Bisa berpikir analitik dan berpikir untuk mencari solusinya. Jangan terlalu banyak standarisasi yang kita tidak memungkinkan sebab bisa membuat ribet kepala sendiri
Jakarta (ANTARA) - Orang tua disarankan menguasai lebih banyak tentang pendidikan keterampilan hidup dalam normal baru, termasuk saat mendampingi anak belajar dari rumah, kata psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Dr Rose Mini Agoes Salim.

"Kita harus mulai realistis, jangan hanya menerawang kalau hidup saya dulu begini dan tidak begini, karena itu tidak akan memecahkan masalah," kata dia di Jakarta, Rabu.

Dengan adanya keterampilan hidup, orang tua belajar menganalisa bagaimana situasi saat ini, berpikir tidak monoton serta "out of the box" atau berpikir di luar kotak yang bermakna berpikir tajam, kritis dan kreatif.

"Bisa berpikir analitik dan berpikir untuk mencari solusinya. Jangan terlalu banyak standarisasi yang kita tidak memungkinkan sebab bisa membuat ribet kepala sendiri," ujar dia.

Melalui langkah tersebut, orang tua dapat menemukan serta menciptakan trik-trik agar anak tetap nyaman belajar dari rumah termasuk dengan metode bermain sehingga tidak bosan atau jenuh.

Dalam penerapan pembelajaran jarak jauh saat ini, baik orang tua maupun guru harus inovatif memberikan tugas dan mendampingi anak belajar. Apalagi pola pembelajarannya dirancang lebih ringkas dan tidak sebanyak pembelajaran tatap muka langsung sehingga butuh inovasi agar anak tidak bosan dan tetap rileks.

"Bahkan jika orang tua tidak mengerti, mereka dapat bertanya pada guru baik itu standar pembelajaran sampai mana, apa yang mesti dilakukan dan sebagainya," ujarnya.

Selain itu, ia mengingatkan orang tua agar tidak ikut masuk terlalu dalam dengan membuat standar-standar sendiri sebagai orang tua sehingga menunjukkan kekuasaan yang berlebihan ketika anak belajar dari rumah. Bahkan seharusnya dapat sesekali menempatkan diri sebagai teman.

Baca juga: Psikolog: Bekali anak jalani norma hidup normal baru

Begitu pula dengan penerapan pola hidup dan pola belajar di rumah, ia menyarankan orang tua tidak membiarkan anak mengubah kebiasaan, baik itu jadwal bangun pagi, mandi serta belajar.

Sebab, katanya, penting untuk tidak mengubah kebiasaan agar anak tidak kaget ketika masuk sekolah lagi.

Begitu pula dengan jam belajar di rumah sebaiknya disesuaikan dengan jadwal belajar di sekolah sebagaimana rutinitas sebelumnya, termasuk dengan memerhatikan jeda dan jadwal istirahat anak usai mendampingi mereka belajar dari rumah.

Salah seorang wali murid di Kota Depok, Risty Citra, mengatakan selama pandemi COVID-19 berusaha agar jam belajar anak sama sebagaimana yang dilakukan anak di sekolah, mulai dari tilawah Al Quran di pagi hari, pelajaran SD kelas satu umum, kerajinan tangan dan sebagainya.

"Itu dikerjakan mulai pukul 08.00 WIB hingga 13.00 WIB. Awalnya 'mood' anak kadang tidak stabil tapi lama kelamaan terbiasa dan tahu cara mengatasinya," kata dia.

Bahkan, agar anaknya tidak bosan, sesekali perhatian anak dialihkan ke hal yang membuatnya bersemangat misalnya berbincang-bincang tentang film kartun kesukaannya, mengajak bermain, hingga menambah wawasan anak terkait Indonesia dan dunia.

"Jadi waktu dia bosan sama materi sekolah, saya ajak lihat atlas dan tayangan di Youtube, jadi dia punya capaian baru di luar akademis sekolah. Bahkan hafal nama negara di dunia beserta ibu kota dan benderanya," katanya.

Baca juga: Psikolog minta masyarakat kelola kesehatan mental saat pandemi
Baca juga: Psikolog: Fikiran negatif saat COVID-19 bisa picu depresi

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020