengunjung.

Dari penelusuran kami pada Rabu (24/6) malam, di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, salah satu tempat hiburan  memang menjalankan protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci tangan (wastafel) di depan gedung berlantai dua itu, pemeriksaan suhu dengan thermo gun sebelum masuk ke ruangan utama di lantai dua, hingga pemberian "hand sanitizer" oleh petugas.

Sekitar pukul 22.15 WIB, meski nampak mobil memadati lahan parkir di halaman dan lantai pertama gedung, keadaan nampak terkendali dari luar.

Pukul 22.30 WIB, usai mencuci tangan, menjalani pemeriksaan suhu tubuh, menerima hand sanitizer dan imbauan menggunakan masker, hingga melakukan body checking, akhirnya kami diizinkan masuk dan di sanalah terlihat keadaan di dalam tempat "kongkow" tersebut.

Begitu memasuki ruangan yang tampak remang itu, suara musik khas "club house" terdengar kencang keluar dari pengeras suara di dalam ruangan luas yang terisi oleh puluhan meja hingga ke sudut ruangan yang terbilang sejuk meski penuh juga oleh kepulan asap rokok.

Suasana ramai, padat dan hingar-bingar langsung terasa bagi siapapun yang datang ke tempat makan tersebut. Di puluhan meja yang kemungkinan total bisa menampung ratusan pengunjung tersebut terlihat ada kursi yang dilengkapi selotip membentuk tanda "X" yang berarti tidak untuk diduduki, diletakkan setelah kursi tanpa tanda "X", dengan maksud membatasi pengunjung hingga 50 persen.

Namun, malam itu, seluruh meja dengan kapasitas antara dua hingga enam orang, nampak terisi maksimal dengan tanpa ada jarak antara satu pengunjung dengan lainnya dan sebagian besar tanpa masker.

Hal itu menunjukkan tidak adanya pembatasan jarak ataupun pembatasan pengunjung 50 persen seperti arahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Pergub 51 tahun 2020 tentang PSBB Transisi.

Nampak para petugas juga tidak berusaha untuk mengatur duduk para pengunjung sejak awal datang, ataupun mengingatkan ketika berdansa tanpa masker sebagai alat perlindungan dan mengambil jarak aman.

Alhasil, hal tersebut menyebabkan tidak berlakunya protokol kesehatan di malam tersebut. Para pengunjung nampak asik mengobrol, bercengkerama, hingga bercanda satu sama lain sambil menikmati alunan musik club house yang dipasang oleh operator musik.

Hal itu berlangsung sampai tempat itu tutup untuk malam itu sekitar pukul 24.20 yang juga merupakan akhir dari penelusuran kami di sana. Namun saat perjalanan pulang, terlihat juga ada tempat makan serta bar lain yang juga buka di sepanjang Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020